Mohon tunggu...
MI Thoriqul Huda
MI Thoriqul Huda Mohon Tunggu... Guru - Pusat Riset dan Berita Suku Tengger

Madrasah Ibtidaiyah di Desa Ranupani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Menjodohkan Kemerdekaan Saat Corona, Nak!

8 Agustus 2021   22:02 Diperbarui: 8 Agustus 2021   22:15 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

The Pearls of equator bagaikan rangkaian mutiara katulistiwa, nama yang indah untuk Indonesia dari bangsa Eropa. Sebutan itu membuat saya merem-melek mengapa pas banget untuk kondisi saat ini.  Tapi rangkaian mutiara katulistiwa itu sedang tidak baik-baik saja, problema untuk berkilau tidak mudah seperti sediakala. Menjajaki secara historis-kritis tentang kemerdekaan dan masa corona kita tidak boleh gagal dalam'menjodohkannya'. Peliknya masalah corona bukan berarti kita harus kehilangan rasa merah merdeka negeri indonesia.

Setelah perjuangan founding father menempuh titik kemerdekaan indonesia pada tahun 1945, nuansa yang bergemuruh untuk menjadi trending topik adalah persatuan indonesia. Sejarah bangsa menunjukkan persatuan itu diartikan dalam wujud gotong-royong dan musyawarah. Sebelum corona menjadi pandemi, misalnya tentang BPJS yang memiliki slogan dengan bergotong-royong semua tertolong, artinya saling menggenggam tangan untuk membantu yang lain adalah bentuk konkrit kita berbangsa satu, berbahasa satu, dan bertanah air satu, yaitu indonesia. Demikian persatuan menjadi penolong bagi kesehatan masyarakat, itulah realitanya.

Saya yakin jauh sebelum kita mengenal kata kemerdekaan, pada kodratnya kita telah berupaya untuk memaknai persatuan sebagai kata yang lebih suci dari kemerdekaan. Ibaratnya kemerdekaan adalah bonus dari pendapatan kita mentirakati persatuan yang luhur lebih dari segalanya. Kesedihan dan Cinta telah menyatu dalam tubuh persatuan bahkan mendapati kesedihan karena cinta adalah persatuan yang indah tiada tara. Ringkasnya, walau sedih jika persatuan masih kuat maka masih ada harapan cinta yang akan tumbuh mengobati sedihnya.

" Rasanya baru kemarin, padahal sudah lebih setengah abad kita merdeka. Rasanya baru kemarin...... hari ini ingin rasanya aku bertanya kepada mereka semua, bagaimana rasanya merdeka....." itulah bagian puisi yang ditulis oleh kyai Mustofa Bisri yang biasa dipanggil Gus Mus dalam puisinya berjudul Rasanya Baru Kemarin.

Memang benar jika kita telaah dunia tidak pernah habis dengan masalah-masalah yang dibuat manusianya. Pun jika kita mengingat tentang Corona, Rasanya baru kemarin.... dunia tidak seindah dulu lagi.

Bagi saya, kita harus selalu ingat tubuh terdiri dari jasmani dan rohani, layaknya jasad dan ruh. kita sebagai bagian dari Bangsa indonesia harus selalu memiliki ruh untuk mensyukuri perjuangan para pahlawan dengan tetap optimis pada kekuatan Allah SWT diatas segala-galanya.

 Rasa persatuan adalah modal yang kuat agar kita mampu mendapatkan kemerdekaan melawan pandemi corona ini. Tetaplah bergotong-royong dengan membantu mereka yang membutuhkan, ringan tangan tolong menolong akan menyelamatkan kita dari masa yang serba sulit ini. Corona ini jika diibaratkan penjajah, maka setiap dari kita diuji untuk berani menjadi pahlawan.

Dampak terburuk dari corona adalah rusaknya keyakinan kita pada pentingnya persatuan, padahal kita belajar dari sejarah bangsa indonesia tanpa persatuan sebuah kemerdekaan tidak akan terjadi. Nilai Persatuan yang bisa diterapkan adalah menunjukkan akhlakul karimah terhadap mereka yang sedang terkena musibah corona. Anggap saja mereka sedang terkena sial, bukan sebuah aib/kehinaan. Mari kita ibaratkan mereka pejuang yang sedang membutuhkan pertolongan.

dokpri
dokpri
Dalam pendidikan, optimis itu harus mampu diartikan dalam ruang yang mampu bertahan dalam batas waktu. Teladan yang baik harus mampu diwariskan kepada generasi penerus. Mendengarkan dengan tenang, belajar dengan rajin, apa yang pernah terjadi harus kita tepikan untuk diambil hikmah dan pelajaran. Kemerdekaan disaat corona adalah sebuah keniscayaan yang tidak terbayangkan akan tiba hari ini. Mari kita berikan ruang kenangan ini untuk melanjutkan perjuangan para pahlawan, jangan pernah berputus asa untuk belajar. Mati, ada atau tidak ada corona kita tetap mati !. Kita tidak bisa kembali kemasa sebelum pandemi corona. Jalan kita adalah meninggikan Kalimat Allah SWT. Jagalah kesehatan dengan menjaga ruh untuk selalu merindukan cahaya ilahi. 

Salam Kemajuan Pendidikan di Kaki Gunung Semeru, Ranupane-Lumajang, Jawatimur

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun