Mohon tunggu...
MiRa Kusuma
MiRa Kusuma Mohon Tunggu... -

Hobby menulis

Selanjutnya

Tutup

Politik

SBY dan Kunjungan Barack Obama ke Indonesia

8 November 2010   19:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:46 253
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Menurut Teuku Faizasyah, Staf Khusus Presiden bidang Hubungan Internasional yang dimuat di indojunkers.com: "Obama ke Indonesia 9-10 November, dalam hubungan RI - AS yang hampir setengah dekade ini menunjukkan arah penguatan yang cukup signifikan, diwarnai antara lain dengan pengakuan AS terhadap demokratisasi yang telah berjalan sangat baik di Indonesia, proses reformasi, penghormatan atas pluralisme ini, dan keberhasilan Indonesia dalam memerangi terorisme".

Tentunya sambutan positif Faiza ini tak mengejutkan kita semua, lantaran pernyataan tersebut adalah standard bahasa diplomatik, yang mungkin enak terdengar di telinga publik umum tapi nyatanya sangat pahit untuk dirasakan oleh mayoritas rakyat Indonesia yang nasibnya miskin dan tak berdaya karena tidak memiliki keadilan, dan hak asasi manusia dalam kehidupan sehari-harinya.

Dikatakan pula di berita internet tersebut bahwa kemitraan komprehensif RI - AS, perdagangan dan investasi, sebagai salah satu isu penting untuk memperkuat dan meningkatkan hubungan serta kerjasama bilateral RI-AS di dalam bidang pembangunan politik dan ekonomi, mencakup aspek pembahasan soal demokrasi, pluralisme dan toleransi serta outreach ke negara negara Muslim. Hal ini tentunya juga berkaitan erat pada persoalan penanganan anti terorisme, pelanggaran HAM dan korupsi di Indonesia yang sedang berkembang luas.

Berkaitan dengan kunjungan kenegaraan SBY ke Belanda dan sikap politik luar negeri Indonesia akibat "pembatalan di menit menit terakhir" itu sempat menjadi isu spektakuler, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Isu tersebut yang dibangkitkan oleh media cetak dan internet, telah menimbulkan reaksi pro dan kontra yang semata-mata hanya retorika politik yang sedap didengar oleh para penggemar gosip politik.

Simaklah isi berita di situs koran De Telegraaf, tgl 5 oktober 2010, jam 13:59, berjudul "Hirsch Ballin gaf toelichting aan ambassadeur" (Hirsch Ballin telah memberi informasi ke Duta Besar). Menurut Menteri Kehakiman Belanda, Ernst Hirsch Ballin, mengatakan bahwa sebelumnya ia telah menelepon duta besar Indonesia F. Habibie dua kali berturut-turut, dimana ia menjelaskan bahwa akan ada tuntutan ke pengadilan dari warga negara Belanda melalui pengadilan di Den Haag, tuntutannya soal urusan pelanggaran hak asasi manusia di Indonesia, jika tuntutan itu berhasil dikabulkan oleh pengadilan, maka SBY bisa ditangkap sewaktu mendarat di lapangan terbang Schiphol. Itulah konsekwensi SBY di Eropa dalam menghadapi gugatan hukum secara individu dari seorang warga negara Belanda.

Di koran yang sama telah memuat pula tanggapan salah satu pengamat politik Indonesia bernama Sumowigeno dari CINAPS, ia direktur kajian politik Center for Indonesia National Policy Studies, tulisannya berjudul "afzeggen bezoek toont zwakte Indonesië" (pembatalan kunjungan menunjukan kelemahan Indonesia). Ia mengatakan kalau memang benar ada ancaman proses hukum di Belanda selama SBY berkunjung, mestinya Presiden Yudhoyono "fight", sebagai pemimpin negara besar. "Tak ada diplomasi yang berjalan kalau masalah yang ada bukannya dihadapi tapi dihindari," katanya.  Iapun percaya bahwa hubungan diplomatik Indonesia dengan Belanda hanya bisa maju bila mau "membereskan isu-isu separatis yang mengancam hak asasi manusia di Indonesia".

Dalam versi cerita di media cetak dan internet ada pendapat salah satu pengamat politik Indonesia yang menganggap bahwa "tidak tepat" peranan politik luar negerinya SBY itu, hal tersebut telah menggelitik keingintahuan lebih lanjut tentang apa sih sebenarnya latar belakang dari tujuan kunjungan kenegaraan SBY ke Belanda itu? Lalu, sampai sejauh mana hitungan untung dan rugi dalm kepentingan ekonomi Indonesia dan Belanda bila dikaitkan dengan persoalan korupsi, pelanggaran HAM dan pembangunan politik dan ekonomi hanya untuk stabiltas dan keamanan?

Sehubungan dengan kunjungan kenegaraan tersebut, yang utama dan terpenting adalah untuk menandatangani kemitraan Comprehensive Partnership Agreement (BPA), yang mana sebelumnya sudah ada agenda kerangka kerjasama untuk peluang bisnis dalam hubungan perdagangan dan investasi, dan telah disusun serta disepakati dulu oleh Menteri Luar Negeri Wirajuda bersama wakil dari kabinet Balkenende.

Dalam agenda kerjasama BPA tersebut - menurut laporan catatan dari parlemen Belanda tahun lalu - pembahasannya mengarah pada hal isu-isu pembangunan politik dan ekonomi untuk stabilitas dan keamanan. Berkaitan dengan agenda  sosial dan ekonomi, sosial, budaya dan konsuler, yang mengacu urusan internasional, antara lain dibahas mengenai peranan dukungan Belanda, yang mencakup upaya SBY untuk memperbaiki dan meningkatkan kehidupan sosial dan ekonomi di daerah konflik. Hal ini dinilai penting oleh pihak Belanda untuk mengurangi "ketegangan" sosial karena adanya persoalan pelanggaran HAM seperti di Aceh, Maluku, Poso dan Papua.

Termasuk juga pembahasan laporan catatan dari parlemen Belanda mengenai undang-undang otonomi khusus tahun 2001 dan masalah menangani persoalan HAM di Papua, memang ada tawaran dari pihak Papua ke alamat SBY agar ada mediasi internasional dari dua anggota Kongres Amerika Serikat, dan menurut pendapat pihak Belanda merupakan masalah internal Indonesia. Akan tetapi Belanda akan tetap siap mendukung upaya tersebut, bila dibutuhkan, misalnya membantu melalui proyek-proyek di bidang pembangunan proyek-proyek sosial, ekonomi dan pembangunan kapasitas kehidupan di Papua.

Kalau dilihat dari peluang bisnis dalam hubungan perdagangan antar kedua belah pihak, menurut data laporan keuangan departemen luar negeri Belanda untuk hubungan dagang dengan Indonesia sampai tahun 2006, Indonesia telah lama mendapat surplus dalam perdagangannya dengan Belanda. Total nilai impor Belanda sebesar hampir € 1,7 miliar, sedangkan ekspor Belanda ke Indonesia selama periode yang sama sekitar € 66.700.000. Ini berarti surplus sebesar € 1.217.000.000 telah mendukung perekonomian Indonesia. Impor Belanda dari Indonesia terdiri dari makanan, minyak hewan dan minyak nabati, batubara, mesin dan peralatan transportasi, mesin peralatan kantor dan pengolahan data otomatis, furnitur, pakaian dan sepatu. Belanda terutama mengekspor mesin dan peralatan transportasi, bahan kimia, logam dan logam bekas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun