Mohon tunggu...
Mirna Basthami
Mirna Basthami Mohon Tunggu... Arsitek - Mirna Basthami

Arsitek lulusan Universitas Islam Indonesia dan Magister di bidang Urban Design lulusan Universiti Putra Malaysia dengan kajian utama Pedestrian Walkway for All. Tertarik pada bangunan tua,kota tua,sejarah kota,Kota Berkelanjutan, dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senja di Kyoto

4 Agustus 2021   10:11 Diperbarui: 4 Agustus 2021   10:29 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seandainya matahari bisa  berputar lebih cepat. Seandainya hari tak sampai duapuluh empat jam. Ingin rasanya malam ini cepat berlalu. Ingin rasanya secepat kilat cahaya untuk menginjakkan kaki di salah satu kota terindah di dunia ini --- konon katanya.....salah satu destinasi impian di dunia.... Kyoto! Kyoto dulu sempat menjadi ibukota negara Jepang sebelum dipindahkan ke Tokyo pada tahun 1869. Terkenal sebagai kota seribu kuil di Jepang. Suasana kota ini memang tidak sesibuk Tokyo. Tenang dan sangat menghanyutkan. 

Ini terasa ketika Matahari, nama dirinya yang diberikan oleh orangtuanya karena kelahirannya ketika pas matahari mulai terbenam menjingga indah dan nama yang selalu dianggap aneh oleh orang lain---- menyusuri kota ini. Hanya ketenangan dan kedamaian yang dirasakannya. Sesuai dengan suasana hatinya saat ini, perlu kota yang tidak terlalu hiruk pikuk. Terlihat dari bis yang masih ditumpanginya, pusat perbelanjaan pun tidak sebesar, seramai dan sebanyak di kota lainnya. Terlihat masih banyak rumah-rumah yang berarsitektur tradisional yang terlihat di sepanjang jalan. Menyatu dan tetap bertahan di tengah kemoderenan kehidupan. Sungguh indah cara kota ini menghargai sejarah dan budayanya. 

Dari beberapa istana di kota ini, yang terkhusus dia kunjungi dihari pertamanya di kota ini adalah Nijo Castle yang dibangun oleh Shogun Tokugawa pada tahun 1603. Letak istana yang sangat strategis di tengah kota Kyoto. Dari pusat kota Kyoto tadi, Matahari menaiki bis Kyoto Sightseeing yang berbayar 1200 Yen untuk satu hari penuh. Cukup mengantarkannya ke titik-titik tempat pariwisata di sini. Sangat efisien terhadap waktu. Dia hanya tinggal menunggu di halte yang telah ditentukan oleh mereka.

Sebelum sampai di kota ini, sebelumnya ia mempelajari dahulu sejarah negara ini supaya ia lebih bisa memiliki kenangan indah tentangnya. Pada masa dulu, ternyata shogun mempunyai pengaruh yang besar daripada kaisar. Dan, istana ini merupakan istana yang pertama kali dibangun oleh shogun. Dari kejauhan, dari tempat ia diturunkan oleh bis tadi, sudah terlihat bangunan sebuah istana.

Para turis tinggal melangkah tak begitu jauh dari halte bis ini berhenti. Terlihat tembok tinggi berwarna putih terluar dari istana ini menuju gerbang utamanya. Sungguh hanya kekaguman yang tersirat di dalam pikirannya. Terlihat dari luar balok-balok yang sungguh sangat besar. Parit-parit yang dibuat mengelilingi istana. Konon sebagai sistem pertahanan zaman dulu.

Akhirnya tak terasa Matahari tiba di depan gerbang utama Noji Castle. Memasuki gerbang sebagai penanda eksplorasi untuk istana ini telah di depan mata. Begitu mendekati Noji Castle yang dirasakan hanya keheningan. Entah energi apa yang membuat seperti tak ada suara pun di area ini. Atau mungkin para turis hanya sibuk mengagumi arsitektur istana yang indah ini dalam keheningan. 

