Untuk memutus siklus ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif dari pemerintah, masyarakat, dan berbagai pemangku kepentingan. Pertama, edukasi kesehatan reproduksi harus dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan nasional dan diajarkan secara sistematis sejak dini. Dengan adanya edukasi ini akan membantu anak muda memahami hak mereka atas kesehatan dan masa depan mereka.Â
Selain itu, upaya peningkatan pendidikan dan pemberdayaan ekonomi bagi anak-anak perempuan juga harus ditingkatkan, terutama di daerah-daerah yang memiliki tingkat pernikahan usia dini tinggi.
Di sisi lain, pemerintah juga perlu menegaskan penegakkan peraturan yang melarang pernikahan di bawah umur dan menyediakan layanan dukungan bagi keluarga rentan. Bantuan ekonomi, seperti beasiswa pendidikan dan program pelatihan keterampilanseharusnya dapat menjadi insentif bagi keluarga untuk memilih jalur pendidikan bagi anak-anak mereka daripada pernikahan dini.
Pernikahan usia dini memang menjadi salah satu akar kemiskinan yang sulit teratasi di Indonesia. Namun, dengan pendekatan yang terstruktur dan dukungan menyeluruh, siklus ini dapat diputus. Edukasi, pemberdayaan ekonomi, dan kesadaran masyarakat merupakan kunci dalam mematahkan rantai kemiskinan yang telah mengakar ini.Â
Mengakhiri pernikahan usia dini tidak hanya akan membuka jalan bagi masa depan yang lebih cerah bagi generasi muda, tetapi juga akan menciptakan generasi yang mampu mengatasi dan membebaskan diri dari kemiskinan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H