Mohon tunggu...
M Mirza Firdaus
M Mirza Firdaus Mohon Tunggu... Dosen - Penulis, dosen psikologi pendidikan

Praktisi dan pegiat psikologi pendidikan dan perkembangan anak

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dampak Pandemi Covid-19 terhadap Psikologis Anak

5 Juni 2020   09:01 Diperbarui: 21 Juli 2020   13:35 1787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah lebih dari 3 bulan ini virus corona (covid-19) menyelimuti setiap aktivitas manusia di Indonesia. Beberapa cara telah diterapkan pemerintah untuk memutus penyebaran penularan virus ini.

Namun tidak bisa dimungkiri, angka penambahan penularan semakin naik dan belum menemukan titik terendahnya. Bahkan menjelang perayaan hari raya 1 syawal 1441 H jumlahnya pasien positif hampir mencapai angka 1.000 orang. 

Dikutip dari data juru bicara gugus tugas percepatan penangangan covid-19, pada hari kamis 21/05/2020 terjadi peningkatan jumlah pasien sebanyak 973 kasus positif, menurut achmad yurianto, “peningkatan ini luar biasa dan peningkatan inilah yang tertinggi ini terjadi di jawa timur khususnya”.

Dalam kondisi seperti ini, tidak bisa dipungkiri perubahan kehidupan masyarakat berubah secara massif, sector kehidupan seperti kesehatan, ekonomi bahkan pendidikan mengalami perubahan secara signifikan. 

Dari aspek kesehatan, penerapan masker dan mencuci tangan dengan menggunakan sabun tidak bisa diabaikan, masyarakat harus secara disiplin untuk melakukan hal tersebut.

Pada sector ekonomi, banyak perusahan atau pabrik mulai menghentikan produksinya, adanya penerapan pembatasan social berskala besar (PSBB ) dan jaga jarak secara fisik atau physical distanding membuat aktivitas karyawan harus bekerja di rumah, bahkan pada beberapa kasus harus ada yang di PHK. 

Penerapan Work From Home (WFH) adalah salah satu strategi pemerintah untuk menjadikan para pegawai pemerintah atau karyawan perusahaan tetap produktif meski bekerja dari rumah.

Selain dari kedua sector tersebut, sektor pendidikan juga terkena dari dampak pandemi ini. Menteri pendidikan beserta jajarannya telah menerapkan untuk belajar dirumah atau study from home sejak akhir maret lalu. 

Peraturan ini diimplementasikan ke seluruh tingkatan, mulai dari tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) hingga lembaga perguruan tinggi di seluruh daerah di Indonesia.

Peraturan ini banyak memberikan perubahan ke berbagai sendi-sendi kehidupan. Tak hanya orang dewasa, kondisi psikologis anak pun rentan terganggu dalam kondisi yang serba tak menentu seperti saat ini. 

Tidak ada yang tahu kapan kehidupan ini akan kembali normal setelah pandemi virus corona ini, sementara sekolah ditutup secara nasional, dan proses kegiatan belajar mengajar (KBM) diganti dengan system online atau dalam jaringan (daring).

System daring memang dapat menjadi alternative pilihan saat pandemi seperti ini, kemudahan mengakses pembelajaran dengan berbagai platform memudahkan pendidik dengan pelajar. 

Adanya fasilitas seperti Group whatshup, Instagram, zoom dan google classroom menjadikan pembelajaran mudah di akses oleh sebagian kalangan dengan ekonomi menengah ke atas. 

Namun perlu menjadi catatan bahwa hal itu belum tentu bisa digunakan oleh sebagian pelajar dengan keadaan ekonomi menengah ke bawah. Hal ini disebabkan banyak factor, seperti tidak adanya fasilitas yang memadai, dalam hal ini adalah hp android, signalnya yang tidak selalu lancar dan kendala biaya untuk membeli paket internet.

Keadaan ini juga bisa menyebabkan anak-anak dalam keluarga yang secara ekonomi kurang beruntung, keterbatasan fasilitas serta susah signal, menjadikan anak semakin tertekan. 

