Mohon tunggu...
Muhammad Ali
Muhammad Ali Mohon Tunggu... Lainnya - Berdaulat Atas Diri Sendiri

AKU MENULIS, MAKA AKU ADA

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Mengapa Filsafat di Indonesia Tidak Berjalan Progresif?

23 April 2023   12:38 Diperbarui: 30 April 2023   20:00 1053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Karena ini domain kajian yang sebetulnya banyak dipakai atau banyak pembacanya karena selalu ada mata kuliah filsafat ilmu di setiap jurusan di Universitas kita. 

Dominasi buku-buku pengantar filsafat ini membuat saya jenuh karena ada pada saat saya melihat Google, kita sudah sangat saturated dengan buku pengantar. Kita sudah begitu jenuh disuguhi berbagai macam uraian pengantar tentang “Apa itu Metafisika?”, “Apa itu Ontologi?” dst.

Source: AkademiTrainer.com
Source: AkademiTrainer.com

Problemnya, khusus di Indonesia adalah literatur kita. Kepustakaan kita dalam hal filsafat itu hampir seluruhnya isinya pengantar. Kalau ditulis oleh orang Indonesia sendiri biasanya Pengantar. 

Bahkan ini berlaku juga untuk teks filsafat yang merupakan hasil dari produk akademik, seperti skripsi, tesis, disertasi doktoral.  

Kita bisa mencontohkan atau mengibaratkan nya dengan buku-buku seni rupa. Nah, andaikan buku-buku seni rupa yang ada di toko buku itu adalah buku-buku pelajaran menggambar. Pengantar komposisi, pengantar membuat sketsa dan seterusnya. Yaitulah filsafat di Indonesia dalam konteks perbukuan. 

Isinya adalah buku-buku tentang teknik menggambar yang bagus. Kita tahu sebenarnya bahwa buku-buku seni rupa di Indonesia sudah jauh meninggalkan urusan-urusan teknis soal pelajaran menggambar. 

Justru sudah masuk ke dalam level wacana kritik atas karya, atas pemikiran di dalam karya dan seterusnya. Jadi, buku-buku seni rupa kita itu jauh lebih advance

Sementara filsafat masih dalam teknik menggambar. Pertanyaannya adalah mengapa kita hanya bisa menghasilkan buku pengantar? 

Mengapa tidak ada buku yang mencurahkan atau menguraikan pemikiran dari si penulisnya secara mandiri? (ini lho, saya hadir dengan pemikiran saya, ini posisi pemikiran saya, dasarnya a-b-c-d dan mari kita berdebat atau berdiskusi dengan itu).

Jadi, hal yang seperti itu jarang sekali ditemui. Dan  itu bisa dilihat antara dua hal, yang satu ada semacam kerendah-hatian bahwa kita belum layak disebut filsuf, bahwa pemikiran kita masih baru. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun