Mohon tunggu...
Mirna Adriyanti
Mirna Adriyanti Mohon Tunggu... Lainnya - UNIVERSITAS JEMBER

ingin tau segala hal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Di balik Fluktuasi Nilai Tukar: Apakah stabilitas Ekonomi Sedang Terancam?

3 Desember 2024   05:56 Diperbarui: 3 Desember 2024   06:32 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Fluktuasi nilai tukar atau volatilitas Rupiah sering kali menjadi perhatian utama dalam perekonomian Indonesia. Sebagai negara berkembang dengan ekonomi terbuka, Indonesia menghadapi tantangan besar dalam menjaga keseimbangan antara daya saing ekspor, stabilitas harga domestik, dan arus modal asing. Saat volatilitas nilai tukar meningkat, pertanyaannya bukan hanya tentang bagaimana pemerintah dan Bank Indonesia (BI) merespons, tetapi juga apakah perekonomian Indonesia cukup tangguh untuk menahan dampaknya.

Volatilitas Nilai Tukar: Sebuah Fenomena Global

Nilai tukar mencerminkan kekuatan ekonomi suatu negara relatif terhadap mitra dagangnya. Namun, di era globalisasi, nilai tukar sering kali lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal dibandingkan dengan fundamental ekonomi domestik.

Dalam teori Purchasing Power Parity (PPP), nilai tukar yang ideal seharusnya mencerminkan perbandingan harga barang antarnegara. Namun, kenyataannya, faktor-faktor seperti kebijakan moneter di negara maju (contohnya suku bunga The Fed), sentimen pasar, dan volatilitas harga komoditas dapat mendistorsi nilai tukar dari keseimbangan teoritisnya.

Untuk Indonesia, sebagai eksportir komoditas utama seperti batu bara dan minyak kelapa sawit, harga komoditas global menjadi salah satu pendorong utama fluktuasi Rupiah. Ketika harga komoditas turun, penerimaan ekspor menurun, dan tekanan pada Rupiah meningkat.

Dampak Volatilitas Rupiah pada Stabilitas Ekonomi

1. Inflasi dan Daya Beli Masyarakat

Fluktuasi nilai tukar langsung memengaruhi harga barang impor, terutama barang konsumsi dan bahan baku industri. Pelemahan Rupiah meningkatkan harga impor, yang dapat memicu imported inflation. Bagi masyarakat, ini berarti biaya hidup yang lebih tinggi, terutama untuk kebutuhan pokok seperti makanan, energi, dan transportasi.

Sebaliknya, eksportir mendapatkan keuntungan dari pelemahan Rupiah karena barang mereka menjadi lebih kompetitif di pasar internasional. Namun, ketergantungan industri Indonesia pada impor bahan baku mengurangi manfaat ini, menciptakan situasi di mana pelemahan Rupiah lebih banyak memberikan tekanan dibandingkan keuntungan.

2. Kondisi Fiskal dan Utang Luar Negeri

Indonesia memiliki porsi utang luar negeri yang signifikan, baik dari sektor publik maupun swasta. Ketika Rupiah melemah, beban pembayaran utang dalam mata uang asing meningkat, yang pada akhirnya membebani anggaran pemerintah dan neraca keuangan korporasi. Dalam teori Balance of Payments, tekanan pada neraca pembayaran akibat pelemahan nilai tukar dapat memicu defisit yang sulit diatasi tanpa intervensi kebijakan besar-besaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun