Mohon tunggu...
Miranda Adam
Miranda Adam Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar Sekolah

Profesi Saya sebagai seorang Pelajar di salah satu SMK di Jakarta Selatan. Saya disini, belajar dan dibimbing oleh Guru Saya. Saya adalah seseorang yang perfeksionis yang bercita-cita menjadi seorang wirausahawan wanita atau business woman. Saya memiliki Hobby yaitu menulis dan membaca. Pencapaian Saya, Saya pernah bertemu dengan Duta Besar Jerman di Indonesia beberapa waktu lalu untuk berbicara tentang situasi Anak di Indonesia yang terdampak dalam perubahan iklim.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Keadilan

10 Februari 2023   15:03 Diperbarui: 10 Februari 2023   15:23 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Halo Teman-Teman! Perkenalkan Aku Miranda, Aku suka menulis Cerpen, Ini adalah Cerpen pertama ku, Aku harap kalian menyukainya!  

CERPEN

Oleh Miranda Adam

Keadilan

Hari yang sangat cerah itu dihiasi awan-awan yang memantulkan sinar matahari. Rubah yang murung, menyendiri tidak memiliki teman karena ia telah difitnah oleh penghuni hutan. Ia dituduh telah menghabisi nyawa seekor tupai. Ia sangat dibenci karena tupai merupakan hewan yang cukup penting di hutan. Tupai adalah hewan yang pintar, menjadi perwakilan penghuni hutan yang mendengarkan suara rakyatnya. Rubah kini sedang kebingungungan tanpa teman. 

Raja Hutan sedang mengadakan pesta yang dihadiri oleh seluruh penghuni hutan. Secara tidak sengaja, Rubah melihat ada Kelinci. Rubah ingin mengajak Kelinci ke rumah Raja Hutan. Rubah percaya diri karena Kelinci biasanya baik dan tidak termakan isu-isu jahat yang menimpa Rubah.

"Hai! Maukah kamu pergi bersamaku ke rumah Raja Hutan untuk pesta bersama?" tanya Rubah dengan senyum melebar. Detak jantungnya sedikit memompa lebih keras. Ia berdebar-debar. Dalam lubuk hatinya berharap sekali Kelinci mau pergi ke pesta bersamanya.

"Kamu sedang berpura-pura baik, ya? Padahal kamu ingin menghabisi nyawaku, bukan?" tanya Kelinci. Matanya memelotot. Napasnya memburu, terlihat dari dadanya yang naik turun. Ia ingin kabur secepat-cepatnya. Bagaimanapun Rubah juga pemakan segala alias Omnivora.

"Apa?" tanya Rubah terkejut. Ia tidak menyangka kalau Kelinci sudah termakan isu tersebut. Mata Rubah memerah, ia sangat kecewa. Setelah beberapa hari ia dimusuhi oleh penghuni hutan,  apalagi teman baiknya baru meninggal, yaitu Tupai.

"Tolong jangan jahati aku!" teriak Kelinci.

"Kenapa? Kamu ikut termakan isu-isu jahat itu?" tanya Rubah.

"Karena aku sering mendengar kabar tentangmu yang jahat dari sekelompok hewan. Beritanya sudah dikonfirmasi oleh Raja Hutan," jawab Kelinci dan kepalanya menunduk.

"Tapi, kamu hanya mendengar kisahku dari hewan lain! Kamu tidak menanyakan bagaimana ceritaku. Cerita tentang kehidupanku!" teriak Rubah. Matanya berair ingin menangisi.

la menatap Kelinci dengan sendu dan tidak percaya. Kelinci pun pergi begitu saja tanpa sepatah kata pun.

Rubah membenci dirinya sendiri. Rubah kesal dan pergi dengan kebencian mengendap dalam hati. Kalau Rubah dibolehkan jujur, ia ingin menyuarakan kepada Raja Hutan yang katanya sangat disayangi oleh seluruh penghuni hutan. Rubah kaget kenapa bisa Raja Hutan mengonfirmasi hal tersebut? 

"Apakah dia melihatnya?" Rubah berkata dalam hati. "Tidak semua cerita yang kita dengar dari hewan lain itu benar adanya."  Rubah yang cantik dan dulunya periang itu berubah murung. Ia memutuskan pergi sendiri tanpa teman dan ingin berkata kepada Raja Hutan bahwa berita tentangnya itu tidak benar. Dia tidak mungkin menghabisi nyawa teman baiknya, Tupai.

Sesampainya Rubah di rumah Raja Rimba, dia terkejut. Matanya terbuka lebar, terpesona dengan mewah san besarnya rumah Raja Hutan. Rubah memasuki tempat pesta dan mulai menyantap makanan yang terdapat di sana, tetapi menyendiri. Kepalanya dipenuhi  pertanyaan. 

