Selain itu, bayi yang lahir dari ibu usia dini lebih rentan mengalami masalah stunting, yang berujung pada keterbatasan perkembangan kognitif dan fisik anak. Ketika generasi berikutnya mengalami hambatan kesehatan sejak dini, mereka akan lebih sulit mengatasi kemiskinan yang telah ada.
Keterbatasan Pemahaman dan Akses Kesehatan Reproduksi
Kurangnya edukasi seksual dan pemahaman tentang kesehatan reproduksi adalah faktor utama yang mendorong pernikahan usia dini. Di banyak daerah di Indonesia, pembicaraan tentang kesehatan reproduksi masih dianggap tabu. Bagi saya pribadi, edukasi terkait kesehatan reproduksi masih belum dilakukan secara menyeluruh baik pada anak usia sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas hingga perguruan tinggi.Â
Sehingga jangankan untuk mendapatkan akses informasi pelayanan kesehatan reproduksi, kesadaran mereka tentang betapa pentingnya kesehatan reproduksi saja tidak ada.
 Akibatnya, anak-anak muda, terutama perempuan, tidak mendapatkan informasi yang mereka butuhkan untuk mengambil keputusan yang tepat tentang tubuh mereka. Tanpa pemahaman ini, mereka tidak hanya berisiko besar untuk menikah dan hamil dini, tetapi juga untuk terus melanggengkan siklus tersebut pada anak-anak mereka.
Menguatkan Siklus Kemiskinan Antar-Generasi
Â
Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga dengan orang tua yang menikah dini umumnya menghadapi lingkungan yang penuh keterbatasan ekonomi, pendidikan, dan sosial. Orang tua yang menikah muda sering kali belum cukup matang secara emosional dan finansial untuk membina keluarga yang stabil.Â
Mereka cenderung tidak memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk memberikan pendidikan yang layak dan menciptakan lingkungan belajar yang memadai. Akibatnya, anak-anak mereka tumbuh tanpa bimbingan dan dukungan yang tepat, cenderung putus sekolah, dan akhirnya berujung pada jalan hidup yang sama dengan orang tuanya. Siklus ini kemudian berulang, menambah lapisan kemiskinan dari generasi ke generasi.
Kebijakan dan Edukasi: Solusi yang Diperlukan
Â