Tak sabar kaki-kaki segera melangkah menuju bangunan utama. Para turis dipersilahkan masuk dengan melepas sepatu dan berganti sandal yang telah disediakan. Terlihat dalam bangunan ini material berupa kayu, kertas dan tatami. Kesederhanaan, kepolosan, kelurusan, dan ketenangan batin. Orang Jepang membangun dengan bahan-bahan yang sangat ringan seperti kayu, bambu, kertas, sutera dan jerami. Seperti ruangan yang tidak dibatasi oleh apapun-terlihat dari sudut manapun. Dinding Noji Castle ini hampir tidak mempunyai materi, adapun materi yang menutupinya hanya berupa kertas tipis saja. Lantai-lantai yang jika diinjak mengeluarkan suara berdecit-decit. Materi yang mengeluarkan suara yang seperti dibiarkan keluar seperti apa adanya. 

Selain bangunan istana ini sendiri, keindahan keberadaan istana ini ditunjang juga dengan keberadaan taman-taman yang indah yang susah untuk dikatakan. Seperti taman di surga, mungkin. Sunyi, senyap dan dirasakan penuh kedamaian. Pohon-pohon yang besar dan desain taman ini sendiri sungguh seperti sebuah lukisan. Lukisan yang nyata. Jika dilihat dari sudut kita berdiri dan memutarkan mata ke seluas mata memandang, indah tak terkatakan.

Dilihatnya beberapa turis yang tadi sempat dihapalnya beberapa wajah dari mereka ketika berada dalam satu bis menuju ke sini tadi. Ada yang satu keluarga. Ada yang sepasang orangtua yang saling berpegangan tangan. Ada dua orang gadis remaja juga. Dan, terakhir yang diingatnya tadi yang duduk di belakang ada yang sepasang, entah sepasang suami istri ataupun sepasang kekasih. Dia hanya melihat sekilas kepala mereka dari balik bangku tempatnya duduk. Dan, sekarang masih agak jauh tapi dia bisa melihat sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta. Terlihat dari cara mereka saling berpegangan tangan dan saling memandang satu sama lain. Matahari tersenyum melihatnya. Dulu, ia pernah mengalami hal itu. Bersama sang pujaan hatinya. 

Matahari membalikkan badannya ke arah lain. Ia lebih menyukai menikmati taman indah di luar seindah nan bak taman firdaus ini. Dirasakannya kaki-kakinya sudah terlalu lelah setelah menelusuri istana ini, ia ingin singgah memasuki untuk menikmati cafe kecil yang ada di sudut sebelah kiri. Dibukanya pintunya. Dari luar tidak terlalu kelihatan bahwa ini sebuah cafe. Keheningan di dalamnya juga sama seperti di luar. Yaitu hening. Tak ada suara. Hanya suara manusia perlahan. Walau terdapat beberapa orang di dalam sini. Sang turis yang sibuk menikmati beberapa sajian makanan dan minuman. 

Matahari membeli es krim berlapis kertas emas yang memang menjadi menu andalan di sini. Setelah siap pesanannya, dibawanya nampan es krimnya kea rah tempat duduk kosong. Matanya mengitari di sekitar untuk mencari bangku kosong yang berada di sudut. Dari dulu, di memang paling menyukai area sudut karena rasanya sangat privacy. Apalagi hari ini ada hal yang ingin dia ucapkan dalam do'anya nanti ketika ia menikmati makanannya ini. 

Happy twenty fifth birthday to me.....

Bisik Matahari sambil memejamkan matanya lalu membuka matanya. Dan menikmati keindahan lapisan emas yang terlihat kuning berkilau di atas es krim matchanya. Dilihatnya ada sepasang sepatu di antara jarak meja yang ditempatinya. Sepatu yang seperti pemiliknya sedang memandang ke arahnya. Ke tempat di mana ia duduk sekarang. Diangkat kepalanya ke arah pemilik sepatu yang rasanya sudah ingin ia labrak karena telah menganggu keheningannya dalam berdo'a barusan. Tapi yang jelas, karena dia malu terlihat tersenyum sendirian barusan tadi sambil memandang es krim emasnya.