"Kenapa, ya, seekor hewan memfitnahku dengan tuduhan sekeji itu? Apa aku ini kurang menarik? Apakah keluargaku Individualis?" Rubah menangis tanpa suara. Iri hati melihat yang lain memiliki teman, sedangkan dia tidak. Rubah pun tak mampu melanjutkan santapannya. Dia langsung menghampiri Raja Hutan, Singa, di singgasananya. 

Di hadapan sang Raja, Rubah berteriak.

"Raja! Aku telah difitnah oleh seluruh penghuni hutan dengan tuduhan yang tidak pernah aku lakukan!" Demikian Rubah mengadu.

"Aku sudah mendengar berita itu. Memang kaulah pelakunya. Sudah, jangan mengelak lagi. Aku sudah berbaik hati tidak membiarkanmu membusuk di penjara karena kau seekor hewan yang miskin," jawab Singa dengan santai. Tidak peduli dengan pengaduan Rubah.

"Tolong katakan kepada mereka bahwa isu itu tidak benar! Aku tidak melakukannya. Tolong percaya kepada saya, Raja!"

"Aku Ingin menikmati pesta ini terlebih dahulu, Rubah. Aku ingin ketenangan!" geram Singa. 

"Bagaimana bisa Raja duduk diam melihat warganya terfitnah dan tertindas? Aku ingin keadilan! Sahabatku sudah dibunuh oleh seekor hewan yang jahat. Mengapa aku yang dituduh melakukannya?!" tanya Rubah. Badannya bergetar. Semua hadirin pesta tidak ada yang mengatakan sepatah kata pun. Melihat Rubah berani berkata seperti itu sang Kancil menimpali.

"Dia tidak sopan kepadamu, Raja. Jangan biarkan ia menghinamu begitu saja! Dia memang melakukannya. Semua hewan di sini mengatakan hal sebenarnya, mereka melihatnya!" ujar Kancil pengganti posisi Tupai sebagai perwakilan penghuni hutan. Ia benci rajanya dihina seperti itu oleh Rubah yang bukan siapa-siapa di sini.

"Bagaimana Raja yang dibanggakan akan tinggal diam menikmati kemewahan, sementara warganya tertindas?!" teriak Rubah. Gigi gerahamnya mengeras dan kakinya lemas.

"Pergi kau, Rubah!" teriak Singa kepada Rubah. "Pengawal bawa dia keluar dari sini. Rubah telah merusak pestaku!" ujar Singa lagi kepada pengawalnya.

"Apa kau hanya menolong hewan yang sudah membayarmu dengan kemewahan?" tanya Rubah takut-takut, tetapi ia langsung ditarik oleh pengawal Raja. 

Malam pun menyambut dengan suhu dinginnya. Angin yang sejuk menyentuh badan Rubah. Rubah duduk sendirian di rumahnya. Rubah ingin sekali menangis keras-keras. la tidak menyangka Raja yang terkenal baik dan sayang kepada rakyatnya tega melakukan hal itu kepada Rubah. Hatinya berkecamuk dan tidak ingin berteman dengan siapa pun. la merasa tidak apa-apa sendirian. 

Lalu, ia memutuskan pergi jalan-jalan untuk menghibur diri. Tetapi, secara tidak sengaja, ia melihat Singa sedang berbincang dengan Serigala. Dan Rubah melihat di balik badan Singa terdapat banyak sekali makanan, emas, dan benda berharga lainnya. Rubah langsung berusaha mendengarkan perbincangan mereka.

"Apa semua penghuni hutan percaya bahwa Rubah yang telah menghabisi Tupai?" tanya Serigala dengan suara yang cukup pelan.

"Ya, mereka percaya. Ada yang bisa saya bantu lagi?" tanya Singa.

"Tidak. Cukuplah membuat mereka percaya saja. Aku akan memberikan upeti dengan jumlah yang jauh lebih banyak. Aku tidak mau reputasiku sebagai hewan yang baik jadi buruk. Apalagi aku sudah membunuh Tupai. Hewan yang pintar dan disenangi oleh semua penghuni hutan," jawab Serigala.

"Baiklah. Tapi, jangan sampai warga tahu. Apa yang sudah aku lakukan," pinta Singa menatap Serigala dengan tajam.

Rubah pun tidak habis pikir. Sahabatnya meninggal karena dibunuh oleh Serigala. Bahkan, kematiannya tanpa keadilan. Napas Rubah naik-turun dan ia tidak bisa tenang. Marah Dan gelisah. Bagaimana ini bisa terjadi? Dugaan yang sudah Rubah katakan tadi di pesta ternyata adalah fakta. Siapa yang telah mengubah sifat pemimpin menjadi tidak benar? Siapa yang menyetujui bahwa Singa sebagai perwakilan dari hutan yang dulunya damai?

