Kompasianer,
Kali ini saya mencoba membedah buku yang diterbitkan oleh PT. Swasembada Media Bisnis dan PLN Corporate University, kali ini yang dibedah pada bagian I "Kultur Pembelajaran" pada Bab 1, sebuah tulisan dari Solikin M Juhro saat ini menduduki jabatan sebagai Direktur Eksekutif dan Kepala Bank Indonesia Institute, lembaga pendidikan Bank Indonesia. Aktif sebagai nara sumber di berbagai forum akademisi/kebank sentralan baik di tingkat nasional dan internasional.
Judul buku yang dibedah "Learning From The Future : Esensi Pembangunan Learning Culture dan Learning Agility"
# 1 Karena Masa Depan Datang Lebih Cepat
Jika dilihat ke belakang perkembangan teknologi terakselerasi dengan amat cepat. Revolusi Industri 1.0 (mesin uap dan mekanisasi) terjadi setelah peradaban berusia ribuan tahun. Namun hanya diperlukan waktu 200 tahun sebelum memasuki Revolusi Industri 2.0 (produksi massal). Lalu, hanya diperlukan waktu 60-an tahun memasuki Revolusi Industri 3.0 (otomasi dan komputasi) Dan Revolusi Industri 4.0 (sistem industri berjaringan maya) terjadi kurang dari 30 tahun sesudahnya.Â
Contoh nyata terjadi di sektor perbankan. Selama lebih dari 2000 tahun aktivitas perbankan tidak pernah berubah, namun di tahun 1980 perubahan pertama terjadi dengan hadirnya mesin ATM. Perubahan berikutnya di akhir 1990-an/awal 2000-an munculnya internet banking, yang terakhir disusul dengan amat segera oleh mobile banking dan ketika mobile banking masih seumur jagung, sudah muncul disrupsi baru yakni financial technology (fintech).
Modal Teknologi
Bank Dunia dan World Economic Forum menyebutkan beberapa teknologi yang diperkirakan akan membuat banyak perubahan terhadap dunia. Perubahan tersebut meliputi :
- Jaringan Telekomunikasi Generasi 5 (5G). Teknologi 5G kecepatannya akan mencapai 20Gbps dan diluncurkannya teknologi yang murah dan hemat energi ini akan sangat melancarkan penerapan teknologi lainnya.
- Blockchain. Teknologi di balik Bitcoin, mata uang kripto pertama. Teknologi ini memberikan manfaat kepada proses bisnis transaksi dan pertukaran.
- Artificial Intelligence (AI), Machine Learning (ML), Big Data. AI adalah mesin /algoritma yang bekerja mengikuti karakteristik berpikir manusia. ML adalah mesin yang mampu belajar sesuatu tanpa melalui pemprograman. Big Data adalah gugusan data di jagat maya, yang sedemikian besar dan sedemikian kompleks untuk dikelola dengan cara pengelolaan data konvensional.
- Internet of Things (IoT). Sudah banyak yang mengaplikasikannya untuk mengelola CCTV, lampu atau perangkat ekektronik di rumah.
- Augmented Reality (AR). Adalah teknologi komputasi yang mampu menghadirkan satu objek ke dalam satu lingkungan tiga dimensi tertentu.
Tantangan Kepemimpinan
Mengutip yang disampaikan Donald Rumsfeld (Meteri Pertahanan Amerika Serikat) dalam konferensi pers tahun 2002, ada empat jenis tantangan yang dihadapi, yaitu
- Known -- Known (disadari dan dikenali/familier). Permasalahan dapat diatasi dengan perencanaan yang baik
- Known -- Unkown disadari tetapi tdak dikenali/tidak familier).
- Unknown -- Known (hal yang sebenarnya dikenali/familier, tetapi tidak disadari signifikansinya). Permasalahan ini menuntut pemimpin mampu melakukan inovasi karena tantangan yang ada belum pernah dihadapi sebelumnya
- Unknown -- Unknown (hak yang tidak disadari dan tidak dikenali/tidak familier). Tantangan ini paling sulit karena mengandung elemen mengejutkan dan tidak dapat diprediksi yang berdampak luas serta memiliki dampak negatif yang luas bagi perekonomian. Dari area inilah terkadang disrupsi lahir dan menghasilkan banyak sekali perubahan dan perbedaan.
# 2 Membangun Learning Culture
Kesiapan dan komitmen untuk berubah di tingkat leader inilah yang berpeluang menjadi inspirasi bagi keseluruhan organisasi. Semua pihak akan terpinspirasi untuk ikut lebih sensitif terhadap masa depan, siap mengeksplorasi berbagai kemungkinan di masa mendatang, dan siap berubah. Itulah lahan yang subur bagi tumbuhnya learning culture dalam skala organisasi.
