Mohon tunggu...
Mira Miew
Mira Miew Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Purwakarta yang jatuh hati dengan dunia kepenulisan dan jalan-jalan

Menulis adalah panggilan hati yang Tuhan berikan. Caraku bermanfaat untuk orang banyak adalah melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Bernostalgia dengan Permainan Tradisional Sunda di Festival Kaulinan Barudak Purwakarta

10 Agustus 2023   14:03 Diperbarui: 14 Agustus 2023   08:01 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kegiatan kaulinan barudak. Foto: dokumentasi pribadi

Kabupaten Purwakarta dikenal salah satunya karena kebijakan pendidikan berkarakter melalui 7 Poe Atikan yang sudah ada sejak tahun 2015 jauh sebelum pemerintah pusat membuat kurikulum merdeka. Inovasi pembelajaran yang lahir dari ide-ide hebat para pemangku pendidikan Purwakarta maupun pemimpin daerah saat itu kemudian melahirkan pembelajaran yang tidak hanya membuat peserta didik mempunyai karakter tetapi juga membuat peserta didik menjadi lebih mencintai alam, lingkungan bahkan budaya daerahnya.

Rebo Maneuh di Sunda

Salah satu pembelajaran yang menjadi pembiasaan peserta didik Purwakarta adalah yang dilakukan pada hari Rabu melalui "Rebo Maneuh di Sunda" yaitu pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai kesundaan dalam kehidupan sehari-hari. "Maneuh" artinya "menetap" dan "Maneuh di Sunda" memiliki makna ketetapan peserta didik yang tinggal di Sunda.

Pada hari Rabu, peserta didik di Purwakarta yaitu dari PAUD hingga SMP menggunakan kebaya Sunda dan untuk lelaki selain memakai pangsi juga memakai ikat Sunda. Selain itu ada pembelajaran lain yang membuat siswa menjadi riang dan bahagia saat di sekolah yaitu adanya kegiatan "Kaulinan Barudak"

"Kaulinan" dalam Bahasa Indonesia artinya Permainan dan "Kaulinan Barudak" artinya permainan anak-anak. Anak-anak sebelum pembelajaran dan saat istirahat diajak dan diperkenalkan dengan permainan tradisional dari Sunda. Dari mulai Sapintrong, egrang, congklak, sapintrong dan masih banyak lagi.

Tujuan pembelajaran ini adalah agar peserta didik Purwakarta tidak lupa akan akar budayanya. Selain itu yang utama adalah agar anak mendapatkan pembiasaan untuk melakukan permainan yang tidak berhubungan dengan teknologi karena dalam beberapa tahun ini anak-anak sudah kencanduan dengan gawai dan permainan online yang membuat anak semakin jauh dengan jiwa sosial dan aktivitas motoriknya jarang digunakan.

Semenjak pindah tugas ke instansi pendidikan sebagai salah satu pengelola media, saya beberapa kali meliput kegiatan "Kaulinan Barudak' di sekolah-sekolah dan memang aktivitas tersebut benar-benar dilaksanakan oleh sekolah baik itu guru, kepala sekolah dan siswanya.

Terpancar raut bahagia dari anak-anak ketika memainkan permainan tradisional apalagi permainan tradisional Sunda ini rata-rata permainan kelompok yang bisa melatih anak bekerjasama dengan temannya yang lain.

Rasa bahagia yang timbul pada peserta didik di Purwakarta menjadi wujud dari implementasi pendidikan karakter dan juga Kurikulum Merdeka karena anak belajar tidak hanya di kelas tetapi juga di luar kelas. Mengenalkan anak akan pembelajaran budaya Sunda dan mempraktekannya langsung.

