Sudah berapa kali menginjakan kaki ketempat ini namun selalu saja tidak bisa memasuki Observatorium Bosscha di Lembang, karena memang peraturan yang ada saat itu untuk masuk ke teropong bintang ini harus melalui grup atau kelompok dan bersurat terlebih dahulu, entah apa kemarin mencoba kembali memasuki teropong bintang ini, oleh petugas jaga diinformasikan bahwa sekarang sudah bisa untuk keluarga, waktunya hanya hari sabtu dengan empat sesi, oleh satpam kami diberi jadwal berkunjung ketempat ini, untuk keluarga pada hari sabtu, dengan pertunjukan pertama pada pukul 09.30, kedua pukul 10.45, ketiga pukul 12.00 dan terakhir pukul 13.00 dengan quota masing-masing sesi maksimal adalah 90 orang.
Sedangkan jadwal untuk grup atau kelompok untuk hari selasa sampai dengan kamis ada tiga sesi, yaitu 09.00, 11.00 dan 13.00, sedangkan untuk hari Jum`at hanya ada dua sesi yaitu jam 09.00 dan 13.00 masing-masing quota untuk 180 orang per sesinya.
Semangat sekali kami beserta keluarga untuk bisa mengenal lebih dekat apa itu Observatorium Bosscha, sehingga jam baru menunjukan pukul 08.15 kami sudah berada di tempat ini, padahal tiket masuk baru dibuka pukul 09.00 WIB dan sesi penjelasan baru dimulai 09.30 sampai pukul 10.00. Seraya menunggu waktu kami berkesempatan membeli beberapa souvenir yang dijual di toko yang ada disana, beli baju, topi, shall, balpoint, gantungan kunci dan tempat pensil.
Program Kunjungan
Observatorium Bosscha membuka program kunjungan untuk publik dengan jadwal kunjungan dua sesi yaitu
Sesi Kunjungan siang hari.
Sebelum memasuki Observatorium Bosscha kita membeli karcis terlebih dahulu, harga karcis Rp. 15.000,- per orang, setelah itu kita akan mendapatkan presentasi mengenai observatorium di Ruang Multimedia, ruangan sejuk ber AC, disini kita mendapatkan penjelasan dari seorang ahli astronomi, kebetulan saat kami kesini pada tanggal 14 Desember  2019 pada pukul 09.30 adalah mbak Luthfi, dia menjelaskan secara detail, dan diakhir sesi mbak Lutfhi memberikan kesempatan kepada pengunjung untuk bertanya, sangat interaktif penjelasan yang diberikan.
Yang kedua setelah dari ruang multimedia, kita diajak untuk mengunjungi gedung Koepel disini kita mendapatkan penjelasan mengenai cara kerja teleskop Refraktor Ganda Zeiss, di sini  penyaji sangat interaktif sehingga kita tidak seperti sedang belajar, karena sering diisi dengan joke-joke segar dan sangat mengena dengan materi yang diberikan. Di akhir sesi juga pengunjung diberi kesempatan untuk bertanya.
Sesi kunjungan malam
Kegiatannya sama dengan kunjungan siang hari, dengan tambahan aktivitas adalah pengamatan benda langit menggunakan teleskop portable dan teleskop Bamberg. Aktivitas pengamatan bergantung pada cuaca saat kunjungan berlangsung.
Kunjungan pada malam hari hanya dilakukan 4 kali dalam satu bulan dan hanya pada Bulan April sampai dengan Oktober saja setiap tahunnya, karena bulan lain adalah musim hujan. Jadwal kunjungan untuk malam hari mulai jam 17.00 sampai dengan 20.00 WIB dengan quota 180 orang permalamnya. Dengan karcis masuk setiap pengunjung dikenakan biaya sebesar Rp. 20.000,-
Di observatorium Bosscha terdapat 22 teropong, yang banyak pengunjung tahu hanya Refraktor Ganda Zeiss saja, masih terdapat 21 teropong lagi, yang bentuknya seperti parabola di seputaran lokasi ini.
Makam Bosscha
Beruntung beberapa tahun yang lalu saya pernah ke pengalengan dan mengunjungi makam Bosscha di sana, makamnya terletak di tengah-tengah perkebunan teh, dan saat saya kesana kebetulan ada penjaga yang sangat baik dan kami diizinkan untuk memasuki makam beliau.
Bosscha bukanlah seorang peneliti, dia adalah seorang pengusaha, tapi orang tuanya adalah seorang profesor, saat itu orang tuanya berpesan kalau engkau berhasil sebagai pengusaha di Indonesia, maka buatlah sesuatu untuk ilmu pengetahuan. Dan benar saja sekolah pertama yang didirikan oleh Bosscha ada di pengalengan, kemudian dia ikut andil membangun beberapa gedung di ITB serta membangun Observatorium Bosscha yang ada di lembang ini.
Teleskop Refraktor Ganda Zeiss ini di datangkan langsung dari Jerman dengan bobot mati 18 Ton, dibawa naik kapal dari Jerman menuju Jakarta, dari Jakarta di bawa menggunakan Kereta Api dan dari stasiun kereta api di bawa dengan menggendarai Kuda dengan sistem teropongnya di potong-potong terlebih dahulu, karena dahulu jalan menuju Lembang tidak seperti sekarang. Di jelaskan teropong ini mulai digunakan sejak tahun 1927 sampai sekarang masih berfungsi dengan baik. Ada satu tekhnologi yang sangat terkesan adalah lanti yang ada dapat dinaikan sehingga untuk mengadakan penelitian lebih nyaman, peneliti menyesuaikan dengan tinggi badannya, dan lantai yang ada hanya dapat menampung maksimal untuk 3 orang yang berdiri diatasnya.
Terima kasih Bosscha, terima kasih petugas yang ramah, baik dan interaktif dalam meberikan penjelasan kepada pengunjung.
Lembang, 14122019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H