Apalagi dengan masa new normal, virus Covid-19 masih ada di tengah-tengah kita. Berusaha untuk berpikiran baik, berpikir positif akan membantu meningkatkan imunitas tubuh, healthy living, meskipun rasa kuatir akan masa depan.
Mungkin perasaan lelah, bosan, marah, sedih, frustasi kita alami. Sebagai manusia, cenderung untuk memilih yang berpikir positif. Hal itu akan membantu untuk menenangkan, mengalihkan atau menyingkirkan perasaan negatif. Mengabaikan emosi negatif yang seharusnya hadir, dan terjebak “kepositifan beracun.”
Sebagai makhluk sosial, manusia melakukan interaksi sosial dengan lingkungan. Mempunyai, menciptakan hubungan dan berkomunikasi. Dengan hubungan interpersonal, kebutuhan mendapatkan perhatian, kasih sayang, kepedulian, adalah bagian dari kebutuhan eksistensi manusia (Feist & Feist, 2013).
Ungkapan atau nasehat kepada teman/sahabat, keluarga, rekan kerja untuk berpikir secara baik atau thinking positive thoughts. Langsung atau tidak langsung kita dengar, dilakukan. Bahkan di media sosial selalu bertebaran ungkapan, ajakan, dan nasehat untuk berpikir positif.
Jebakan Kepositifan
Emosi manusia terdiri dari emosi positif dan negatif, menurut Goleman.D, (1997). Tuhan menganugerahkan itu sebagai salah satu rangkaian mekanisme untuk manusia mampu bertahan hidup.
Hal-hal positif yang ada di sekitar kita, menjadi sumber daya untuk menumbuhkan dan memberikan kesempatan, tetapi dapat pula menjadi suatu jebakan. Memaksakan atmosfer sekelilingmu semuanya positif, menekan, menyingkirkan, dan menyangkal perasaan-perasaan negatif yang dimiliki individu secara nyata dan sesuatu alami untuk dirasakan termasuk toxic positivity (Gross, J. J., and Levenson, R. W, 1997).
Bersikap dan berpikir positif dan optimis akan membantu—kadang-kadang. Sebenarnya justru baik emosi positif dan negatif secara alami kita rasakan. Karena perasaan itu membantu untuk mengukur semua emosi yang seseorang rasakan.
Keseimbangan emosi dengan mengendalikannya sendiri. Saat kamu terjatuh, terpuruk, biarkan rasa sedih, kecewa, sakit, dan marah. Terima semuanya dengan baik, dan saat semua rasa yang menyakitkan bisa diredakan, kekuatan itu akan membantu untuk mengendalikan emosi tersebut.
Akan tetapi, bila emosi-emosi negatif yang dirasakan dan menganggapnya berlebihan, lalu ditolak, diabaikan, atau ditekan, akan berdampak tidak baik di masa mendatang. Kita terjebak dengan menjadikan semuanya adalah emosi positif.
Bagaimana dengan dirimu? Apakah kamu merasa demikian? Semua sikap dan emosi negatif yang dirasakan tak mampu kamu ungkapkan, baik ke orangtua, anggota keluarga, sahabat, bahkan dirimu sendiri sekalipun.