Kompasianer ...
Tidak ada perubahan dari kunjungan saya terakhir ke tempat ini sekitar empat tahun yang lalu, karena istri saya belum pernah mengunjungi tempat ini, maka saya mengajak dia masuk. Sebelum masuk kami mengambil beberapa gambar, namun sebelumnya membayar karcis masuk di depan loket penjagaan, dengan membayar Rp. 10.000,- kita sudah dapat melihat bagaimana keadaan dan kondisi Proklamator Bung Karno pada saat berada di rumah pengasingan tersebut.
Rumah ini dinamakan rumah pengasingan Bung Karno, karena saat menjadi tahanan politik di Bengkulu beliau di tempatkan disini. Rumah ini dahulunya milik seorang Thionghoa bernama Lion Bwe Seng, beralamat di Jalan Soekarno Hatta Kelurahan Anggut Atas Kecamatan Gading Cempaka, beliau disini mulai tahun 1938 -- 1942.
Menurut penjaga di sini, memang ada beberapa peralatan yang disini bukan aslinya, tapi sebagian besar memang peninggalan sejarah, seperti lemari pakaian, lemari tempat penyimpanan makanan di belakang, itu masih asli. Karena dahulu belum ada kulkas, maka makanan yang sudah di masak di masukan kedalam lemari kayu, terdapat meja makan besar dan kursi di bagian belakang.Â
Menurut penjelasan penjaga disini, meja dan kursi makan itu bukan yang asli, tapi buatan. Serta terdapat bangunan di belakang yang sekarang di gunakan untuk pengunjung yang ingin menikmati makan ringan dan minuman.
Tepat di depan ruang tidur Bung Karno, adalah ruang tidur Ratna Djuami dan Sukarti. Mereka adalah anak angkat dari Bung Karno dan Ibu Inggit Ganarsih. Menurut sejarah Ratna merupakan keponakan dari Ibu Inggit dan Sukarti menjadi anak angkat saat beliau berada di Ende sebagai tahanan politik juga.
Selanjutnya kami memasuki ruang tamu Bung Karno, disini kita melihat sebuah meja dan bangku untuk tamu serta sebuah sepeda ontel yang disimpan di dalam etalase kaca.
Dibengkulu inilah Bung Karno, bertemu dengan Ibu Fatmawati.
Selamat berkunjung Ke Bengkulu bersama keluarga dan sahabat