" Matahari......," terdengar suara laki-laki menyapanya dengan suara seperti setengah berbisik.

Tanpa ragu, Matahari mengangkat kepalanya dengan cepat karena terdengar pemilik sepatu yang dilihatnya dari sela-sela meja ini barusan memanggil namanya dengan sangat jelas. 

" Mas...", hanya kalimat ini yang bisa keluar dari mulut mungilnya saking ia terkejut dengan sosok yang ada dihadapannya sekarang ini. Yang ada dengan jelas adalah mulutnya terbuka dengan jelas menggambarkan huruf O besar saking terkejutnya melihat sosok yang ada di depannya ini sekarang.

" Kamu...lagi apa di sini?," tanya sosok laki-laki yang ada di depannya ini sekarang sama dengan dirinya saat ini, dengan wajah terheran-heran dan terkejut.

" Aku?," Matahari menunjukkan jari telunjuknya ke arah dirinya balik dengan pernyataan kalimat pertanyaa. " Aku....liburan," akhirnya dia bisa menjawab dengan singkat walpun terdengar masih terbata-bata. Ah, apa perduliku, ujarnya dalam hati.

" Oh...sama siapa?," tanyanya lagi.

" Sendiri. Mas sama siapa?," tanyanya balik.

" Aku...sama....istriku," jawab laki-laki ini perlahan sambil memandangi wajah Matahari mendalam dan mencoba memandangi mencari cahaya di dalam matanya Matahari. Mata yang dulu sempat lama ia cintai. Wanita yang ia sangat cintai secara mendalam. Dulu. Matahari. Nama yang selalu terukir indah di hatinya. Susah untuk melupakan nama ini, baginya. Sebab, kehidupan selalu membawa nama ini sehari-hari bersamanya. Apalagi ketika ia menatap dan merasakan cahaya pagi, siang dan menjelang sinar jingga memeluk bumi. Di situlah lagi hatinya ada rasa 'perih'. Pilihan yang susah dalam hidupnya. Terkadang, memang dunia sangat kejam. Dan, ia mengalaminya dan menjalani pilihannya sekarang ini dengan kekejaman dunia. Biarlah hanya ia yang tahu mengapa ia meninggalkannya. Matahari patut mendapatkan yang lebih baik dari dirinya.

" Oh....," terdengar jawaban Matahari perlahan sambil menatap meja yang ada di pandangan wajahnya sekarang ini.

" Matahari, aku senang banget bisa berjumpa kamu kembali setelah sekian lama. Di sini lagi. Di Kyoto. Hmm...Jaga dirimu baik-baik ya".

" Iya, Mas. Terimakasih," sahutnya sambil tersenyum tipis kea rah wajah laki-laki ini dan segera Matahari mengangkat gelas es krim yang dibelinya tadi. " Aku duluan, Mas," sambil memberikan senyuman terindahnya ke laki-laki yang dulu------tanpa pernah ada kabar langsung atau angin tau apapun itu, menghilang begitu saja. Ghosting, istilah zaman sekarang.

Udara dan taman di luar ini rupanya bisa memberikan oksigen ke diri Matahari yang sedari tadi hamper kehabisan nafas, rupanya. Keindahan, kenikmatan suasana, efisiensi kegunaan dan keheningan yang didapatkannya di luar sini benar-benar bisa membawa dirinya melupakan sosok barusan yang membuat nafasnya sempat rasanya terhenti sejenak tadi. Memang, ciri khas Arsitektur Jepang. Ada gambaran jiwa orang Jepang di dalam berarsitektur. Dan Noji Castle salah satu gambaran asli arsitektur Jepang, seperti tidak ada keegoan dalam jiwa bangunannya. Seperti menyatu dengan alam. Dan, seperti dirinya saat ini. Ia mencoba mengontrol egonya sebagai manusia pecinta seorang laki-laki yang buruk!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun