Musim hujan telah tiba, sudah 2 tahun ini para guru MI Thoriqul Huda Ranupani merasakan 'petualangan' menerjang hujan di tengah Hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).Â
Pagi yang dingin ditambah angin yang cukup kencang membuat kondisi tubuh harus ekstra memakai pakaian fit and proper. Tentu cengkraman rimba akan semakin dingin, pun begitu jika baju menjadi basah sepatu basah itu sudah menjadi hal yang lumrah.Â
Jika berangkat dari Desa Senduro untuk menuju Desa Ranupani membutuhkan waktu sekitar 45 menit. Menembus kabut di hutan membuat bulu mata menjadi terselimuti embun dingin.
Kadangkala musim hujan juga lebih sering bertemu dengan ular liar di perjalanan. Kita tidak pernah membayangkan memiliki kesempatan bertemu ular secara live, ternyata menjadi mendebarkan juga. Tantangan selanjutnya adalah pohon yang tumbang menghadang jalan.
Hutan menjadi pelebur segala kepentingan untuk saling beramah-tamah. Kenal atau tidak kenal di Hutan kita akan saling menyapa untuk hanya sekedar say hello atau hanya saling membunyikan klakson motor.Â
Jika saat yang tidak terduga Sepeda Motor menjadi mogok itu sudah menjadi persoalan yang klasik. Meskipun pengecekan motor secara berkala sebulan sekali, tetapi kondisi ini kerapkali menjadi kisah tragedi yang tidak terlupakan.
" Kita ingin semua terkondisikan dengan baik tetapi saat rantai motor putus, kelistrikan motor tiba-tiba bermasalah, atau juga ban motor yang bocor. Di hutan suasana menjadi lebih dari apapun, kita masih harus memikirkan bagaimana segera mengabarkan kepada anak-anak bahwa sekolah diliburkan." Kenang Hawin Fizi Balaghoni SP.d selaku kepala madrasah MI Thoriqul Huda Ranupani.