menabung dan berhemat. "Menabung adalah pangkal kaya," begitu kata pepatah yang mengajarkan kita untuk menyisihkan uang jajan agar terkumpul dan bisa membeli sesuatu yang diinginkan.Â
Ketika kita masih kecil, sering kali diajarkan untukPada masa sekolah, pendekatan ini terasa cukup sederhana: kita tinggal menabung selama beberapa bulan, dan akhirnya kita bisa membeli barang yang diinginkan atau memenuhi impian kita, seperti membeli tiket konser Coldplay yang selama ini diidamkan. Pendekatan ini, yang dikenal sebagai "delay gratification" atau menunda kepuasan, tampaknya sangat efektif.
Namun, sayangnya, pendekatan ini tidak cukup saat kita memasuki dunia kerja. Banyak orang masih mempertahankan mindset yang sama, berusaha keras menyisihkan pemasukan mereka untuk mencapai apa yang mereka inginkan saat dewasa.Â
Entah itu untuk modal menikah, membeli mobil, rumah, atau bahkan naik haji, tetapi kenyataannya, dunia kerja tidaklah sesederhana masa sekolah dulu.Â
Ternyata ada banyak hal yang tidak terduga yang kita pelajari begitu memasuki dunia kerja, seperti kenaikan harga semua barang dan kebutuhan seiring dengan inflasi.Â
Belum lagi ada kebutuhan tak terduga yang membuat kita semakin sulit untuk menabung, seperti kehilangan dompet, kecopetan, ponsel rusak, laptop terkena air, dan sebagainya.Â
Oleh karena itu, jarang sekali terdengar keluhan dari banyak milenial yang mengatakan, "Sudah berusia segini, tapi belum memiliki tabungan. Tabungan saya selalu habis. Kapan bisa membeli rumah? Kapan bisa membeli mobil? Kapan bisa memiliki modal untuk menikah?"
Membangun Aset yang Terus Berkembang
Begitu kita merenung sejenak, kita akan melihat bahwa orang-orang dengan status ekonomi di atas kita tidak mencapai keberhasilan mereka berkat tabungan, melainkan karena pemasukan mereka yang besar.Â
Kita yakin bahwa mereka yang mencapai kualitas hidup yang lebih baik bukan karena tabungan mereka, melainkan karena pemasukan yang lebih tinggi.Â
Entah itu gaji yang besar, bisnis yang berkembang, atau dagangan yang laris. Maka dari itu, mungkin saja menabung bukanlah jawaban yang tepat. Mungkin mindset kita yang rajin menabung sejak zaman sekolah sudah tidak relevan lagi di dunia kerja. Selama ini kita salah fokus.Â
Seharusnya, fokus kita bukanlah hanya menyisihkan pemasukan kita, melainkan juga fokus pada peningkatan pemasukan sambil menjaga gaya hidup yang wajar dan mengendalikan pengeluaran kita terhadap hal-hal yang mendukung pengembangan diri.
Peningkatan Pemasukan melalui Pendidikan dan Literasi Keuangan
Sebagai gantinya, mengapa kita tidak fokus pada peningkatan pemasukan kita? Daripada menabung, lebih baik kita menggunakan uang untuk meningkatkan diri sendiri. Misalnya, dengan membaca buku, mengikuti pelatihan, belajar ilmu baru, atau bahkan belajar bahasa asing.Â
Dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, kita dapat meningkatkan kualifikasi diri kita, naik ke level yang lebih tinggi, dan pada akhirnya mendapatkan pemasukan yang lebih besar.Â
Salah satu aspek yang sangat penting, namun sering diabaikan, adalah literasi keuangan. Pengetahuan tentang cara mengelola keuangan sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas hidup kita.
Literasi Keuangan: Pondasi Menuju Kehidupan Lebih Baik
Literasi keuangan memungkinkan kita untuk membuat keputusan yang cerdas dalam mengelola keuangan. Hal ini tidak hanya tentang menabung dan berhemat, tetapi juga tentang mengetahui kapan waktu yang tepat untuk berinvestasi dalam instrumen keuangan lainnya.Â
Dengan literasi keuangan yang baik, kita dapat memahami mekanisme berbagai instrumen investasi, seperti reksadana, obligasi, saham, emas, valuta asing, dan sebagainya. Dengan pemahaman yang akurat dan sehat, kita dapat memilih instrumen yang sesuai dengan tujuan keuangan kita dan meminimalkan risiko investasi.
Mengatasi Kebodohan dan Manipulasi Finansial
Selain itu, literasi keuangan juga melindungi kita dari kebodohan dan praktik manipulasi keuangan yang merugikan. Banyak orang yang terjebak dalam tawaran investasi palsu yang menjanjikan keuntungan besar. Mereka yang tidak memiliki literasi keuangan yang baik sering kali terjebak dalam investasi yang berakhir dengan kerugian besar.Â
Pada tahun 2019, kita melihat banyak kasus asuransi yang gagal membayar nasabah atau reksadana yang ditutup oleh OJK. Dengan literasi keuangan yang baik, kita dapat mencegah atau setidaknya meminimalkan risiko semacam ini.Â
Literasi keuangan memungkinkan kita untuk mengelola uang dengan lebih bijaksana, bukan hanya sebatas menabung dan berhemat, tetapi juga dalam memilih instrumen investasi yang tepat dan memanfaatkan peluang yang ada.
Menabung memang penting, tetapi itu tidak cukup di dunia kerja yang kompleks seperti sekarang. Sebagai gantinya, kita perlu mengubah mindset kita menjadi fokus pada peningkatan pemasukan dengan menjaga gaya hidup yang wajar dan mengendalikan pengeluaran.Â
Salah satu aspek yang penting adalah literasi keuangan, yang memungkinkan kita untuk mengelola keuangan dengan bijaksana, memahami instrumen investasi, dan melindungi diri dari praktik manipulasi finansial.Â
Dengan membangun literasi keuangan yang sehat dan akurat, kita dapat mencapai tujuan hidup kita dan meningkatkan kualitas hidup secara berkelanjutan.
Mari bersama-sama membangun literasi keuangan yang sehat dan mengembangkan potensi finansial kita untuk masa depan yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H