Mohon tunggu...
Mirza Ghulam Ahmad
Mirza Ghulam Ahmad Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, UIN Sunan Ampel Surabaya.

Masih belajar dan akan terus belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Centre Of Gravity: Menakar Pertahanan Ibu Kota Baru

11 Mei 2020   23:25 Diperbarui: 12 Mei 2020   19:44 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu kota menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah kota tempat kedudukan pusat pemerintahan suatu negara. Tempat dihimpun unsur administratif, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif atau kota yang menjadi pusat pemerintahan suatu negara.

Indonesia tercatat sudah tiga kali berpindah ibu kota, mulai dari proklamasi kemerdekaan di Jakarta tahun 1945 kemudian berpindah ke Jogjakarta saat Jakarta kembali diduduki belanda pada 1946 hingga Bukittinggi di Sumatra Barat tahun 1948.

Batavia adalah nama yang diberikan orang belanda dan sekarang menjadi Jakarta. Dalam sejarahnya Jakarta menjadi ibukota diakui secara de facto (diakui fakta) saat proklamasi kemerdekaan dilaksanakan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur No 56. Jakarta baru diakui secara de jure (diakui hukum) pada 28 Agustus 1961 dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1961 diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964. Hal ini yang membuat Jakarta dikenal sebagai ibukota negara Indonesia.

Namun pada 26 Agustus 2019 Presiden Joko Widodo mengumumkan pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke Kalimantan Timur tepatnya di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara dan diperkirakan pada tahun 2024 dapat digunakan.

Pemilihan lokasi tersebut dipilih karena dinilai strategis, bebas bencana, ketersediaan lahan luas milik negara, memenuhi perimeter pertahanan dan beberapa penilaian lainnya. Proyek pemindahan ibu kota ini diperkirakan menghabiskan dana 466 triliun.

Dana 466 triliun itu tidak seratus persen dibebankan pada APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara). APBN hanya menanggung 19% dari total 466 triliun dan sisanya pemerintah menggunakan KPBU (kerjasama pemerintah dengan badan usaha), investasi swasta dan BUMN (badan usaha milik negara).

Ibu kota negara bukan hanya tempat untuk menjalankan roda pemerintahan saja tapi juga sebagai simbol kedaulatan negara dalam prespektif pertahanan. jatuhnya ibukota negara bisa jadi merupakan jatuhnya sebuah negara ke tangan musuh, maka dari itu ibukota negara wajib dijaga dengan ketat.

Membuat pertahan negara yang baru di Kalimantan lebih tepatnya di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Penajam Paser Utara adalah hal yang utama.

Secara geografis wilayah tersebut lebih baik untuk menjadi pusat pertahanan dibandingkan Jakarta, karena lebih dekat pada "centre of gravity" atau perhitungan silang dari garis hubung Sabang-Merauke dan garis hubung Pulau Miangas-Pulau Rote.

Centre of gravity atau disingkat COG adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu wilayah pusat pemerintahan, perekonomian atau bahkan daerah militer dan objek vital strategis suatu negara.

Dalam konteks negara COG adalah ibu kota, dalam geografis Indonesia memiliki Jakarta sebagai COG bila diperluas bisa mencakup seluruh pulau jawa tergantung kalkulasi dan pemetaan wilayah strategisnya.

Faktor itulah yang membuat kekuatan TNI selama ini terpusat di Jawa. Dengan perpindahan ibu kota Indonesia dari Jawa ke Kalimantan, yang berubah adalah posisi pusat pemerintahan berpindah ke Kalimantan dan Jawa tetap menjadi pusat perekonomian. Jika dilihat dari sisi pertahan ini adalah hal yang menguntngkan.

COG yang semula hanya terfokus di Jawa lebih tepatnya di Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan dan perekonomian sekaligus kini terpisah.

Kalimantan menjadi pusat pemerintahan dan Jawa menjadi pusat perekonomian. Pemisahan ini menutup kesempatan lawan untuk melemahkan pertahanan suatu negara dalam satu kali serangan.

Mungkin ada yang mengatakan bahwa dengan kemajuan teknologi, posisi geografis tidak lagi penting. Jarak jangkau misil bisa mencapai ribuan kilometer, jadi cukup menyerang dari jauh.

Kemampuan satelit juga sangat canggih bisa mendeteksi sampai ke dalam hutan. Mungkin ini bisa benar kalau tujuan serangan hanya untuk melumpuhkan, tidak sampai menduduki.

Namun itu tidak sesuai dengan bukti empiris yang ada sebagai contoh misalnya penaklukan Irak oleh tentara Amerika dan sekutunya misalnya, tidak berhenti hanya dengan serangan udara, tapi harus diselesaikan dengan serangan darat. Tetapi kemudian tetap saja pendudukan total Amerika menjadi gagal ketika berhadapan dengan gerilyawan Irak.

Hal yang sama terjadi pula di Afghanistan, sampai lebih dari tujuh belas tahun Amerika dan tentara koalisi tidak mampu mengalahkan gerilyawan Taliban.

Lebih beruntung dari Irak, Afghanistan memiliki medan sulit dengan pergunungan dan perbukitan terjal dan penuh dengan gua yang bagus untuk pertahanan. Jadi pada akhirnya, faktor medan dan kondisi alam tetap saja sangat penting.

Jakarta memiliki bandara Halim Perdanakusuma sebagai ring 0 pertahanan negara, Jakarta kuat di sisi laut jawa dan sisi darat pertahanan sebagai ibukota.

Seandainya pertahanan udara sisi selatan jakarta diserang maka skuadron Madiun dan skuadron Makassar siap mengintersep serangan musuh. Skuadron Makasar juga siap menghadang musuh apabila di serang dari sisi timur, dan disisi barat skuadron Pekanbaru siap menangkal apabila terjadi serangan udara.

Jika dibandingkan dengan kondisi pertahanan di kalimantan saat ini khususnya dengan negara tetangga Malaysia (Sabah dan Serawak) memiliki 2 divisi tempur atau kodam dengan persenjataan yang lengkap. Sedangkan indonesia memiliki 2 wilyah kodam (Mulawarman dan Tanjungpura) dengan jumlah prajurit yang banyak namun persenjataan atau alutsista yang digunakan masih berteknologi lama.

Selanjutnya malaysia memiliki 6 pangkalan laut tempur dapat dihuni kapal berukuran besar dan salah satunya adalah markas kapal selam. indonesia memiliki 2 markas besar pangkalan laut tempur (Pontianak & Tarakan) dan sisanya sekitar 8 lanal pangkalan tempur tersebar di beberapa titik. Malaysia memiliki 2 markas pangkalan udara di Labuhan dan Kuching sementara Indonesia hanya memiliki 1 markas pangkalan tempur di Pontianak.

Anggaran Kementrian Pertahanan tahun 2019 sebesar 107,1 triliun dinilai kurang untuk memperkuat pertahanan di Kalimantan. ditahun 2020 anggaran Kementrian Pertahanan hanya di setujui oleh DPR (dewan perwakilan rakyat) sebesar 126 triliun dari total pengajuan dana 215 triliun.

Membangun basis pertahanan ibukota yang baru tentu saja membutuhkan dana yang tidak sedikit. Keputusan presiden jokowi memindahkan ibukota ke kalimantan bisa jadi merupakan salah satu langkah untuk menambah kekuatan pertahanan Indonesia di tengah minimnya anggaran dana yang disetujui oleh pemerintah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun