Pemilihan kepala daerah tahun 2024 masih relatif lama, terhitung masih  menyisahkan waktu 2 tahunl ebih. Namun demikian, riak-riak politik sudah santer terdengar dan sangat dinamis.Â
Hal ini ditandai dengan Berbagai persoalan menguat bersamaan dengan munculnya figur yang dianggap berpotensi menjadi kandidat kepala daerah, salah satunya, syarat yang harus dipenuhi seorang calon kepala daerah yang pernahmenjadi NAPI korupsi.
Mengenai syarat calon kepala daerah berdasarkan Pasal 7 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5898) telah dilakukan uji materiil di mahkamah konstitusi sebagai implikasi atas berbagai masalah dalam implmentasinya.Â
Setidaknya, tentang syarat calon kepala daerah eks Koruptor ini telah diuji materiil sebanyak 5 (lima kali) sebelum putusan Nomor 56/PUU-XVII/2019.
Diketahui, uji materiil ini telah berulangkali dimohonkan oleh perseorangan yang merasa hak-haknya dirugikan atas diberlakukannya undang-undang maupun organisasi non pemerintah yang menganggap syarat-syarat calon kepala daerah terlalu"enteng" atau setidak-tidaknya lemah sehingga banyak dilanggar oleh konstituen/kandidat Ketika terpilih menjadi Kepala Daerah.Â
Dalil yang diajukan Lembaga swadaya masyarakat lebih menitik beratkan pada fenomena dan pengalaman empiris yang dicatat sebagai pelanggaran atas integritas kandidat yang ditandai dengan operasi tangkap tangan maupun  status pejabat public yang statusnya menjadi terdakwa dalam beberpa kasus korupsi.
Pemilihan kepala daerah sedianya adalah pesta rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya, calon kepala daerah berasal dari rakyat dan bertugas untuk melayani kepentingan rakyat, diatas kepentingan pribadi  atau golongan, atau kepentingan tertentu yang menciderai Amanah rakyat.Â
Karena itu, penting untuk rekruitmen yang tidak lagi digembosi oleh niat buruk atau tersandra dengan  kepentingan elit dari kandidat, hal ini menjadi penting, karena menjadi pemimpin diharapkan tidak menjadi beban rakyat kelak sebagaimana di sebutkan dalam pertimbangan mahkamah konstitusi dalam Putusan 4/PUU-VII/2009, halaman 124.Â
"Terhadap jabatan publik yang pengisiannya dilakukan dengan cara pemilihan oleh rakyat, Mahkamah berpendapat, hal  tersebut tidaklah dapat sepenuhnya diserahkan kepada rakyat tanpa persyaratan sama sekali dan semata-mata atas dasar alas an bahwa rakyatlah yang akan memikul sendiri risiko pilihannya. Sebab, jabatan demikian haruslah dipangku oleh orang yang kualitas dan integritas tinggi.
Namun demikian, peraturan perundang-undangan tidak pula membatasi itikad baik warga Negra yang ingin berperan aktif dalam pembangunan dan kemajuan suatu daerah melalui jabatan public, apalagi menjadi kepala daerah tentunya memiliki peran sentral dan strategis khusunya dalam penentuan keputusan dan kebijakan.Â
Undang-undang sangat menghargai hak asasi manusia sepanjang diatur dalam meknissme peraturan perundang-undangan, inilah batasannya, sehngga, esensi pesta demokrsi menjadi jelas dan terukur untuk kemaslahatan orang banyak dan rakyat secara umum.