Desa Ranupani menjadi salah satu kawasan yang menegaskan Lumajang Eksotik terbukti memang benar adanya. Semakin berkembangnya teknologi membuat desa ini semakin mudah ditemukan para pencari ketenangan batin, para barisan patah hati, para barisan mantan cidera sakit hati, pun juga fotografer prewedding dari berbagai daerah.Â
Faktor geografis dan historis seperti telah menghipnotis wisatawan untuk selalu tertarik dengan hal baru yang ada di desa Ranupani. Ini juga menarik perhatian penulis diluar aktivitas mengajar di MI Thoriqul Huda Ranupani. (Baca : Aktivitas Saya di Suku Tengger)
Bermalam mendirikan tenda di Ranu Regulo - Ranupani tentu memiliki kesan tersendiri. Apalagi area camping ground ini umumnya hanya dilirik sebagai alternatif jika terlalu malam atau bermalam tambahan sepulang mendaki mahameru. Ranu Regulo sudah memiliki toilet dengan bak air yang tersedia air bersih.Â
Kesan bau pesing nampaknya tidak terlihat sama sekali. Di depan pintu toilet tidak ada yang penjaganya, hanya disediakan kotak infaq apabila ada yang bersedia memberikan rejekinya untuk petugas kebersihan.Â
Semua masih alamiah, sampai sampah pun sebaikknya dibawa pulang sendiri oleh wisatawan, tujuannya melatih tanggung jawab kita. Jangan tinggalkankan apapun selain jejak dan kenangan manis.Â
Jangan membakar sampah, karena itu akan membawa polusi. Terlebih kawasan Ranu Regulo masih banyak terdengar suara burung, yang tentu asap pembakaran sampah akan membuat satwa-satwa menjadi terganggu.Â
Air yang menguap di saat sunrise membuat kesan Ranu Regulo semakin indah di pagi. Sangat cocok memanjakan mata sembari menyruput Kopi di anjungan Danaunya.Â
Satu hal yang belum banyak yang mengetahui tentang obyek wisata yang belum dibuka untuk umum, yaitu Bukit Gending. Lokasinya sangat dekat dengan Ranu Regulo. Panorama yang disuguhkan seperti sunrise dan juga cekungan danau dikelilingi rindangnya pohon-pohon.Â
Sampai disini kamu akan melupakan rasa sakit hati karena getirnya dunia penuh romansa ini. Selfie di bukit gending juga menambah pamor kamu kuat hadapi kenyataan. Saat sedih kamu bisa tancapkan rindumu untuk bertukar kabarkan kepada alam Bukit Gending.
Upaya maksimal untuk sehari full menikmati panorama Ranupani belum habis sampai disitu saja. Bagi saya di hari yang tepat ini ingin mengenal bagaimana cara pandang suku tengger dalam menjaga keseimbangan alam raya. Misalnya, musim ternyata merupakan salah satu hal yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat Suku Tengger.Â
Musim hujan dan kemarau benar-benar dititeni (dipelajari), termasuk juga pantangan yang harus dipatuhi misalnya larangan untuk menanam di hari naas ngapesi menurut adat suku tengger, contohnya hari naas adalah hari kematian orang tua, dsb. Pengelolaan ladangnya juga dengan peralatan tradisional seperti cangkul, sabit, dan keranjang.Â
Baiknya semua serba ramah lingkungan. Yang unik ladangnya berbukit dan curam, berbeda dengan ladang pada umumnya yang datar. Tidak pernah ketinggalan pula pakai sarung dan sepatu boot, diladang juga umumnya satu keluarga saling membantu. Masyarakat Suku tengger juga ada yang menambahi dengan adanya musim angin.Â
Adakalanya musim angin juga berbarengan dengan musim hujan. Di sekitar ladang mereka dibangun Pondok/Gudang yang berfungsi sebagai tempat istirahat, penyimpanan bibit, penyimpanan hasil panen, penyimpanan keperluan pertanian, dan jika komplit ada juga sekaligus yang dilengkapi Tumang (Perapian Tradisonal yang selalu ada di setiap rumah masyarakat suku tengger).Â
Kedekatan kehidupan masyarakat suku tengger di desa Ranupani dengan dunia pertanian haruslah dipandang sebagai potensi pariwisata berbasis budaya yang mungkin bisa memberikan pengalaman tak terlupakan kepada para wisatawan, toh juga dengan begitu tidak mengganggu aktivitas masyarakat yang memang mayoritas pekerjaannya adalah petani.
Kita serahkan kepada bergulirnya waktu bagaimana peran yang berkepentingan mengelola desa Ranupani semakin genius memanfaatkan pariwisata untuk menopang kesejahteraan masyarakat. Dalam pemeliharan adat istiadat masyarakat Suku Tengger di Ranupani juga masih lestari.Â
Menghadapi perkembangan zaman bukan berarti meninggalkan warisan nenek moyang. Masyarakat Suku Tengger memiliki hari raya sendiri, yaitu Hari Raya Karo. Jadi sebagai guru madrasah, kesempatan untuk bersilaturahmi dengan walimurid adalah momen yang penting.Â
"Ramah, Santun, dan yang pasti adalah bisa Kenyang" itulah yang akan kita dapatkan ketika datang ke rumah mereka disaat Hari Raya Karo. Ramah dan Santun memang itulah ciri khas watak masyarakat suku tengger, dan bisa kenyang adalah suguhan penghormatan mereka kepada tamu yang luar biasa.Â
Makan terus makan lagi sampai lanjut ke rumah berikutnya. Tentunya masih banyak lagi harapan yang bisa kita idamkan bagaimana suku tengger dapat menopang peradaban dunia. Pariwisata Budaya dan Religi harus bersanding sebagai paket pembangunan yang saling melengkapi.Â
Belum merupakan jaminan jika pariwisata dapat memberikan nilai manfaat yang lebih jika pada akhirnya menghancurkan nilai-nilai budaya setempat. Madrasah hadir sebagai penunjang peningkatan kwalitas sumberdaya manusia yang ada di desa Ranupani. Maju bersama Suku Tengger !!
Salam Kemajuan Pendidikan di Kaki Gunung Semeru, Ranupane -Lumajang, Jawatimur.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H