Mohon tunggu...
Misbah Murad
Misbah Murad Mohon Tunggu... O - "Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

"Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Kemah

19 September 2019   09:39 Diperbarui: 19 September 2019   09:50 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah mendekati angka satu tahun kami tidak mengadakan kemah bersama, biasanya minimal satu tahun kami berkemah, apakah di gunung, di perbukitan atau tempat-tempat perkemahan yang biasa di sewakan oleh vendor-vendor pengadaan perkemahan keluarga, kalau untuk kunjungan tempat-tempat wisata atau tempat-tempat yang berhubungan alam hampir setiap ada kesempatan kami lakukan sekeluarga.

Ahh, betapa senangnya siang ini, kami menuju sebuah tempat perkemahan, tempat yang sejuk di puncak kota Bogor, semua fasilitas sudah tersedia, sampai-sampai selimutpun sudah disediakan oleh pengelola, dengan mengeluarkan biaya sebesar "tiga ratus lima puluh ribu rupiah" kami sudah bisa menikmati indahnya ciptaan Sang Penguasa, pemilik segalanya.

Setelah beristirahat selama lima belas menit, menikmati perbekalan yang di bawa dari rumah, semua bekerja sesuai dengan tugasnya masing-masing, sebagai seorang ayah, tugas saya dan anak tertua karena dia lelaki adalah mencari kayu bakar, ranting-ranting yang sudah tua dan kering, untuk kami jadikan tempat memasak serta membuat api unggun di depan kemah kami di malam hari nanti, sedangkan istri dan dua anak perempuan saya, bertugas mencuci beras dan membersihkan ikan dan bebek yang akan kami panggang di malam hari nanti, di aliran sungai cisadane yang dingin, sejuk dan sangat jernih.

Aliran sungai dari puncak bukit, menelusuri bebatuan yang terhampar di sungai, kecerian beberapa remaja, anak-anak dan orang tua yang sudah lebih dulu datang kemari untuk berkemah disini juga tampak bermain di aliran sungai ini.

Bersimpuh kami berlima di depan tenda dengan tikar dari anyaman bambu yang kami bawa, dilapisi kain tipis, di bawah sinar rembulan yang temaram, memandang langit yang cerah, diantara rimbunnya pohon pinus, sesekali terdengar suara pohon pinus yang merdu ditiup angin pegunungan. Tidak ada bintang yang terlihat, nampaknya mereka malu-malu melihat kami, mungkin ribuan bintang sedang bersembunyi di balik awan, mungkin bintang akan keluar nanti setelah bebek yang akan kami panggang siap untuk disantap. Agin malam masih sepoi-sepoi berhembus, seolah kami sekeluarga menjadi "tamu istimewa" mereka malam ini.

Suara gitar dan nyanyian merdu dari tenda sebelah yang berjarak sekitar 20 meter dari tenda kami sayup-sayup terdengar, kadang kami mengikuti lagu yang mereka nyanyikan.....

Di pucuk kemarau panjang

Yang bersinar menyakitkan

Kau datang menghantar

Berjuta kesejukan.....

Kasih......

Kau beri udara untuk nafasku

Kau beri warna bagi kelabu jiwaku

Tatkala butiran hujan

Mengusik impian semu

Kau hadir disini

Di batas kerinduanku

Kasih....

Kau singkap tirai kabut dihatiku

Kau isi harapan baru untuk menyongsong

Harapan bersama

September ceria.....September ceria....

September ceria.....September ceria....

Milik kita bersama

Sebuah lagu dari Vina Panduwinata, sudah hilang dari pendengaran kami, anak-anak perempuan sudah mulai mengeluarkan ikan segar dan bebek yang sudah dibersihkan tadi pagi untuk segera di bakar di atas perapian yang sudah membara, istri dan anak lelaki sibuk dengan kamera dan handphone masing-masing untuk mengabadikan momen-momen yang sangat indah, si bontot Andini kadang mengangkat ikan dan bebek di dekatkan kewajahnya dan mulut sedikit di monyongkan untuk di foto, kemudian setiap selesai foto diikuti dengan derai tawa bahagia dan gembira.

Bagaikan sebuah bara api di kegelapan malam, untuk menerangi sebuah kegelapan malam, dengan alam kami sekeluarga menyatu, dengan alam kami sekeluarga mengerti satu sama lain, dengan alam kami mendapatkan kebahagiaan, dengan alam kami memandang sisi kehidupan yang penuh dengan godaan dan cobaan.

Terima kasih Ya Allah, dengan alam Mu, kami sekeluarga memasuki goa-goa, mendaki gunung-gunung, menelusuri pantai, memasuki hutan, berkemah, bercengkrama, kami menjaga alam Mu, kami menjaga agar anak cucu kami  nanti bisa menikmati ciptaan Mu. Ciptaan Mu yang sudah banyak di rusak oleh tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab.

Bercumbulah dengan Alam, maka kau akan merasa tenang.

Boor, 19092019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun