Mohon tunggu...
M. Irsyad Maulana
M. Irsyad Maulana Mohon Tunggu... Makeup Artist - Mahasiswa

ZONA BACA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menghadapi Pendidikan Islam di Era Globalisasi

20 Januari 2021   17:43 Diperbarui: 20 Januari 2021   17:52 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pancasila dan Kewarganegaraan, Bahasa Indonesia, Matematika, Seni Budaya dan Keterampilan (termasuk muatan lokal), Pendidikan Jasmani, Olah dan Kesehatan (termasuk muatan lokal). Dengan dikuranginya beban Ini diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk merasakan dunia kanak-kanak, bersosialisasi, berinteraksi, berkomunikasi bergaul, bermain dan melakukan berbagai kegiatan lainnya yang penuh makna Siswa SD sekarang tidak kagi dibebani dengan membawa buku yang berat di punggungnya yang menyebabkan bisa bongkok, karena keberatan menggeriding buku setiap hati. Rasa simpati, empati, bersahabat, bersosialisal, pengenalan lingkungan, dan keceriaan diharapkan dapat tumbuh dan berkembang pada pribadi peserta didik, sehingga mereka dapat tumbuh secara wajar.

Ketiga, memadukan model pendekatan dan metode pembelajaran yang memadukan antara pendekatan behaviorisme dengan pendekatan konstruktivisme yang berbasis ilahiyah. Pada pendekatan behaviorisme pembelajaran banyak berpusat pada guru (teacher centris), didasarkan pada konsep belajar sebagai memberikan, menimba, dan mengumpulkan ilmu sebanyak-banyak, menempatkan siswa seperti kertas putih yang dapat ditulis apa saja, gelas kosong yang dapat diisi apa saja, atau lilin di atas meja (tabularasa) yang dapat dibentuk apa saja.

Behaviorisme dengan tokohnya John Locke, Skinner dan Pavlop, mendasarkan teorinya bahwa yang menentukan anak adalah lingkungan. Pendekatan behaviorisme dengan pendekatan pendidikan model banking sistem ini telah menyebabkan anak didik kurang kreatif, kurang mandiri, verbalistik, dan hanya sebagai reserver." Dengan pendekatan ini, maka metode pengajaran yang digunakan adalah ceramah, teladan, dikte. hafalan, dan sebagainya. Sementara itu, pada pendekatan konstruktivisme pembelajaran banyak berpusat pada siswa (student centris), didasarkan pada konsep belajar sebagai menumbuhkan, menggali, membina, mengembangkan dan mengaktualisasikan potensi dan kemampuan yang terdapat pada diri anak, sehingga menjadi aktual dan dapat menolong dirinya, masyarakat, bangsadan negaranya.

Konstruktivisme dengan tokohnya William Stern, Thorn Dieke dan Inin-lain, mendasarkan teorinya bahwa yang menentukan dan memengaruhi pribadi peserta didik adalah bakat bawaan sejak lahir (heredity). Metode yang digunakan adalah penciptaan lingkungan, penyediaan sarana prasaniu, media, situasi dan kondisi dan lainnya yang menyebabkan tumbuhnya kreativitas peserta didik. Metode yang digunakan, antara lain CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), Quantum Learning CTL (Contexual Teaching Learning), PBL (Problema Based Learning), dan lain sebagainya " Sebagian ahli pendidikan Islam berpendapat, bahwa pembelajaran dalam Islam adalah konvergensi atau perpaduan antara behaviorisme dan konstruktivisme.

Pendapat yang sering didasarkan pada hadis Riwayat Bukhari-Muslim: kullu mauludin yuladu ala at fitrah fa abuwoh ayuahawidanihi, au yumassinihi au yunassiranihi: setiap anak yang dilahirkan membawa fitrah dan kedua orangtuanyalah yang menyebabkan anak tersebut menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. Fitrah disamakan dengan pembawaan dari dalam (nativisme), dan kedua orangtua disamakan dengan lingkungan. Perpaduan dari dalam dan dari luar itulah yang memengaruhi peserta didik. Namun perlu ditegaskan di sini, bahwa baik behaviorisme (empirisme), konstruktivisme (viativisme), maupun perpaduan antara keduanya (convergensi) dari William Stem, semuanya itu masih bersifat anthropo-centris, berpusat pada manusia sepenuhnya dan belum melibatkan Tuhan. Di dalam pendidikan Islam yang berideologi humanisme feo-centris, bahwa yang menentukan keberhasilan pendidikan adalah perpaduan antara usaha manusia dan nidayah Tuhan

