Mohon tunggu...
Muhammad Irfan Hilmy Yusuf
Muhammad Irfan Hilmy Yusuf Mohon Tunggu... Karyawan Swasta -

Writer @ Alodokter.com. Microbiologist, Penggemar Film dan Serial berkualitas, pembaca buku. Biasa menulis di situs Alodokter.com dan mirfanhy.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Al-Quran Bukan Buku Sains

13 Juni 2017   10:25 Diperbarui: 13 Juni 2017   14:42 3121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Alif Lam Mim. Kitab ini (Al-Quran) yang tidak ada keraguan di dalamnya dan sebagai petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa" (Al-Baqarah : 1-2)

Dalam bahasan saya tentang Al-Quran bukan buku sains saya lebih menyoroti penggunaan Al-Quran sebagai parameter penerimaan kebenaran sains. Selain itu, saya juga menyoroti perilaku muslim saat ini terutama di Indonesia yang seringkali memahami ayat-ayat Al-Quran yang berhubungan dengan fenomena sains secara tekstual. 

Fenomena pertama, yaitu penggunaan Al-Quran sebagai parameter penerimaan kebenaran sains, sering saya temukan pada penolakan terhadap teori evolusi. Kebanyakan argumen penolakan yang saya temukan adalah ketidaksesuaian antara teori evolusi dengan penciptaan yang dijelaskan dalam Al-Quran. Selain itu, penolakan terhadap evolusi yang didasari kreasionisme dalam Al-Quran, juga kebanyakan disebabkan oleh ketidakpahaman terhadap evolusi itu sendiri. Jika merujuk di dalam Al-Quran, berbagai ayat yang menyebutkan penciptaan Nabi Adam sebagai manusia pertama, hanya menjelaskan bagaimana Allah menciptakan Nabi Adam dari saripati tanah tanpa disebutkan rincian proses penciptaannya. Contohnya adalah sebagai berikut :

"Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : 'sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang dibentuk'. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud" (Al-Hijr : 28-29).

Dari contoh ayat tersebut, terlepas dari berbagai tafsir tentang penciptaan manusia oleh ulama-ulama terdahulu, terdapat kemungkinan interpretasi sains secara terbuka terhadap proses penciptaan manusia secara ilmiah. Dengan kemungkinan interpretasi terbuka terhadap proses penciptaan Nabi Adam sebagai manusia pertama, klaim yang menolak teori evolusi dengan alasan tidak sesuai dengan Al-Quran jelas diragukan. Keraguan tersebut muncul karena dua hal, pertama karena Al-Quran tidak pernah menjelaskan proses penciptaan manusia secara rinci dan bertahap. Kedua karena teori evolusi justru dapat menjelaskan proses penciptaan makhluk hidup secara umum, khususnya penciptaan manusia.

Sifat Al-Quran yang menjelaskan fenomena sains secara global dan tidak terperinci, membuat Al-Quran tidak bisa dijadikan parameter untuk menerima atau menolak kebenaran sains. Oleh karena itu, menerima atau menolak kebenaran suatu teori sains yang disusun melalui metode ilmiah, tidak dapat dilakukan dengan argumen berlandaskan Al-Quran dengan perbedaan sifat-sifat antara Al-Quran dengan sains. Beberapa perbedaan yang saya temukan :

  • Al-Quran menjelaskan sesuatu secara global, sedangkan teori dan hukum sains dituntut untuk menjelaskan sesuatu fenomena secara rinci
  • ayat Al-Quran yang menyinggung fenomena sains, hanya menyoroti gambaran besarnya. Gambaran besar fenomena sains dalam Al-Quran justru dapat dijelaskan dan dimengerti oleh umat islam melalui penjelasan teori dan hukum sains 
  • ayat Al-Quran yang menyinggung fenomena sains berkemungkinan menunculkan berbagai penafsiran sesuai dengan kaidah dan pendapat ahli tafsir. Sedangkan bukti-bukti dan teori sains tidak boleh mengandung pernyataan yang memicu penafsiran ganda.
  • Sains memiliki metode pengujian/metode penelitian yang tidak dijelaskan di dalam Al-Quran. Namun Al-Quran selalu menuntut kepada pemeluk-pemeluknya untuk berfikir dan mentadabburi tentang berbagai fenomena alam.

Kedua, yaitu kecenderungan memahami ayat-ayat yang bersinggungan dengan fenomena sains secara tekstual. Dalam ayat-ayat yang menyinggung fenomena sains, beberapa golongan masyarakat menafsirkan ayat tersebut secara tekstual. Padahal di dalam Al-Quran serta kajian ulumul Quran, ada ayat-ayat yang jelas maknanya (muhkamat) dan ayat-ayat yang masih perlu penafsiran (mutasyabihat). Saya sendiri cenderung berpendapat bahwa ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan fenomena sains merupakan ayat-ayat mutasyabihat. Alasannya seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, bahwa Al-Quran menjelaskan fenomena sains kebanyakan secara global. Kedua karena tujuan Al-Quran diturunkan bukan hanya untuk menjelaskan fenomena sains. Di dalam Al-Quran, jumlah ayat-ayat yang berkenaan dengan fenomena sains, hanya sekitar 550-700 ayat, atau hanya 10 % dari seluruh ayat Al-Quran.

Contoh ayat-ayat yang ditafsirkan secara tekstual adalah ayat-ayat yang menjelaskan bahwa bumi "dihamparkan". Kaum penganut bumi datar, sering menjadikan ayat-ayat tersebut sebagai dalil bahwa bumi berbentuk datar dan menolak paham bumi bulat dikarenakan tidak sesuai dengan ayat Al-Quran. Beberapa ayat-ayat yang mengandung kalimat "bumi dihamparkan"  adalah :

  • Adz-Dzariyat : 48. Dan bumi itu Kami hamparkan (farasynaha), maka sebaik-baik yang menghamparkan (adalah Kami).
  • Al-Baqarah : 22. Yang menjadikan untukmu bumi sebagai hamparan (firasya)...
  • Al-Hijr : 19. Dan Kami telah menghamparkan bumi (madadnaha) dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.
  • An-Naba : 6 Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan? (mihada).

Klaim kaum penganut bumi datar yang menggunakan ayat-ayat tersebut untuk membantah fakta bumi berbentuk bulat, justru dibantah dengan tafsir beberapa ulama terkait bentuk bumi. Berikut beberapa kutipannya :

"Telah berkata Imam Abul Husain Ibnul Munadi rahimahullah termasuk ulama terkenal dalam pengetahuannya terhadap atsar-atsar dan kitab-kitab besar pada cabang-cabang ilmu agama, yang termasuk dalam thabaqah/tingkatan kedua ulama dari pengikut imam Ahmad: "Tidak ada perselisihan di antara para ulama bahwa langit itu seperti bola. Demikian pula mereka telah bersepakat bahwa bumi ini dengan seluruh pergerakannya baik itu di daratan maupun lautan, seperti bola Dalilnya adalah matahari , bulan dan bintang-bintang tidak terbit dan tenggelam pada semua penjuru bumi dalam satu waktu, akan tetapi terbit di timur dahulu sebelum terbit di barat"  (Syaikhul Islam Ibn Taimiyah)

"Para Imam kaum muslimin yang berhak mendapar gelar imam radhiallahu anhum tidak mengingkari bahwa bumi itu bulat. Tidak pula diketahui dari mereka yang membantah sama sekali, bahkan bukti-bukti dari Al-Quran dan Sunnah membuktikan bahwa bumi itu bulat" (Ibn Hazm)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun