Mohon tunggu...
Misbah Murad
Misbah Murad Mohon Tunggu... O - "Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

"Tidak ada sekolah menulis; yang ada hanyalah orang berbagi pengalaman menulis."- Pepih Nugraha, Manager Kompasiana. chanel you tube misbahuddin moerad

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Antara Sumpah Jabatan dan Hubungan antar Manusia

5 Februari 2019   05:17 Diperbarui: 5 Februari 2019   05:24 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Rasa galau yang disarasakan sahabat saya terpancar dari keinginannya yang ingin keluar dari kepengurusan sebuah organisasi yang baru kami jabat selama satu tahun, masih satu tahun lagi masa kepengurusan kami berakhir, tanpa menjelaskan apa penyebabnya, karena sudah dua kali ditanyakan, mengapa ? tetap tidak terjawab.

Saya baru tahu penyebanya setelah satu bulan dia tidak duduk lagi dalam kepengurusan ini.

Menurut saya kurang pas saat itu kalau dia mundur, istilah saya untuk dia "terlalu Cemen." Tentunya dia punya alasan sendiri, dan prinsip yang tidak bisa saya pengaruhi.

Mungkin dia teringat akan sumpah, saat dia selesai mengikuti pendidikan formal, yang berbunyi sebagai berikut :

Saya bersumpah bahwa :

Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan kemanusiaan.

Saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang terhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya.

Saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran.

Bermula dari sebuah "Surat Keterangan Sakit." Yang diminta oleh seseorang teman, dimana saat itu dia dalam keadaan sehat, segar bugar, untuk pertama dikasih, rupanya bulan berikutnya minta surat keterangan sakit lagi, untuk di pakai sebagai senjata pamungkas tidak masuk kerja.

Bermuara dari tidak diberikanya surat sakti "surat keterangan sakit" inilah, dengan "arogansi" nya, seolah dialah "sang penguasa" padahal dia hanya seorang anggota, tidak duduk dalam kepengurusan, walau organisasi kami memang kedudukan tertinggi ada di "tanggan anggota" tetapi secara mayoritas tentunya.

Untuk menjaga hubungan atau "emosi" sesaat atau juga sebuah "harga diri" dia mengundurkan diri. Saya maklum, sayangnya saya mengetahui ini setelah satu bulan dia mengundurkan diri.

Terbayang dibenak saya, Allah masih sayang sama yang minta surat keterangan sakit, secara Agama yang saya pahami, orang ini kan memohon kepada Allah, ya Allah berikan aku sakit. Mungkin suatu saat doanya akan di Kabulkan oleh Allah.

Saya jadi teringat beberapa kawan saya yang sakit "jantung" sekitar delapan belas tahun lalu, orang tuanya sakit jantung, tetapi tidak ikut asuransi kesehatan saat itu, obat jantung saat itu cukup mahal, dan ini dikonsumsi oleh orang tuanya rutin, antara 1 juta sampai 1 juta setengah setiap bulannya, kebetulan kawan saya ini ikut asuransi kesehatan, entah bagai mana dia dapat resep obat jantung tersebut, dengan menggunakan namanya. 

Dan Allah mengabulkan doa sahabat saya ini, sudah 5 tahun ini dia rutin ke rumah sakit, setelah di pasang "ring jantung" lima tahun lalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun