Dari sini saja sudah terlihat perbedaan antara orang-orang barat yang mengenal dan memiliki pandangan terbuka mengenai aseksual dengan orang Indonesia yang masih memiliki pandangan yang tertutup mengenai orientasi aseksual ini.
Masih banyak orang Indonesia yang menganggap identitas-identitas LGBTQ+ termasuk aseksualitas sebagai pengaruh budaya Barat yang tidak ada hubungannya -- atau bahkan mengancam -- kebudayaan Timur kita. Padahal dengan menyebarkan informasi mengenai aseksualitas ini menggunakan bahasa Indonesia, dapat diyakini bahwa kita bisa mengurangi miskonsepsi mengenai aseksualitas dan menyadarkan bahwa ada banyak orang Indonesia yang mengidentifikasikan diri mereka sebagai aseksual dan bukan hanya sedang meniru budaya barat saja.
"Saya merasa Indonesia masih belum bisa menghargai orientasi seksual seseorang diluar yang normal. Saya sebagai ace (sebutan untuk orang yang aseksual) merasa tidak nyaman membayangkan apabila orang tua saya mengetahui bahwa saya merupakan seorang aseksual karena pandangan orang Indonesia akan seksualitas diluar hetero masih dipandang miring." Ujar narasumber berinisial T yang telah diwawancara oleh penulis perihal aseksual di Indonesia.
"Saya berharap apabila informasi mengenai aseksual ataupun orientasi seksual lainnya sudah mulai banyak di Indonesia, maka miskonsepsi orang terhadap aseksual ini dapat diatasi dan mereka bisa lebih menghormati satu sama lain." Tambah T. T merupakan salah satu dari total orang aseksual di Indonesia yang menutupi fakta orientasi seksual nya dari masyarakat karena rasa takut akan pandangan orang lain terhadap dirinya. Beliau mengetahui bahwa masyarakat Indonesia masih memiliki asumsi jelek terhadap isu yang berhubungan dengan orientasi seksual karena dianggap menyalahi aturan agama.
Pentingnya dari penyebaran informasi yang berkaitan dengan aseksual menggunakan bahasa Indonesia adalah adanya koneksi antara penulis dengan pembaca yang merupakan aseksual. Menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama dalam informasi mengenai aseksualitas terasa seperti mendapatkan validasi.
Dan lagi, dengan menggunakan bahasa Indonesia dalam menyebarkan informasi mengenai aseksualitas akan mempermudah aksesibilitas nya. Hal itu disebabkan karena tidak semua orang Indonesia dapat mengerti bahasa Inggris dan akan lebih mudah untuk mengedukasi masyarakat Indonesia menggunakan bahasa ibu mereka.
Saat ini informasi mengenai aseksualitas dalam bahasa Indonesia masih minim, hal ini menyebabkan adanya kesalahpahaman atas orientasi seksual tersebut. Namun, penulis percaya bahwa ke depannya akan semakin banyak informasi tentang aseksualitas dalam format bahasa Indonesia akan memperbanyak jumlah orang Indonesia yang tidak lagi miskonsepsi mengenai hal tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H