Mohon tunggu...
Mirza Fanzikri
Mirza Fanzikri Mohon Tunggu... -

I am a master student, activist HMI, writer, and trainer.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Redefinisi Pembangunan Aceh

6 September 2013   17:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:16 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh Mirza Fanzikri

http://gamna.org/pengumuman-juara-sayembara-menulis-gamna-suara-rakyat-aceh-2012.htm

Pasca diguncang oleh gempa dan tsunami pada akhir tahun 2004 silam, Aceh mengakhiri masa konflik dengan anugrah perdamaian melalui perundingan MoU Helsinki antara pemerintah Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Bencana alam dan bencana sosial tersebut telah mengantarkan Aceh menjadi daerah yang tertinggal, baik dari akses infrastuktur maupun akses ekonomi-sosial. Setelah kedua bencana tersebut rmelanda bumi seuramoe mekah, pintu keistimewa Aceh kembali terbuka lebar, terutama pasca MoU yang mewariskan UUPA. Pembangunan, rehabilitasi dan rekonstruksi akibat gempa dan tsunami sudah berjalan dengan maksimal berkat dukungan masyarakat internasional dan pemerintah pusat yang berpusat di bawah pengelolaan Badan Rehabilitasi dan Rekontruksi (BRR) Aceh-Nias.

Kondisi tersebut di atas juga berimplikasi pada dunia politik Aceh yang semakin dinamis. Diawali dengan kesuksesan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) perdana pasca konflik pada tahun 2006, Aceh serasa telah mengirup nafas segar semisal memiliki harapan baru. Sehingga banyak program-program pembangunan telah dilaksanakan selama satu periode pemerintahan Irwandi-Nazar, baik pembangunan infrastruktur maupun pembangunan sosial. Mestinya pembangunan tersebut menjadi warisan dan tentunya butuh perbaikan ke arah peningkatan oleh pemimpin berikutnya.

Kini, Pilkada Aceh jilid II pun terlaksana dengan sukses. Pilkada 2012 memilih Zaini Abdullah-Muzakir Manaf sebagai pemimpin Aceh 5 tahun ke depan. Tentunya semua arah pembangunan akan sangat berpengaruh di tangan pemimpin harapan rakyat saat ini. Jika dulu pembangunan infrastruktur lebih dominan dan hampir pada tataran rampung di beberapa daerah, kiranya kini pembangunan sosial harus lebih mendapat perhatian khusus dari pemerintah Aceh. Karena pembangunan insfrastruktur tak akan mempunyai makna lebih jika tanpa diimbangi dengan pembangunan sosial.

Saat ini masa pembangunan infrastruktur telah menduduki tingkatan klimaks, maka oleh sebab itu pembangunan sosil dituntut untuk menyimbangi pembanguan fisik tersebut. Adapun arah pembangunan sosial dapat tersalurkan melalui peningkatan pelayanan kesehatan, pendidikan, penyediaan lapangan kerja, asuransi korban konflik, pemberian jaminan hari tua bagi lanjut usia, dan yang terpenting peningkatan penerapan syariat Islam kaffah di Aceh.

Pembangunan Sosial

Untuk membangun Aceh secara menyeluruh, maka pembangunan infrstruktur harus terisi dengan program-program pembangunan sosial, sehingga dengan dilengkapi pembangunan sosial nilai pembangunan (infrastruktur) semakin berkualitas. Seperti pembangunan sebuah rumah sakit harus terisi dengan program-program pelayanan sosial-kesehatan yang optimal, semisal program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) atau Jamkeskin. Dimana rumah sakit merupakan insfratruktur dan program pelayanan kesehatan merupakan pembangunan sosial.

Dalam konteks Aceh, pembangunan sosial dapat disalurkan melalui program-program sosial kiranya dapat menebus cost social (biaya sosial) masyarakat Aceh akibat konflik dan bencana alam, seperti; pertama, bidang kesehatan. Program JKA telah berjalan genap dua tahun, sejak Juni 2010 lalu. Program yang dirintis oleh kepemimpinan Gubernur Aceh periode yang lalu mendapat perhatian positif dari masyarakat Aceh bahkan di luar Aceh. Secara konsep, program ini sangat memberikan manfaat bagi masyarakat Aceh dalam mengakses pelayanan kesehatan gratis, hanya dengan syarat memiliki kartu tanda penduduk (KTP) atau kartu keluarga (KK) asal Aceh.

Terkait pembangunan sosial, program JKA merupakan salah satu jaminan sosial di bidang kesehatan dan bagian dari upaya pembangunan sosial yang sangat menentukan kualitas sebuah infrastruktur, dalam konteks ini adalah rumah sakit. Selama ini, diketahui bahwa pelayanan JKA di rumah sakit banyak mendapatkan kritikan pedas dari masyarakat, seperti lambannya proses administrasi, keterbatasan ruang rawat inap, upah/gaji tenaga profesi pemberi layanan JKA yang sering tersendat-sendat, bahkan ada acara ‘mogok dokter’ di rumah sakit. Ironis, tapi inilah realita pelayanan kesehatan saat ini.

Dengan berbagai persoalan di atas, semoga pemerintah periode ini segera mensiasati upaya perbaikan sistem dan peningkatan pelayanan yang lebih baik. Bahkan jika dibutuhkan pemerintah dapat memfungsikan pekerja sosial sebagai tenaga rumah sakit dalam menangani kondisi psikososial pasien, menfasilitasi pengurusan jaminan kesehatan, dan upaya mewujudkan kesejahteraan sosial pasien dan keluarga di rumah sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun