Adakah yang di antara Anda pernah beratraksi di jalanan untuk mendapat imbalan? Kalau saya sih, sebentar saya ingat-ingat dulu...sepertinya sih sekali sewaktu ospek masuk kuliah dulu. Komplit dengan kostum kaus kaki bola beda warna, topi sebelah dari bola sepak plastik, rambut dikuncir ala orang gila di film cerita si Unyil, dan karung goni besar. Penampilan spektakuler saya di depan Bandung Indah Plaza, di Jalan Merdeka Bandung. Saya lupa saya ngamen atau baca puisi ya? Yang jelas sih engga dapat duit, karena suara saya memang terlalu merdu untuk bisa dinikmati manusia di kapasitas telinga normal. Tapi yang pasti sih saya mendapat malu. Setengah mati. Street performance atau atraksi jalanan, menelusuri sejarahnya, sudah berlangsung sejak lama. Lama sekali. Sebelum saya lahir dan Anda lahir. Dan sebelum Kakek Nenek saya lahir. Dan sebelum siapapun yang baca blog ini lahir. Begitulah. Bentuk street performance berupa mengamen di jalanan atau dengan istilah 'busking' Â tercatat dalam bahasa Inggris sejak tahun 1860. Namun street performance sendiri sudah dikenal sejak jaman Romawi Jadul. Bahkan Romawi Kuno sudah menerapkan hukum bagi street performer yang menyanyi atau membuat parodi dalam rangka mengejek pemerintah. Dalam hukum dua belas meja* disebutkan hukumannya tidak tanggung-tanggung, yaitu hukuman mati. *Note: Hukum Dua Belas Meja; The Law of Twelve Tables atau dalam bahasa Yunani; Leges Duodecim Tabularum. Jadi Street Performance dikategorikan sebagai seni jalanan yang sudah berumur sangat tua dan diketahui terdapat di seluruh penjuru dunia. Baik berupa akrobat, menjadi patung, pantomim, bernyanyi, berpuisi, memainkan alat musik, atau joget-joget bareng ular. Di Indonesia, terutama di Bandung sih, entah deh di kota lain, terdapat Doger Monyet yang menurut saya sih sangat tidak berperikemonyetan. Saya tidak mau mengkategorikannya sebagai seni. Soalnya kasihan sekali melihat monyet dipaksa berbuat sesuatu yang dilatih dengan disiksa terlebih dahulu. Artis terkenal dunia seringkali iseng ngamen di jalanan, Joshua Bell sang violinist ternama, pernah mengamen di metro stasiun dan mendapat $32,17 untuk aksi 45 menitnya. Dari 1097 orang yang lewat hanya satu orang yang mengenalinya, dan dia menggunakan biola Stradivarius antiknya yang berharga $2000.000,-. Demikian pula Sting pernah mengamen, seorang wanita yang mengenalinya ditukas oleh suaminya dengan mengatakan "'You silly cow. It's not him. He's a multi-millionaire.' Nah di jalan Buah Batu sebelum perempatan Soekarno Hatta dari arah pintu gerbang Tol Buah Batu, ada seorang street performance atau pengamen jalanan berjenis kelamin dengan status diragukan apakah lelaki atau perempuan. Tapi dia favorit saya. Bahkan saya menganggap dia mirip Mulan Jameela. Sungguh!. Setiap hari dia bernyanyi berlenggak lenggok. Dan pakaiannya dia sesuaikan dengan musim atau moodnya barangkali. Sekali waktu saya melihat dia berbusana lengkap dengan pakaian sekretaris kantoran. Rok mini, blazer, sepatu hak tinggi, tas kulit. Make up? Full make up tentu saja. Tak lupa dengan kecrekan tutup botolnya. Ia akan bernyanyi, melengking, dan mendesah, sambil meliukkan badan. Setiap hari pakaiannya berganti, warnanya selalu mix and match. Atau terlalu match sampai-sampai berwarna biru sebadan-badan, atau ungu terong dari atas sampai bawah. Ini fotonya, dia senang saya foto sehingga meliukkan badan dengan sengaja.
cantik kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H