Perlahan-lahan trend belajar di madrasah dirasakan mulai berhasil memikat dunia, mengingat pesantren lebih dulu telah menjadi primadona dalam mendidik generasi bangsa ini. Sekian tahun yang lalu umumnya madrasah hanya diistilahkan untuk anak-anak yang ingin belajar nonformal, misalnya madrasah diniyah.Â
Tetapi kini peran pendidikan madrasah ibtidaiyah di berbagai daerah telah menunjukkan hasil yang bagus. Jika ada survei yang menanyakan apakah anda sudah pernah membaca, mendengar, dan melihat madrasah ibtidaiyah di desa-desa tentu saya percaya sejumlah responden akan memberi jawaban positif; keberadaaan pendidikan madrasah ibtidaiyah sudah bersanding dengan kebutuhan masyarakat.
Setiap guru di madrasah ibtidaiyah selalu bermimpi dapat membawa muridnya memiliki kompetensi yang optimal, hal itu harus diwujudkan dengan budaya belajar dengan suasana yang mendukung tumbuh kembang siswa.Â
Sulit dibayangkan, jika lembaga pendidikan madrasah ibtidaiyah itu berada jauh dari perkotaan dan berada di tengah hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).Â
Sejarah tetap akan menulis berbagai peristiwa penting, sejak tahun 2019 lalu Madrasah Ibtidaiyah Thoriqul Huda Ranupani telah berdiri di desa Ranupani kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang.
Di awal pendirian madrasah ibtidaiyah mendapatkan 6 siswa. Mereka punya peran penting dalam tonggak madrasah di desa Ranupani yang mayoritas masyarakatnya adalah suku tengger.Â
Di tengah perkembangan teknologi yang kian pesat, kami harus memulai menata bagaimana madrasah ibtidaiyah Thoriqul Huda Ranupani memiliki garis The Golden Way yang dipegang oleh semua civitasnya.
" Saya menilai belajar di madrasah harus ada peraturan jelas yang menentukan awal siswa menemukan kenikmatan dalam belajar. Saya ajari mereka agar tidak ada yang boleh berkelahi. harus rukun, wajib!. tentu tidak mudah, semua butuh proses hingga mereka dapat menerima budaya belajar itu." Kenang Hawin Fizi Balaghoni selaku kepala Madrasah Ibtidaiyah Thoriqul Huda Ranupani.