Anak menjadi tertinggal dengan teman yang lain, sehingga anak menuntut orangtua agar memfasilitasi kebutuhan pembelajaran dengan system online, seperti meminta membelikan gawai yang android, biaya membeli paket internet lebih banyak. Jika hal itu tidak terpenuhi anak lebih memilih mengerjakan pekerjaan di luar tugas sekolah dan bermain game online.

Secara system pembelajaran online, mungkin sudah bagus karena anak-anak diharapkan tidak akan tertular virus covid-19, karena tidak melakukan perjalanan dari rumah ke sekolah, dan terhindar dari bertemunya orang-orang, namun dampak secara psikologis, anak-anak mulai kehilangan teman-teman dan rutinitas bermain dan belajarnya. 

Anak-anak harus beradaptasi dengan waktu yang lama untuk mampu mengolah self regulated learning selama masa pandemic ini. Pada umumnya anak-anak tidak bisa mengungkapkan apa yang mereka rasakan secara verbal. 

Namun, masalah mental mereka dapat meluapkan dalam berbagai cara atau dalam bahasa psikologi disebut katarsis.

Dampak psikis akan sangat terasa pada anak-anak di usia remaja, di mana usia tersebut adalah peralihan dari anak-anak menuju dewasa, dari anggota keluarga menuju interaksi sosial. 

Pada usia ini, anak-anak lebih banyak menghabiskan waktunya bersama teman sebaya atau peer groupsnya, mereka akan menempatkan teman sebaya dalam mencari jati dirinya, sehingga mereka akan merasa lebih nyaman berada dengan teman sebaya dari pada keluarga.

Menurut pakar psikologi perkembangan, Elizabeth B. Hurlock  mengungkapkan masa remaja adalah Masa remaja merupakan suatu periode penting dari rentang kehidupan.

Suatu periode transisional, masa perubahandan pada masa remaja mencakup meningkatnya pengaruh teman sebaya (peer group), pola perilaku sosial yang lebih matang, pembuatan kelompok sosial yang baru, dan munculnya nilai-nilai baru dalam memilih teman dan pemimpin serta nilai dalam penerimaan social.

Anak remaja akan merasa paling bosan selama sekolah diliburkan dari pada anak yang lain, apa yang mereka pelajari di rumah akan sangat jauh berbeda dari apa yang mereka pelajari di sekolah bersama teman sebayanya. 

Kebosanan juga akan menyerang mereka jika mereka tidak sanggup beradaptasi dengan keadaan baru. Ditambah dengan tidak adanya dukungan emosional dan finansial yang kuat dari keluarga, mereka akan mengalamistres seacara sosial, psikologis dan akademik.

Dampak ini juga akan berpengaruh pada suasana hati mereka. Banyaknya informasi yang diberikan media, baik media elektronik, media massa dan media social tentang virus covid-19 dapat memberikan dampak psikis kepada anak-anak.

Jika mereka tidak dapat memfilter berita yang mereka terima, tidak menutup kemungkinan anak akan mengalami stress, dan perubahan suasana hati secara labil, beberapa perilaku yang tampak biasanya adalah marah secara tiba-tiba, kecemasan dan ketakutan.

Kecemasan yang berlebihan, akan menyebabkan beberapa anak akan mencurigai oranglain, di mulai mengabaikan anggota keluarga di rumah hingga menolak untuk berinteraksi dengan tetangga.

Jika hal ini terus berkelanjutan dan dibiarkan, anak akan merasa aman dan senang berada di dalam kamarnya saja, dengan akan khawatir jika bertemu dengan oranglain.

Keadaan seperti ini bisa dicegah dengan kehadiran orangtua atau orang yang disayangi dengan selalu memberikan informasi yang tepat tentang virus covid-19 dan cara pencegahannya. 

Memberikan dukungan terhadap pendidikannya dan kegiatan yang positif serta berkelanjutan agar anak tidak bosan selama di rumah. 

Meski demikian, kondisi saat ini justru memberikan dampak positif bagi para balita. Kehadiran orangtua selama pandemi covid-19 akan membangun kelekatan yang kuat terhadap balita dengan penuh kasih sayang dan perhatian.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun