Kata lahir tersusun dalam darah
mengalir, mengikuti arus kegelapan
hati berdenyut, menembus bibir dan mulut
menuntut keadilan.
Dari tempat kelahiran yang ditinggalkan
kehadirannya semakin menjauh
tidak untuk pergi mengembara
dan mati di perantauan.
TKI, nasib hidupmu telah dipertaruhkan
yang penuh kemiskinan, bukan pilihannya
kepergiannya menjadi abu atau membatu.
Orang-orang berlalu lalang
kekuasaan datang dan pergi, silih berganti
meninggalkan duka nestapa.
Bumi pertiwi menyatu dengan air
membeku bersama kata-kata kemerdekaan
telah menjadi warisan persatuan
jiwa semangat yang menghubungkan
dengan mereka yang mati tanpa kuburan.
Ketika suasana bergetar hati gemetar
keberaniannya penuh pengorbanan
batin menjerit solidaritas kemana?
di masa kelam membias kepedihan
marilah menjalin makna kata keadilan.
Ah..bahasa manusia, yang terkumpul dalam katakata itu
membercak cahaya gelombang panjang kemunafikan,
turun-temurun kekuasaan anti rakyat diawetkan
melalui komunikasi aliran darah beracun
dibentuk dalam suasana kebisuan trauma.
Semua kumpulan kata manusia
disusun dalam kemelut kesunyian
tak ada intonasi kata kebenaran atas kematian
kasak kusuk politik di antara politisi berzinah
bahasa kebiadaban dirangkai menjadi bangsa kuli,
mulut berbicara tanpa menggerakkan bibir
tak peduli adalah kata kejahatan manusia.
MiRa - Amsterdam, 30 Nopember 2010
Sumber: http://tamanhaikumiryanti.blogspot.com/p/puisi.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H