Malam berganti siang, siang berganti malam. Begitupun seterusnya hingga dunia berbicara inilah hidup. Bahkan aku tak mampu menebak apa yang akan terjadi di hari esok, apa yang aku katakan hari ini belum tentu aku katakan di hari esok.Â
Sore ini akupun duduk santai ditemani bantal-bantal kursi yang mampu membuatku menjadi tak sendiri. Pandanganku pada makanan yang sedang dioseng mamah dengan awan yang berubah menjadi abu membuatku makin sulit untuk beranjak dari tempat dudukku.
Tak sabar untuk menyantap makanan hidangan mamah dengan penuh cinta hingga aromanyapun tak hilang walau berganti ruang. Ah rasanya aku harus beranjak dari kursi untuk segera menyantap makanan.
Tidak lama kemudian, mamahpun memanggil "Neng... Neng...." dengan berulang-berulang.
Akupun  menyautnya, "apa Mah?"
Jawab mamah, "tolong antarkan ini makanan ke orang-orang yang ada di rumah Nenek, sekarang".
Aku menjawab dengan santai "iya Mah bentar"
"ayo sekarang, mumpung masih hangat makanannya terus nanti keburu datang hujan." Ujar Mamah dengan kesal.
Tidak lama setelah itu turunlah hujan yang membuatku semakin malas untuk mengantarkan makanan. Tetapi aku harus mengantarkan ke rumah nenek yang sebenarnya tidak jauh dari rumahku. Sesampainya di rumah nenek terlihat banyak orang dengan banyaknya sandal di halaman rumah. Ketika aku menurunkan payung dalam genggaman tangan, terdengar suara tangisan dari arah pintu masuk.
Perasaanku seketika menjadi tidak enak dan berkata dalam hati, "ada apa ini?" Aku semakin penasaran, lalu aku berlari dari halaman rumah menuju ruangan yang terdengar tangisan tersebut.Â
Aku berhenti di depan pintu dengan tangan masih membawa makanan. Pada saat itu aku kaget sampai meneteskan air mata melihat kakek yang sehat harus terbaring hingga kejang-kejang, dikelilingi anak-anaknya yaitu adik dan kakak dari mamah.