Mohon tunggu...
mira Tiara
mira Tiara Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

saya adalah mahasiswa dari Universitas syiah kuala dengan jurusan Psikologi.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kelakuan ABG

6 Maret 2023   09:49 Diperbarui: 6 Maret 2023   09:50 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Imag sumber gambar oleh : Oleksandr Pidvalnyi _tinyurl.com/anak-laki-laki di Paxsel.com.id e caption

ABG - Tua, usianya masih awal-awal belasan tahun, namun penampilannya jauh lebih dewasa dari usianya. Bibirnya dipulas lipstik warna cerah, gaya pakaiannya pun terkadang jadi terlihat terlalu tua untuk dirinya.Fenomena anak baru gede (ABG) yang berdandan terlalu dewasa. Menurut psikolog klinis dan psikoterapis, Henny  Wirawan, remaja terbiasa mengikuti kebiasaan dan cara bertindak temannya, terutama teman yang lebih populer.Hal ini terkait dengan keinginan remaja untuk diterima dalam kelompoknya.

Itu makanya kerap dilihat sekelompok remaja punya penampilan yang mirip. Hal senada juga disampaikan oleh psikolog Agustina dari Universitas Tarumanagara, yang mengungkapkan bahwa hal tersebut dikarenakan oleh konformitas. Hal ini dapat dikatakan wajar karena remaja sedang berusaha mencari identitas diri dengan mencari gaya seperti apa yang cocok untuk mereka.Tapi juga dapat dikatakan tidak wajar jika penampilannya tidak sesuai dengan usia perkembangannya.

Indikator wajar jika remaja melakukan konformitas pada lingkungan yang benar dan positif. Kerap dijumpai remaja putri yang tampil dengan pakaian ketat.Menurut Debora, "baju ketat pada sebagian remaja adalah cara remaja ingin menunjukkan seksualitas mereka sebagai remaja yang dipengaruhi oleh hormon akibat pubertas." Ingin tampil dewasa di muka umum, juga menjadi alasan bagi remaja untuk mengenakan pakaian ketat.Apalagi jika tayangan di televisi memperlihatkan artis-artis idola remaja yang tampil dengan rok miniDan pakaian ketat, bukan tidak mungkin menjadi inspirasi bagi beberapa remaja untuk tampil demikian. Dikutip dari : artikel detikHealth,

Saya mereasa bahwa fenomena ini terkait dengan teori belajar sosial oleh tokoh Albert Bandura.Bandura juga berpendapat bahwa tingkah laku manusia bukan semata-mata reflek otomatis terhadap stimulus, melainkan jugaAkibat reaksi yang timbul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri, Atau lebih lanjut menurutnya, manusia belajar melalui proses peniruan (imitation) dan penyajian contoh (modelling).Teori belajar sosial menekankan pembiasaan pada proses respon dan peniruan dalam hal perkembangan sosial dan ethical anak didik.Prinsip peniruan atau modelling mengharuskan orang tua para guru dan tokoh masyarakat memberi contoh teladan yang baik agar anak didik dapat meniru dengan baik.

Meski tidak semua buruk, kelakuan anak jaman sekarang memang sering membuat kita geleng-geleng kepala. Berikut merupakan khasus yang saya kutip dari : www.munivmotoblog.com 4 maret, 2016

sumber gambar https://tinyurl.com/habis-Ml-uploud-di-facebook
sumber gambar https://tinyurl.com/habis-Ml-uploud-di-facebook
  • "Jaman sudah berubah dan sosial media menjadikan anak menjadi lupa diri. Seperti apa yang ada didalam foto, dengan bangganya akun FB dengan nama Ina Si Nononk memperlihatkan foto habis gituan dengan pacarnya kemudian di add di social media.Tidak ada asap kalau tidak ada api, begitupun dengan foto yang diunggah oleh Inna bersama cowoknya yang sudah verify melakukan hal yang tidak senonoh (alias ML). Latar belakang sepertinya dikamar sebuah resort dan parahnya lagi setelah melakukan perbuatan yang tidak senonoh tersebut. Ia dengan bangganya mengupload di akun fb miliknya. Sangat tidak senonoh untuk ditiru. Gaya pacaran ABG." (di posting oleh akun Ina Si Nononk 4 maret,2016).

Merurut saya sependapat dengan kutipan di atas, masalah ini sangat serius dan mencerminkan kurangnya pendidikan,proteksi anak zaman sekarang. Kenyaman anak-anak ini untuk berbagi kehidupan private nya di akun media sosial juga sangat megkhawatirkan karena apapun yang di upload akan segera tersebar hanya dengan beberapa menit menjadi viral diikuti dengan ter-ekpose dan mempermalukan orangtua yang mugkin atau tidak mungkin mengetahui anaknya bisa berperilakuan dengan sangat tidak ber-moral, berperilaku seolah-olah sudah dewasa, pergaulan bebas, yang padahal belum tau juga cara mencari nafkah. Hanya tau meminta uang, makan dan tinggal di rumah orangtua nya. Saya yang hanya beberapa generasi lebih tua dari pada mereka sangat merasa malu dan mempertanyakan bagaimana masa depan anak sekarang.

Peran orangtua menjadi pemicu awal baik buruknya seorang anak. Mengapa ?

  • Didikkan orangtua sangat berpengaruh untuk seorang anak. Khususnya, didikan perempuan yang disebut ibu. Sebagaimana yang dikatakan banyak orang, bahwa, seorang ibu merupakan madrasah pertama bagi anak-anaknya. ibu tidak hanya mengasuh, membesarkan, dan memberi makan. Melainkan juga mendidik. Didikkan yang baik, menjadikan seorang anak tumbuh dengan ilmu. Orang yang ber-ilmu, tentu tahu bagaimana cara bersikap dan bergaul.

Tidak ada anak yang tidak bisa di arahkan

  • Anak-anak adalah peniru terbaik. Orangtua cukup memperlihatkan hal-hal positif dan jauhi kata-kata kasar. Ada baiknya ibu atau ayah mengarahkan anak mereka dengan mengenal huruf, menghafal doa-doa ringan, atau aktifitas positif lainnya. Dan untuk anak yang mungkin masih duduk di bangku SD, jangan biarkan mereka megkonsumsi media yang tidak pantas, seperti sinetron yang tidak senonoh. Jika anak diberi fasilitas gadget handphone. Ada baiknnya orangtua rajin mengecek aktifitas si anak. Dengan cara yang tidak membuatnya tersinggung dan marah disertai dengan penjelasan tentang konten yang di konsumsi.

Pada fase remaja, kesadaran moral kegamaan sudah berkembang sebagaimana berkembangnya kemampuan intelektual dan emosionalnya. Meski seringkali masih belum dapat stabil. Jadi sikap keberagamaan yang muncul adalah sangat beragam, kadang hanya ikut-ikutan, sangsi, bimbang, tidak percaya, atau ada pula yang percaya dan yakin. Barangkali kemalasan dan perilakuan anak zaman sekarang, juga dipicu oleh kesalahan orang tua. Banyak orang tua yang merasa bahwa jika sudah memberikan sandang, pangan, papan sudah merasa cukup memberi hak anak. Mereka lupa bahwa faktor perhatian adalah sama pentingnya dengan sandang, pangan, dan papan. Oleh karena itu cara kita mengasuh anak juga berbeda dengan cara pola asuh orangtua lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun