Suasana rumah duka sudah terlihat banyak tetangga yang berdatangan, kursi dan meja tamu sudah di keluarkan di teras, Nampak beberapa tetangga menyelesaikan pemasangan tenda, dan sebagin lagi menyelesaikan tempat pemandian, beberapa teman kantor juga terlihat sibuk menyiapkan air mineral untuk tamu dan menyusun kursi. Tim ustadz Nurdin terlihat baru memasuki halaman rumah berjalan kaki, karena mobil tidak di masukan kehalaman rumah, suara sirine ambulan terdengar keras, tetangga dan pelayat yang tadi duduk semua berdiri menyongsong mobil ambulance.
Terlihat beberapa ibu-ibu komplek menanti pintu mobil di buka, untuk menyalami Ibu bos, memberikan kekuatan dan turut berduka cita, tidak terkecuali para Bapak-Bapak menunggu di belakang barisan emak-emak. Pintu di buka perlahan, ibu bos terlihat masih sesegukan, para tetangga secara bergantian menyalami, memeluk dan berkata, turut berduka cita, yang sabar bu Rahmi, ikhlaskan Bapak agar tenang menghadap Ilahi, dan berbagai kalimat penghibur disampaikan beberapa tetangga non muslim yang ada di komplek itu.
Secara perlahan jenazah di turunkan, di letakkan dulu di ruang tamu, karena tempat pemandian jenazah belum selesai, tinggal menunggu kain penutup yang sedang diselesaikan oleh Ikatan Remaja Masjid dekat komplek perumahan dan santri Ustadz Nurdin satu dua orang membantu disitu.
Ibu bos, duduk di sebelah kanan jenazah suaminya, didampingi Dita dan dua anak almarhum yang langsung bergabung disitu, terdengar beberapa remaja dan orang tua melantunkan surah yasin. Tepat jam 11.00 seorang pemuda melapor ke Pengurus Masjid dan melaporkan ke ibu bos bahwa, lubang di pemakaman sudah selesai, bersamaan dengan itu, salah satu remaja masjid menyampaikan, untuk pemandian jenazah sudah siap.
Seiring dengan pengurusan pemandian jenazah, ibu bos masuk kamar, duduk di ujung tempat tidur, dan melihat lemari untuk mengambil kain penutup jenazah setelah selesai dimandikan. Saat membuka lemari dan mengambil kain, ibu bos melihat sebuah amplop putih di kotak kumpulan jam tangan suaminya, dia buka perlahan, terlihat sebuah amplop putih dan dibawahnya ada lima buah jam tangan dari berbagai merk, dia lihat ada tulisan tangan, dan dia tahu persis itu tulisan almarhum suaminya, untuk istriku.
Dia buka perlahan dan dia buka sambil berjalan menuju tempat tidur, dan duduk di sisi tempat tidur sambil membaca surat suaminya.
Istriku
Serta anak-anakku yang aku sangat sayangi dan cintai
Kalau kalian melihat surat ini, artinya aku sudah tidak ada lagi bersama kalian semua, aku berharap surat ini kalian lihat jasadku masih ada di rumah ini, agar apa yang aku tulis ini bisa engkau laksanakan istriku.
Istriku, aku menulis surat ini secara bertahap, surat ini kuawali pada malam pertama saat aku periksa kedokter,engkau saat itu bertanya, bagaimana hasil pemeriksaanya ? aku jawab, alhamdulillah semua baik.
Bu bos menghentikan bacaanya, ingatannya kembali ke malam saat suaminya pulang dari periksa ke dokter, berarti itu sekitar satu bulan yang lalu, ia menyesal kenapa ia percaya begitu saja saat suaminya bilang semua baik-baik saja, padahal ia melihat ada perubahan tingkah suaminya dari biasanya, kembali ia membaca surat tersebut.
Istriku serta anak anak yang aku sayangi dan cintai...
Di dalam lemari di belakang kotak yang ada suratnya ini, ada kotak lagi, nanti di buka ya, disitu ada uang yang aku kumpulkan untuk semua prosesi pemakaman dan sampai empat puluh hari  serta seratus hari kepergianku.
Di bungkusan satunya ada lagi uang, itu pergunakan untuk biaya umroh mama, anak-anak, catur dan Ilos, semua biaya dari situ sudah cukup.
Nanti mama sampaikan, ke catur dan ilos, ini amanah almarhum papa.
Papa hanya minta tolong, nanti di tempat-tempat yang diijabah do`a, tolong do`a kan agar dosa-dosa papa diampuni, serta diterima semua ibadah papa
Bu bos berhenti membaca sampai disitu, karena dia melihat di kertas surat itu seperti kena air kemudian kering, bu bos tahu itu adalah bekas air mata, bu bos membayangkan saat suaminya menulis surat ini, ada air mata yang mengalir dan menetes tepat di kertas surat yang akan dia tulis, bu bos kembali membaca surat tersebut.
Istri ku,
Di bungkusan terakhir ada uang, itu sudah terbagi dua, jumlahnya sama, satu serahkan ke masjid komplek, sebagai infaq papa, satu lagi serahkan ke panti asuhan, terserah mama mau panti asuhan mana, kalau belum dapat komunikasikan dengan catur.
Istri ku,
Aku titip anak-anak, bimbing pengetahuan agama, bimbing baik-baik
Mama harus kuat, jangan sedih.....
Untuk kegiatan kantor, papa sudah ada ngomong sama catur, nanti mama yang gantikan posisi papa, mama belajar sama catur.
Sebelum papa akhiri surat ini,.......
Mama masih muda,.......
Kalau mama mau cari pengganti papa,setelah masa idah mama, Â cari yang baik, yang agamanya baik,...
Kalau mama tidak keberatan....( maaf, mah...)
Mama kawin sama catur,
Itupun kalau catur bersedia dan mau.....
Tapi kalau mama punya pilihan lain nantinya, pesan papa cari yang baik, yang sayang sama mama dan anak-anak.
Papa, pergi duluan ya......
Papa sayang sama mama dan anak anak....
**** Buat anak ku Noval dan Taufiq
Rajin sholat ya sayang.......
Baca qur`an setiap hari walau sedikit
Do`a kan papa ...mama ...ya...
Jaga mama ya,....jangan sering bertengkar...belajar yang baik, sekolah jangan malas...
**** istriku dan anak anakku
Papa sayang dengan kalian semua,
Peluk cium....
Papa
Bersamaan dengan selesainya ibu bos membaca surat tersebut, terdengar ketukan dari pintu kamar, suara Dita, yang mengatakan jenazah alrmarhum suaminya sudah selesai di mandikan dan di kafani, siap siap untuk di tutup dan di bawa ke masjid untuk di sholatkan dan dimakamkan.
Dilipatnya surat tersebut, di letakkan kembali di tempatnya, diambilnya dua helai kain panjang untuk penutup jasad suaminya setelah di kafani.
Dia bersimpuh di samping jasad suaminya, dipandangnya wajah orang yang ia sayangi, di pandangnya wajah orang yang melindunginya selama ini, dipandangnya wajah yang memucat, dipandangnya, perlahan dia berkata...
"Aku dan anak-anak ikhlas, pa."
"Pergilah dengan tenang."
Diciumnya kening suaminya, diciumnya pipi kiri dan kanan suaminya, diciumnya tangan suaminya, di ciumnya kaki suaminya, diiringi satu  persatu anak almarhum mengikuti seperti apa yang ibunya lakukan.
Edtwelve,13052019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H