Foto: dokumentasi pribadi
Foto: dokumentasi pribadi

Festival Kaulinan Barudak Tahun 2023

Tanggal 06 Agustus 2023 Pemerintah Kabupaten Purwakarta menunjuk Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta untuk menyelenggarakan kegiatan Festival Kaulinan Barudak Tahun 2023 sebagai bagian dari perayaan hari Jadi Kabupaten Purwakarta Tahun 2023. Kegiatan ini juga sebagai puncak dari pelaksanaan "Rebo Maneuh di Sunda" yang sudah melekat pada diri peserta didik Purwakarta.

Di Festival yang diselenggarkan di Taman Pasanggarahan Pajajaran Purwakarta, baik itu peserta didik maupun masyarakat umum bisa memainkan permainan tradisional jaman dulu yang sudah jarang dimainkan oleh anak-anak sekarang di rumah kecuali di sekolah-sekolah Purwakarta.

Ada 11 permainan Sunda yang ditampilkan dan bisa dimainkan seperti Bebeletokan, Bebedilan, Momotoran dan Momobilna, Egrang, Sumpit, Galah Santang, Panggal, Congklak, Sapintrong, Dampu, Kelereng, Sorodot Gaplok dan Kakawihan.

Festival ini berlangsung meriah apalagi beberapa permainan dilombakan dan mendapatkan hadiah dari panitia. Bagi pengunjung di atas usia 30 tahunan, ajang festival ini menjadi ajang nostalgia karena bisa memainkan beberapa permainan masa kecil. Bahkan ada satu stand yang menampilkan pembuatan kerajinan dari batang daun singkong yang selama ini sudah jarang ditemukan.

Ada juga lomba kakawihan antar peserta didik yang banyak didominasi peserta dari sekolah dasar. Belajar membuat layangan dan mobil-mobilan dari kardus dan masih banyak lagi.

Tidak ada rasa lelah yang terlihat yang ada perasaan bahagia dari para pengunjung. Saya sendiri sempat mencoba kembali satu permainan yaitu bebedilan dari bambu dan sempat mendapat hadiah karena berhasil menembak target.

Foto: dokumentasi tim Media Disdik Purwakarta
Foto: dokumentasi tim Media Disdik Purwakarta

Festival ini bukan sekedar keriuhan perayaan semata tetapi sebagai puncak dari pelaksanaan pembelajaran Kaulinan Barudak dan ajang unjung kebiasaan peserta didik.

Semua panitia kompak bekerjasama membuat acara ini sukses, lancar dan semua pengunjung bahagia dan bisa mengenal kembali permainan tradisional yang hampir hilang ditelan jaman.

Dengan kaulinan anak-anak tidak perlu mengeluarkan biaya besar untuk membeli kuota karena permainan ini berasal dari alam dan lingkungan sekitar.

Kaulinan ini bisa membuat badan sehat karena banyak gerak dan peserta didik bisa belajar membuat strategi untuk memenangkan permainan tersebut tanpa perlu memainkan game online.

Seperti yang Kepala Dinas Pendidikan Purwakarta, H. Purwanto katakan bahwa kegiatan Kaulinan tidak akan menjadi pembiasaan bahkan budaya jika tidak perkenalkan kemudian dipraktekan sejak dini. Anak-anak harus diperkenalkan kembali dengan permainan tradisional apalagi efek negatif dari aktivitas yang dilakukan anak-anak sekarang yaitu di depan layar gawai dan sangat mendominasi kehidupannya membuat anak-anak jauh dari nilai-nilai sosial.

Saatnya kita membantu anak-anak untuk terus menuntun mereka dan membantu melestarikan serta menjadikan pembiasaan positif ramah lingkungan dan sarat akan budaya leluhurnya melekat pada diri anak-anak. Karena merekalah yang akan menjadi penerus untuk tetap melestarikan dan mengenalkan kembali budaya leluhurnya agar tidak punah dan hilang ditelan jaman.

Semangat melestarikan budaya Indonesia. Aku Cinta Indonesia.

Foto: dokumentasi tim Media Disdik Purwakarta
Foto: dokumentasi tim Media Disdik Purwakarta

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun