Sebenarnya, Kasus ini tidak memenuhi unsur pidana karena pembicaraan Haris dan Fatia menyangkut hasil Riset. Seharusnya Luhut melakukan konfirmasih dan Klarifikasi karena kajian tersebut ilmiah. Studi Faktual, kriti, hasil kajian, dan seluruh nya bukan bagian dari kualifikasi pencemaran nama baik.
Dan dari sini kita menyadari bahwa Negara ini sedang dalam cengkeram olikargi. Buktinya, sistem Politik Hukum dan Ekonomi hari ini dikendalikan oleh segelintir orang super kaya dengan kekayaan dan kekuasaan. Dan mengatur sendi-sendi kehidupan bangsa atau negara ini. Segelintir orang super kaya dan kuat ini mengatur jalannya pemerintahan untuk kepentingan kelompok nya sendiri, bukan untuk kepentingan rakyat biasa.
Sebaiknya kita harus mengatakan ini pintu masuk untuk membuka data. Dengan solidaritas dan dukungan yang meluas kita dapat mengetahui secara jelas keterlibatan Jendral dalam pembukaan bisni tambang ilegal di seluruh tanah papua seperti blok Wabu di Intan jaya, di Yahukimo, di Maiberat serta di Kiwirok pegubin yang mengakibatkan puluhan nyawa melayang demi mengamankan dan memuluskan kepentingan nya.
Dan ribuan bahkan ratusan rakyat Papua telah kehilangan rumah dan mengungsi atau dengan sengaja mengusir dari tempat tinggal mereka, Seperti Rakyat di Nduga, di Intan Jaya, di Maiberat dan di Yahukimo serta masyarakat di Kiwirok Pegunungan Bintang yang sudah puluhan tahun mengungsi di hutan-hutan.
Haris dan Fatia membincangkan mengenai keterlibatan Luhut dalam Bisni tambang dan operasi militer di Intan Jaya, Papua. Pembahasan ini dilakukan melalui akun atau Cannel YouTube Haris, NgeHAMTam, dengan tajuk 'Ada Lord Luhut Dibalik Relasi Ekonomi-OPS Militer Intan Jaya!! Jenderal Bin juga Ada.
Keterlibatan Luhut sendiri terungkap dalam Riset cepat koalisi masyarakat sipil terkait 'Ekonomi Politik penembatan militer di Papua: Kasus Intan Jaya' yang di luncurkan oleh BersihkanIndenesia yang terdiri atas YLBHI, WALHI, Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, Kontras, JATAM, Greenpeace Indonesia, dan Tren Asia.
Semua tahu, Â kecuali yang buta hatinya. Kekerasan demi kekerasan terus terjadi di Papua sejak anekesasi 1969 hingga hari ini dan ada yang sedang menangguk untung dari kekerasan tersebut, terutama di sektor SDA. Ini bukan rahasia lagi.
Nah. dari hasil analisis data temuan di lapangan, ada dugaan kuat Luhut dan petinggi negara ini terlibat. Mestinya. Sekali lagi, mestinya, aparat Negara segera menindak lanjuti dugaan tersebut dengan membentuk tim Investigasi untuk membuka kemungkinan-kemungkinan lain yang lebih luas. Bukan mentersangkakan pegiat Ham dengan dalil pencemaran nama baik.
 Kita tahu kekerasan terakhir yang terjadi di tanah papua. Seharusnya tidak boleh terjadi.sangat menjayat hati. Namun, selama jakarta terus menerus memompa menggunakan Nasionalisme sempit, simbol Pancasilais dan NKRI harga mati, mobilisasi angkatan bersenjata, tidak membuka ruang demokrasi, tidak mendengarkan aspirasi politik Orang Asli Papua (OAP), dan masih menginjar SDA Papua. Yakinlah tidak akan ada kedamaian di tanah papua, meski sang kudus di tinggikan namanya dari suara lonceng Gereja. Dan berpulu kali lipat deklarasi papua tanah damai, Papua Sona damai, mobilisasi angkatan bersenjata dengan Nama Damai Kardens Papua dll. Darah dan air mata akan terus di "tumpahkan" demi mengakumilasi kepentingan segelintir orang.
Tapi oke lah. Mana ada petinggi di Republik ini yang namanya tidak baik? Sebutkan mana yang tidak baik? Jagal saja bisa tanpa malu di ajukan jadi pahlawan. Intinya tidak ada yang tidak baik. Semuanya baik. Nyaris tidak ada cacatnya. Hampir selevel Malaikat kudus disurga. Makanya tidak boleh kritik dan tidak boleh bahas. Mungkin atau Kira-kira begitu?
Jayapura 24 Maret 2022
Na:Tangan Ajaib
Penulisan adalah, Jemat Pinggiran Penikmat Debu Jalanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H