Beberapa kali pertemuan kelompok setelah malam empat mata itu, Mbah Darma menjadi selalu memberi tugas yang besar padaku. Rustam sepertinya agak bingung dengan keadaan ini. Tapi ia seperti tak menaruh curiga yang berlebihan. Ia pun masih diberi tugas yang tak kalah banyak.
Di hari ritual yang sudah dijanjikan, Aji tak datang. Ia berjanji akan membawa sesajen tapi tak lekas datang, bahkan sampai acara berakhir.
Setelah pulang, malam harinya si Rustam datang ke rumah.
Ia mengajakku keluar. Jarang-jarang ia mengajak pergi mendadak. Tapi ia bilang ada sesuatu.
Di jalan, Rustam berkata, si Aji kena tangkap polisi.
"Dia ketahuan merampok rumah orang kaya di kampung S. Kau tahu bukan rumah pensiunan tentara itu?"
"Ia, ia memang orang licik dan tak disukai para warga. Lalu bagaimana nasibnya?"
"Itulah, meskipun kita sudah berjanji takkan membocorkan rahasia kelompok, ia bilang kalau ia melakukannya atas ajaran keompok ini."
Bajingan kecil, bisa-bisanya ia berkhianat. "Lalu bagaimana dengan kita?
"Mbah Darma katanya sudah mengasingkan diri, yang lain pun kabur jika tak mau kena seret. Si Aji juga membunuh lima orang di rumah itu, polisi mengira itu bagian dari ritual juga. Orang-orang mungkin sebentar lagi memburu rumah-rumah anggota kita," nadanya datar.
"Sialan! Terus nasib kita bagaimana? Masih begini tenang, Rus?"