Rubah membalikkan badannya dan berpikir. Bagaimana cara menjebak Singa dan Serigala? Rubah terus berpikir dan tiba-tiba ia menemukan caranya. Namun, ia membutuhkan saksi mata hewan lain. Bagaimana caranya agar semua hewan tahu, apalagi sudah tidak ada lagi yang mau membantunya. Bahkan, teman pun ia tidak punya. Bagaimana bisa mendapatkan saksi mata selain dirinya? Rubah menggebu-gebu, tetapi hatinya tersekat. Ia pun berlari mendekati Singa dan Serigala. Kemudian, dia berteriak-sekeras kerasnya.

"Ha-ha-ha-ha! Bagaimana  pemimpin seperti kau menjadi Raja di Hutan yang dulunya damai ini?!" teriak Rubah. Napasnya memburu oleh emosi. la sangat berapi-api. Serigala dan Singa terlonjak dan kaget melihat kehadiran Rubah. Mereka berdua bertatapan. Singa pun angkat bicara.

"Ada apa, Rubah?" tanya Singa. Singa berusaha untuk tenang. Matanya linglung. Otaknya berpikir keras. Singa takut salah berucap. Sedangkan, Serigala terdiam di depannya la takut dan panik setengah mati. Sementara Serigala mempunyai nama yang cukup dikenal baik oleh penghuni hutan.

"Menjadi pemimpin, selain membutuhkan keberanian dan tanggung jawab, juga harus memberikan perlindungan Dan keadilan dengan baik!" ujar Rubah.  Apalah daya menjadi hewan yang bukan siapa-siapa. Tidak punya jabatan, makanan yang cukup, bahkan rumah pun tidak menetap. Singa memutar bola matanya mencari akal. 

"Semua hewan, bahkan manusia, tidak munafik soal itu, Rubah!" jawab Singa marah. Ia langsung memberikan syarat mata kepada Serigala. Lalu, Serigala pun mendekati Rubah perlahan dengan muka seram dan menyeringai. Rubah menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan sambil mundur. Tetapi, Rubah bertekad harus tetap berani! Ia membuka suara lagi.

"Pemimpin macam apa kau, Singa? Menjadikan hewan lain sebagai tumbal dan membayar hewan lain untuk citra yang baik?" 

Serigala pun langsung menerjang Rubah dengan beringas, begitu pun dengan Singa. Ajal dari seekor hewan cantik berbulu merah itu menyambutnya. 

Singa pun berkata, "Kau pemberani, Rubah. Tetapi, tetapi berani dan bodoh itu hanya beda sedikit." ujar Singa yang membuat tawa Serigala meledak padahal ia sedang asyik menyantap Rubah.

Di balik itu semua, seekor kelinci melihat kejadian tersebut. Kelinci sangat terkejut. Tupai yang tidak salah apa pun mati sia-sia tidak mendapatkan keadilan. entah siapa pembunuhnya. Kini Rubah yang terfitnah dengan tuduhan yang tidak pernah ia lakukan mati tidak mendapatkan keadilan juga. Kelinci menangis karena kasihan kepada mereka berdua, tupai dan Rubah. 

Dia tidak bisa apa-apa. Dia takut, tetapi memang seharusnya ia katakan hal itu kepada penghuni hutan lainnya. Tetapi ketakutannya menang. Pasti banyak petinggi tidak setuju dan Kancil si hewan cerdik itu pasti telah disogok oleh Serigala. Kelinci pun pergi. 

"Maafkan aku, Tupai dan Rubah." 

Kelinci berpikir. Bagaimana dengan Kancil? Tunggu, bagaimana bisa mendapatkan keadilan? Bahkan Kancil yang cerdik dan seharusnya menjadi pendukung rakyat saja mau menerima sogokan Serigala demi kepentingan diri sendiri. Kelinci pun sakit hati dan meneteskan air matanya. Kelinci dengan sendu berlari, ia sangat takut mengatakan hal sebenarnya karena jika itu terjadi pasti nanti akan berdampak buruk kepadanya. 

Catatan:

Dengan ini, mari kita menjunjung keadilan sosial sebagaimana sila terakhir Pancasila., Bebas dari penyogokan. Dengarkanlah suara-suara rakyat kecil. Mulailah memilah berita hoaks dan fakta karena belum tentu cerita yang dikatakan orang lain itu benar. Marilah menjadi pemberani yang pintar berpikir sebelum berbuat tidak gegabah. Saya, Miranda Adam menulis cerpen ini berharap sebagaimana kalian yang membaca cerpen saya, bisa mengambil hal positif dari cerita ini dan menyukai cerita ini. Oh, kenapa seekor Rubah menjadi pemeran utama? Karena saya sangat menyukai Rubah. 

Depok, 21 Agustus 2022.

Penullis: Miranda Adam adalah siswa SMKN 57 Jakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun