Mohon tunggu...
Mira Sahid
Mira Sahid Mohon Tunggu... Lainnya - http://s.id/mirasahid

A simple mom | Blogger | Founder @Emak2Blogger | STIFIn LIcensed Promotor | Yoga Teacher | Pegiat Literasi Digital

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Soal Pembenaran

20 Juni 2013   10:59 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:42 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Manusia terlahir dengan segala nikmat yang telah Tuhan berikan, lengkap tanpa kekurangan satu pun. Seiring dengan perjalanannya, kita akan selalu menemui segala proses yang menjadikan setiap masa yang kita lewati memberikan cerita tersendiri. Dengan begitu, manusia dengan segala keegoisannya merasa bahwa apa yang telah dilewatinya terdahulu merupakan sesuatu yang membanggakan. Jika seseorang dianggap belum mengalaminya, maka muncul persepsi "Saya lebih pintar dari kalian."

Well... itulah kehidupan, itulah sifat-sifat yang tertanam dalam alam bawah sadar kita, yang tanpa kita sadari telah bersarang, hingga bertumbuh menjadi sesuatu yang prinsipal. Ditambah lagi kebiasaan di sekitar kita yang selalu melihat status sosial sebagai pandangan utama. Jengah, bosan bahkan hampir muak dengan semua itu. Semua orang dengan pemikirannya merasa bahwa apa yang dilakukan benar adanya. menurut teman-teman... lebih baik berbuat benar atau baik?

Soal pembenaran..

Bisa dimaklumi jika semua orang merasa benar dengan pemikirannya, saya pun berpikir tak ada yang salah dengan itu. Namun, jika hal tersebut sudah melebihi yang sangat prinsipal, maka sepertinya saya tidak bisa menolerir lagi. Tahukah bahwa dalam setiap pembenaran ada Sang pemilik kebenaran? Jika ada yang mengatakan bahwa semua itu bersumber dari Sang pemilik Dzat, Dzat mana yang diyakini? Apakah sudah benar apa yang disampaikan?

Merasa benar itu boleh, tapi jangan sampai sok tahu. Saya yang selalu merasa khawatir jika merasa benar dengan sikap dan pemikiran saya. Bukan, bukan karena saya underestimate. Saya hanya khawatir pemikiran 'benar' saya melebihi Sang pemilik kebenaran. Karena dalam hidup saya, selama nafas berhembus, maka setiap itu pula proses hidup dimulai. Tak pernah ada akhir, bahkan sampai maut menjemput kita. Menghargai satu sama lain, tentu akan memperlihatkan sikap baik kita terhadap sesama. Insya Allah

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun