Imunisasi Wajib
Bekas imunisasi yang ada di lengan atas kanan atau kiri pada masyarakat Indonesia menjadi pengingat bahwa imunisasi memang digalakan semenjak lama dan paa orde baru masyarakat belum berani menolak secara terang-terangan. Tetapi justru di era reformasi dengan kebebasan berpendapat, masyarakat belum bisa memilah egoismenya dan latar belakang alasan yang kuat mengapa banyak yang menolak untuk melakukan imunisasi.
Akhirnya wabah difteri kembali mengalami kejadian luar biasa di Indonesia, dan dalam kasus campak rubella sangat disayangkan Indonesia masih berada di sepuluh besar dunia penderita campak rubella terbanyak.
Bangladesh, India, Maladewa sudah dieliminasi karena masyarakatnya memiliki angka cakupan yang tinggi dalam imunisasi, dikhawatirkan juga bila Indonesia target cakupannya turun akan lebih banyak lagi anak-anak yang mengalami penyakit tertentu akibat tidak mendapatkan imunisasi, dan penduduk luar negeri enggan datang berwisata ke Indonesia.
Fakta Seputar Imunisasi
Sebenarnya imunisasi sendiri sudah menjadi pembahasan jauh sebelum tahun 1900, dimana para peneliti dan ahli kesehatan juga mencaricara yang efektif untuk mencegah penyakit yang berbahaya. Ditelusuri juga  mulai 1960, AS telah melakukan langkah preventif demi membasmi potensi penularan penyakit campak melalui program vaksinasi. Hanya saja, kemudian penyakit itu kembali muncul lantaran banyaknya penolakan atas pencegahan penyakit tersebut, sungguh sebuah pertahanan yang sebnarnya kurang bertanggung jawab bila ditinjau dari kepentingan banyak orang.
Diketahu juga bahwa penolakan vaksin atau imunisasi telah menjadi sebuah gerakan global. Tak terkecuali, di Indonesia. Kondisi serupa juga terjadi seiring digelarnya program imunisasi nasional berbasis vaksin MR (Measles Rubella) fase kedua, yang dijadwalkan berlangsung pada kurun Agustus -- September 2018. Alhasil, dari target cakupan semula sebesar 95%, baru terealisasi kurang-lebih 40%.
Ada dua faktor kuat yang melatar belakangi adanya penolakan terhadap vaksin dalam melakuka imunisasi, :
- Pertama, berbasis sikap teologi keagamaan yakni perihal haram atau halal berkaitan dengan kandungan vaksin.
- Kedua, skeptisisme akan efektivitas kerja vaksin untuk menanggulangi penyebaran penyakit. Sekaligus juga munculnya kekhawatiran kuat terhadap keamanan vaksin (per se) bagi kesehatan anak-anak.
Menurut pembuktiannya yang terukur menjelaskan dan diyakini, imunisasi merupakan cara yang sangat efisien dan efektif karena murah, mudah, dan ampuh untuk mencegah dan menurunkan morbiditas penyakit tertentu dan sekaligus memutus rantai penularannya.