Keempat, menggunakan manajemen yang memadukan antara pendekatan sistem dan infrastruktur dengan pendekatan yang berbasis perilaku manusia Dengan pendekatan sistem dan infrastruktur memungkinkan berbagai pelayanan dapat diberikan kepada pelanggan, tanpa membedakan antara satu dan lainnya, dan tanpa harus mengenal owner dari sebuah lembaga pendidikan. Manajemen pendidikan seperti Total Quality Management (TQM), ISO dan semacamnya adalah berbasis pada pemberian kepuasan kepada pelanggan dengan berbasis pada sistem dan infrastruktur. Pendekatan ini menempatkan manusia sebagai alat atau elemen dari sebuah organisasi, yang terkadang kurang diperlakukan secara manusiawi.

Manajemen itu menyebabkan hilangnya kehangatan hubungan yang bersifat kekeluargaan. kering jiwa dan makna yang dapat memicu ketidakpuasan dalam bentuk unjuk rasa dan demo. Manajemen yang berbasis sistem dan infra-struktur ini perlu dilengkapi dengan manajemen yang berbasis pada perilaku yang didasarkan pada hubungan dan komunikasi yang akrab, kepemimpinan yang efektif, budaya kerja yang unggul (great culture), reward and funishment yang adil. Culture yang demikian itu selanjutnya menjadi sumber nilai, sumber inspirasi. sumber imajinasi, sumber orientasi, dan menjadi pandangan kerja (cognitive framewor). Dengan cara seperti ini akan lahir para pekerja yang unggul dan memiliki etos kerja yang tinggi (great employer).

Kelima, dengan memperkenalkan kembali visi, misi dan tujuan pendidikan agama Islam secara komprehensif. Hal ini penting dilakukan, karena selama ini masyarakat dunia belum mengenal pendidikan agama Islam secara utuh. Mereka baru mengenal Islam hanya aspek fikih saja, tasawufnya saja, atau teologinya saja. Akibat pemahaman Islam yang demikian, maka terjadi fragmentasi, bahkan konflik di kalangan intern umat Islam sendiri, seperti antara Syi'ah dan Suni, Ahmadiyah, dan sebagainya.

Melalui pendidikan agama Islam, ini dapat dikemukakan, bahwa Islam adalah agama dunia. sesuai dengan pesan Al-Qur'an surat Al-Anbiya (21): 107 yang menyatakat caklah aku urus enakan Muhammad melainkan agar menjadi rahmat bagi seluruh alam Berdasarkan visi ini, maka pendidikan agama dalam mengemban misi mengeluarkan manusia dari kehidupan gelap gulita lepada kehidupan wrang benderang (Lyukhrjakum minada dzulumat ila al-nu) (O5 Brahim, 14D, Memberantas sikap jahiliyah (keras kepala, menguramakan wujuan jangka pendek, tertutup hati, mata dan telinganya dari kebenaran) (OS AL Path, 148126) menyelematkan manusia dari tepi jurang kehancuran (OS AL Imran, [3 103), melakukan pencerahan batin, pikiran dan perbuatan (QS ALIsra' [17]i 82); mencegah timbulnya bencana di muka bumi (OS AL Aral, 12) 56).

Sedangkan tujuannya adalah untuk membina segenap potensi (isik pancaindra, akal, hati nurani dan spiritual) secara utuh dan unggul Agar dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai khalifah di muka bumi dalam rangka ibadah kepada Allah Swi. Selain itu, pendidikan agama Islam uga memiliki karakteristik ajaran Islam itu sendiri, yakni komprehensif, kritis, humanis, militansi moderat, dinamis, toleran, kosmopolit, responsif, progresi inovatif, dan rasional (masuk akal) Visi, misi tujuan dan karakter pendidikan Islam yang demikian itulah yang diyakini, bahwa pendidikan Islam dan menjawab tantangan era globalisasi dan mengubah menjadi peluang dan keberkahan bagi umat manusia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun