Penguatan Nilai Dolar AS
Menyeuarakan masyarakat untuk dapat memilih menggunakan produk lokal agar mengurangi impor dan menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia sehingga tidak mengalami defisit yang lebih berkepanjangan.
Tetapi pencabutan subsidi BBM tidak membuat masyarakat meninggalkan penggunaan BBM untuk pribadi dan pertmbuhan kendaraan pribadi tiap tahun terus naik, jadi daya beli BBM walaupun naik menjadi 10.000 hanya terasa suntikan imuninasi yang tidak menyakitkan bagi kalangan orang-orang kaya yang menggunakan kendaraan pribadi.Â
Tetapi pencabutan subsidi BBM seperti jentikan jemari Thanos dengan 5 batu yang seakan menghempaskan rakyat miskin, karena harga kebutuhan juga ikut merangkak naik  ketikan BBM naik.
Impor BBM yang begitu kencang juga salah satu faktor yang mempengaruhi nilai rupiah semakin melemah, tingginya impor di Indonesia membuat pemerintah harus kembali meninjau dan evaluasi secara cepat dalam mengatasi kekhawatiran massyarakat yang mulai ketar-ketir melihat nilai dolar AS menembus angka Rp. 15.000.
Belum berhasilnya bangsa Indonesia menahan serbuan impor di Indonesia membuat semakn tingginya permintaan dolar dan makin sulitnya meminang rupiah ddalam perdagangan dunia. Dolar AS yang semakin kuat juga karena pesaingnya semakin tertinggal jauh.
Jadi kericuhan suasana hati masyarakat tentulah wajar dalam menyikapi peristiwa ini, khawatir akan semakin sulitnya membelanjakan rupiah.
Suasana kubu politik juga makin memiliki argumen memberikan opini akan kuatnya nilai dolar AS, kalau sisi pemerintah meminta masyarakat untuk tidak terlalu khawatir dan gegabah mengambil tindakan karena ini bukan kiamat, dan sisi lawan mengatakan bahwa perhatian pemerintah dalam sektor ekonomi masih kurang juga terkesan menutupi-nutupi krisis yang terjadi. Jadi mau percaya yang mana ?
Penguatan Dolar AS Terjadi, Mengapa Demikian ???
Konfirmasi terkait hal ini, dipaparkan bersama dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9), bersama dengan beberapa nara sumber yang kompeten.
Kepala Departemen Internasional Bank Indonesia Doddy Zulverdi, menjelskan nilai tukar itu adalah salah satu indikator ekonomi yang namanya relative price, yaitu harga relatif. Dia tidak bisa dilihat sebagai angka absolut. Angka 15 ribu sekarang beda dengan 15 ribu 20 tahun lalu, jelas beda. Jadi jangan serta merta disamakan. Ini salah satu pemahanan yang harus kita tanamkan ke berbagai pihak.
Ada faktor internal dan eksternal yang menyebabkan semakin melambungnya nilai dolar AS, yang berdampak pada sejumlah negara, tidak hanya di Indonesia. Kepala Departemen Internasional Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir menjelaskan Faktor Eksternal, adanya kebijakan suku bunga dari Bank Sentral AS, tersebarnya statement Donal Trumpt juga isu perang dagang antara AS -- China, masalah krisis ekonomi yang terjadi di sejumlah negara contohnya Turki.Â
Faktor Internal antara lain, kekhawatiran berlebih dari para pelaku pasar keuangan, contonya ditekankan oleh Iskandar Simmorangkir, "ketakutan yang berlebihan itu tidak bagus. Saya banyak melakukan riset, bahwa kalau kita berpikiran negatif itu bisa mengakibatkan hal negatif. Contohnya, terjadinya krisis perbankan, walau sebenarnya banknya sehat. Cuma kalau nasabah berbondong-bondong tidak percaya, bisa bangkrutlah itu bank. Itulah sebabnya. jangan memberi informasi yang bisa membuat kita semua panik,".
Selain mewaspadai inflasi, pemerintah juga akan memperhatikan kondisi neraca perdagangan. Hal ini terkait sejumlah kebijakan pemerintah AS yang mencerak lebih dari 8 miliar dolar pada 2008.Yang mana, itu diikuti krbijakan penaikan tarif yang berdampak pada menurunnya perdagangan dunia.
bila mencari informasi lebih lanjut di sejumlah negara sepert Australia, Korea, Malaysia, Thailand, nilai tukar bergerak itu nyaris tidak pernah jadi berita besar, kecuali perubahannya sangat cepat.Â
Orang tidak melihatnya sebagai angka psikologis, tapi seberapa cepat bergeraknya. Jika angka bergerak hanya 8% seperti saat ini dibandingkan semisal naik dari level 2.500 sampai ke 15 ribu, ya jelas berbeda, itu sangat jauh kenaikannya. Kemudian pemerintah mencoba untuk tanamkan ke masyarakat, nilai tukar jangan dilihat dari levelnya, tapi lihat pergerakannya.
Pemerintah memastikan kondisi ekonomi makro saat ini sangat berbeda dengan yang terjadi saat krisis tahun 1998. Memang ada inflasi yang terjadi tetapi tidak sebesar pada tahun 1998, sebesar 78,2%, sementara sekarang hanya 3,2%. Tahun 98 berapa cadangan devisanya? 23,62 miliar USD, sementara sekarang 118,3 miliar USD. Tahun 98 berapa tingkat kredit macet? lebih dari 30%, sekarang hanya 2,7% dan trennya terus turun, dan lain sebagainya.
Dapat dilihat informasi tahun 2018 merupakan tahun yang menjadi titik keberhasilan di pemerintahan saat ini, seperti begitu cepatnya pembangunan infrastruktur, kemegahan dan kesuksesan penyelenggaraan Asian Games 2018, walaupun belum ada data terkait untung atau rugi dalam segi ekonomi, penggaguran menurun, dari data BPS juga kemiskinan menurun dan yang menjadi soroton prestasi Menteri Kuangan Sri Mulyani, menjadi menteri keuangan terbaik dunia pada Februari 2018 di ajang World Government Summit, melengkapi asumsi bahwa ekonomi Indonesia sudah di koodinasi dengan sebaik mungkin.
Patut menjadi perhatian serius juga adalah laju impor yang semakin membuat nerasa perdagangan Indonesia berat sebelah atau defisit, dan memanjakan masyarakat dengan produk-produk impor tetapi di satu sisi juga belum berbuat banyak terhadap hasil dari negeri sendiri.
Himbauan pemerintah kepada masyarakat seperti belilah produk lokal, menunda infrastruktur yang menggunakan komponen impor lebih banyak, kurangi belanja di luar negeri dan berliburan di Indonesia serta penggunaan Biodiesel bercampur denngan solar seharusnya bisa membantu dalam menjaga stabilitas nilai rupian juga mendorong dalam meningkatkan laju ekspor di Indonesia.
Tak hentinya Indonesia masih berselimut dalam berbagai ketimpangan prestasi dan wanprestasi meroketnya pertumbuhan ekonomi belum diimbangi kesejahteraan petani, bahkan masyarakat Indonesia yang berjumlah ratusan juta jiwa. Percaya bahwa pemerintah dapat melakukan kebijakan yang terbaik dengan tujuan kemakmuran rakyat dengan mengaca dan evaluasi dalam pengambilan keputusan berikutnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H