Dari Filosofi ke Praktis
Membangun learning culture itu mudah karena setiap orang secara alami adalah pembelajar. Yang tidak mudah adalah membangun learning culture di tingkat organisasi atau lembaga; yakni membangun budaya belajar secara komunal, demi tujuan yang sama. Akan lebih mudah ketika seluruh bagian dari organisasi sudah memiliki sense of urgency yang sama terhadap persoalan yang sama. Learning culture bukan semata soal konsep filosofis. Terutama dalam organisasi yang (terlanjur) besar, bicara soal learning culture berarti bicara sistem, organisasi harus menurunkan konsep ke tataran yang lebih teknis. Bagaimana mengawinkan pembelajaran yang bermuatan visi dan misi organisasi dengan konsep pembelajaran yang tepat, dengan materi ajar yang tepat dan dengan metode pembelajaran yang cocok.
Perlu dikembangkan kemampuan memindai masa depan, untuk itu integrasi bahan -- bahan seperti forecasting dan scenario planning dalam pembelajaran leadership, khususnya dalam bahasan mengenai desicion making perlu ada. Sadar pembelajaran terbaik itu adalah dalam bermain dan bermain itu sesungguhnya belajar, maka arah pengembangan pembelajaran melalui gamification untuk mendukung program pembelajaran sudah mulai dijalankan.
Menimbang Manusia -- Key Development Indicators
Sebaik-baiknya organisasi adalah yang berani melepaskan diri dari jebakan orientasi laba (bottom-line trap) atau jebakan Key Performance Indicators yang formal. Kita memerlukan KDI, parameter baru yang lebih mampu menakar perkembangan kualitas hidup manusia. Organisasi perlu memmbuat takaran -- takaran khusus bagaimana kualitas SDM di dalam organisasi mengalami perkembangan. Dan ketika melihat keluar, organisasi juga perlu membuat indikator, sejauh mana masyarakat disekitarnya dan masyarakat sasaran mengalami perkembangan berkat segala yang telah dilakukannya. Â
# 3 Desain Pembelajaran untuk Learning Agility
Konsep atau desain pembelajaran yang mendorong learning agility menjadi perhatian yang perlu dipersiapkan mulai dari sekarang. Fokus literasi pada perkembangan tren terkini, terutama teknologi digital (digital literacy) dan literasi mengenai manusia sebagai pelaku perubahan (human literacy). Sisi kebaruan di lingkungan eksternal yang terjadi secara eksponensial dan berkolerasi dengan eksistensi organisasi harus dijawab tepat oleh SDM yang mumpuni. Salah satu kunci nya adalah kemampuan organisasi dalam mengoptimalkan learning agility para talenta yang dimiliki. Harvard Business Publishing menyampaikan tiga elemen penting dari karakter pembelajaran agile, yaitu
- Pola pikir pembelajar dengan kesadaran bahwa kompetensi sekarang belum tentu sesuai untuk hari esok
- Motivasi belajar melalui engaged learning
- Kemampuan belajar adaptif terhadap tantangan baru
Ada beberapa langkah yang perlu dilakukan organisasi untuk transformasi pembelajaran :
- Mengidentifikasi kebutuhan learning di masa depan secara berkelanjutan sehingga bisa align dengan perubahan
- Menetapkan key principles untuk pembelajaran, diantaranya keseimbangan pendekatan atas -- bawah (employer -- driven) dan bawah -- atas (employee -- driven) supaya fleksibilitas pembelajaran mengakomodasi arahan strategis dewan sekaligus masukan business unit yang melaksanakan program secara rutin. Selain itu menetapkan mekanisme cara penyampaian (delivery) pembelajaran yang tepat (on-job atau off-job)
- Memodernisasi pembelajaran, baik terkait konten maupun medium yang digunakan (kelas, seminar, role play, simulasi, e-learning, webinar, FGD)
- Pentingnya penerimaan pegawai terhadap desain pembelajaran yang dibangun sehingga budaya agile learning dapat tumbuh secara konsisten.
# 4 Tetap Menjadi yang Relevan di Masa Depan
Suka atau tidak suka, masa depan datang lebih cepat daripada yang kita perkirakan. Jika organisasi tidak mau berubah juga dengan cepat, sangat mungkin mereka akan menjadi organisasi dan lembaga yang tidak lagi relevan di masa depan. Dalam situasi seperti itu, yang akan tetap relevan, atau bahkan menjadi pemenang adalah mereka yang mampu membaca masa depan, menyingkirkan aneka bentuk unknwon -- unknowns. Karena itu, hal yang tidak mungkin lagi disangkal adalah sejauh mana sebuah organisasi menjadi organisasi pembelajar (Peter M. Senge 2012), yang bukan hanya mampu melakukan learning sesuatu yang baru, tetapi juga sekaligus unlearning aneka "jebakan sukses" masa lalunya. Di situlah esensi pembangunan culture learning dan learning agility.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H