Mohon tunggu...
Muhammad Ali
Muhammad Ali Mohon Tunggu... Lainnya - Berdaulat Atas Diri Sendiri

AKU MENULIS, MAKA AKU ADA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Bisakah Logika Dipercaya?

10 September 2024   16:15 Diperbarui: 15 November 2024   08:25 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Pixabay.com 

Artinya, ada suatu proses yang sifatnya objektif. Bukan semata subjektif berakar pada mental kita. Namun, bagian dari satu objektivitas. Dan misalnya jika matematika ini didasarkan pada suatu proses syaraf manusia ,sesuatu yang sangat subjektif yang tergantung dari komposisi kimia organik seperti tadi. Maka, kalian tentu saja punya matematika yang berbeda. Kalau dia dibentuk oleh misalnya silikon bukan dari karbon, maka tentu saja dia punya matematika yang berbeda. 

Anehnya, hukum matematis yang kita temukan lewat fisika kita ini, yang berlaku di bumi itu berlaku juga di tempat-tempat lain di seluruh alam semesta yang kita ketahui. Tidak ada satu sudut alam semesta dimana hukum matematikanya beda. Dari hal tersebut bisa disimpulkan bahwa, kalaupun ada makhluk alien yang komposisi syaraf otaknya itu terbentuk dari unsur-unsur kimiawi yang beda dari manusia maka, dia akan juga menghitung 1 + 1 = 2. Karena, hukum matematika itu berlaku di seluruh alam semesta ini.

Jadi, bisa disimpulkan bahwa argumen Psychologistic tadi tidak memadai, tidak cukup kuat untuk menggagalkan keyakinan kita pada logika. Tapi masih ada argumen lainnya, argumen kedua ini saya beri nama argumen Ontologi. Argumen ini juga mempertanyakan kepercayaan kita pada logika.

Tadi ketika kita menyanggah argumen Psychologistic, kita menggunakan alasan-alasan objektivitas. Jadi, matematika itu berlaku di seluruh alam semesta ini dan seterusnya. Bahwa matematika dan logika yang mendasari matematika bukan hanya dari  produk pikiran kita (yang kebetulan makhluk yang punya struktur kimia biologi seperti ini). Namun juga berlaku di semua makhluk yang nantinya akan ada, yang akan menghitung 1 + 1 = 2 dan menemukan hasil yang sama.

Lalu, bagaimana jika alam semestanya kita ubah?. Bayangkan suatu alam semesta dimana modus ponens atau hukum-hukum logika yang lain itu tidak pernah terlaksana. Pola-pola penyimpulan itu tidak akan pernah terkonfirmasi di kenyataan. Modus ponens kita tahu itu adalah suatu model penyimpulan yang kita sebutkan di awal tadi, yaitu “jika hari ini hujan, maka jalanan basah. hari ini hujan, maka jalanan basah”. Itu adalah modus ponens yang dimana bentuk formalnya adalah “jika p maka q, p maka q”. Ini adalah bentuk penyimpulan logis yang diakui dimanapun sebagai sesuatu yang sahih. Tidak pernah ada modus ponens yang gagal. Kalau modus ponens gagal itu sama saja dengan tidak ada logika sama sekali. Saking fundamentalnya sampai bisa dikatakan seperti itu .
Nah, sekarang bayangkan dunia dimana modus ponens itu gagal. Dimana ketika kita ingin menarik kesimpulan “jika hari ini hujan, maka jalanan basah. hari ini hujan, maka jalanan tidak basah”. Misalnya hal seperti itu terjadi di kenyataan dan berulang-ulang sehingga membentuk satu pola. 

Pola dimana modus ponens tidak pernah terlaksana. Ketika kita ingin mengambil kesimpulan modus ponens, kesimpulan akhirnya itu tidak pernah ketemu dengan kenyataan. Lama-kelamaan kita akan merasa bahwa penyimpulan modus ponens ini salah, karena tidak sesuai dengan kenyataan.

Tantangan yang dikemukakan oleh argumen Ontologis ini adalah bahwa seberapapun kita yakin pada logika kita, jika kenyataan berkata lain, logika kita pelan-pelan akan ikut berkata lain. Karena bahwa bagaimanapun logika adalah cara kita mengerti kenyataan. Kalau kenyataannya tidak bisa kita mengerti lewat logika yang satu, misalnya modus ponens itu maka kita tidak akan percaya bahwa modus ponens adalah suatu hukum logika. Inilah cara berpikir dari argumen Ontologi tadi. Implikasinya, jika dunia ini bekerja dengan cara tertentu secara regular, maka regularitas itu akan membekas pada pikiran kita sebagai logika. 

Jadi, argumen Ontologis ini mengatakan persis seperti itu bahwa segala macam hukum logika yang kita bangun selama ini seperti modus ponens, modus tolens semuanya berdasarkan pada pengalaman kita berhadapan dengan dunia yang regular. Dunia yang memungkinkan suatu pola yang teratur, yang memungkinkan kita akhirnya menarik satu kanon pemikiran atau pakem pemikiran yang “pasti seperti ini”. Karena dunia toh selama ini regular. Jadi, intinya adalah bahwa regularitas dunia mengkondisikan regularitas berpikir yang kemudian kita sebut sebagai logika.

Nah, apakah kita akan menggunakan logika yang sama? Tentu logika kita akan bergeser berubah mengikuti kenyataannya. Cara kita menyimpulkan pun akan berubah mengikuti pola di kenyataan. Sehingga, logika dalam arti itu bisa dikatakan objektif dan oleh karena itu tidak sepenuhnya bisa dipercaya. 

Karena objektivitas ini memiliki banyak versi, ada versi objektivitas yang berangkat dari pola regularitas tertentu dan ada versi objektivitas yang berangkat dari pola regularitas yang lain. Jadi, argumen objektivitas bisa dibalikkan sebagai satu senjata makan tuan. Dia justru bisa digunakan untuk menggagalkan klaim kepercayaan kita pada logika. Untuk mengeksplisitkan poin ini kita bisa membayangkan misalnya, Andaikan Tuhan ini menciptakan dunia dengan satu logika yang tidak mengenal modus ponens dan modus tollens. 

Tuhan menciptakan dunia yang struktur logisnya itu bukan modus ponens dan bukan modus tollens, yang dimana 2 modus yang dianggap sahih ini tidak berlaku. Bayangkan Tuhan menciptakan dunia dengan model penyimpulan “non sequitur”. Non Sequitur adalah pola penyimpulan yang dianggap salah di semua diktat logika itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak sahih karena dia sifatnya kontradiktif. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun