Di lingkungan kerja pemerintahan, jenis pekerja dibagi menjadi dua yaitu ASN dan Honorer. ASN atau Aparatur Sipil Negara gajinya jelas bersumber dari anggaran negara sedangkan Pekerja Honorer gajinya bersumber dari anggaran kantor pemerintahan itu sendiri.
Menjadi seorang ASN dan pegawai honorer sama-sama tidak mudah. Para ASN dituntut kerja yang benar-benar profesional apalagi sudah digaji oleh uang rakyat. Jika mereka bekerja tidak sesuai aturan dan tidak sesuai jobnya dan lebih banyak menghabiskan waktu santai daripada bekerjanya jelas akan mendapatkan cibiran ataupun dipandang negatif oleh pekerja lain terutama honorer. Apalagi ASN adalah contoh bagi pekerja honorer dalam bekerja.
Begitu juga dengan pegawai honorer yang juga dituntut untuk kerja yang maksimal. Meskipun gaji mereka tidak sebesar gaji ASN namun karena kedudukan mereka juga membantu pekerjaan ASN jadi urusan profesionalitas biasanya disamakan dengan PNS. Hanya saja yang membedakan adalah pegawai honorer kalau tidak nyaman bekerja bisa berhenti kapan saja dan begitu juga jika lalai dalam bekerja dan beberapa kali mendapat teguran, pegawai honorer bisa dipecat kapan saja oleh pimpinan.Â
Berbeda dengan ASN yang apabila tidak nyaman harus tetap bekerja ditempat itu dan jika ingin pindah harus melalui prosedur yang tidak mudah untuk dilakukan kecuali jika diminta mutasi langsung oleh pimpinan daerah.
Meskipun terdapat perbedaan itu namun seharusnya tidak ada perbedaan antara ASN ataupun Honorer. Semua derajatnya sama dalam pekerjaan. Yang membedakan hanyalah status kepegawaian dan gajinya saja. Jika tidak memandang perbedaan itu, lingkungan kerja akan tercipta suasana yang baik dan menyenangkan.
Saya sendiri pernah mengalami bekerja sebagai pegawai honorer selama 10 tahun setelah itu baru diangkat sebagai ASN. Selama bekerja sebagai pegawai honorer di tempat kerja yang pertama, lingkungan kerja lebih ke persaingan antar honorer yang ingin dipandang baik oleh rekan kerja ASN sehingga pekerjaan mereka terpakai. Tapi persaingan itu justru di rasa sehat dan menjadi pemicu bagi pegawai honorer untuk bekerja lebih baik lagi. Apalagi penilaian yang positif menjadi bahan rekomendasi pimpinan jika suatu saat ada pengangkatan pegawai ASN.
Baru di tempat kerja yang kedua saya pernah mengalami lingkungan kerja yang benar-benar toksik sehingga sempat membuat saya depresi, stress dan sering sakit-sakitan. Hal itu dikarenakan saat itu saya sebagai pegawai honorer pindahan dan saat itu ada dua ASN yang ada di kantor saya yaitu kepala kantor dan bendahara.Â
Awalnya merasa nyaman karena saya banyak mendapat bimbingan dan mendapat tugas yang tidak pernah saya kerjakan sebelumnya. Namun lama kelamaan setelah pimpinan saya pensiun dan kemudian diambil alih oleh ASN yang satu lagi yang ternyata memiliki emosi dan ego yang tinggi. Apalagi hanya dia satu-satunya ASN di kantor tempat saya bekerja sehingga merasa punya "hak" untuk menjadi pemimpin bagi pegawai honorer.
Karena saya terhitung baru jelas pekerjaan saya mendapat perhatian dan penilaian dari beliau. Namun yang tidak saya duga bahwa beliau orang yang mudah marah jika pegawai honorernya tidak bekerja dengan baik. Intinya adalah sebagai seorang ASN beliau merasa lebih punya kekuasaan dibanding pegawai honorer.Â
Hampir semua pegawai pernah kena marah beliau. Hanya ada satu pegawai honorer yang tidak pernah kena amarah bahkan selalu diperlakukan dengan baik itupun karena pegawai itu rumahnya tidak terlalu jauh dari rumah beliau dan beliau sangat mengenal baik keluarganya.
Bertahun-tahun saya mengalami kekerasan verbal bahkan fisik dari beliau apalagi semenjak saya tahu tentang kinerja beliau yang lebih banyak nyuruhnya dibanding mengerjakan sendiri, yang lebih sering datang siang dan pulang cepat sementara pegawai honorer harus datang lebih pagi dan pulang lebih sore dan masih banyak lagi kesalahan fatal yang beliau lakukan.Â
Disaat pegawai honorer lebih banyak diam dan bicara di belakangnya, saya lebih suka mengutarakan langsung meskipun hasilnya beliau marah besar dan kemudian membenci saya. Kami berdua sudah seperti Tom dan Jerry yang lebih sering ributnya meskipun kami tetap bekerja professional.Â
Pernah saya mengalah dan manut saja dengan perintah dan ocehan beliau namun diam dan manutnya saya pun dianggap salah oleh beliau. Â Ada saja kesalahan saya yang dicari olehnya agar saya berhenti bekerja ataupun dipindahkan.Â
Bahkan ketika saya diangkat menjadi ASN dan tetap dipekerjakan di tempat kerja yang sama dengannya tidak henti-hentinya beliau mencari celah agar saya mendapat teguran tidak hanya dari pimpinan namun juga dari instansi yang lebih tinggi.Â
Bahkan ketika saya berprestasi mengharumkan nama tempat bekerja, prestasi itupun dianggap tidak ada apa-apanya dan malah membuat beliau semakin tidak menyukai saya.Â
Saking tidak kuatnya mendapat perlakuan semena-mena dari beliau, karena saya menjadi sering sakit-sakitan, Â saya berkali-kali mengajukan pengunduran diri atau pindah dari tempat kerja. Namun selalu diminta untuk bersabar entah itu oleh keluarga, sahabat maupun rekan-rekan kantor yang lain.Â
Karena sakitnya sudah sampai parah bahkan saya sempat enam bulan istirahat karena sakit, saya pun kembali mengajukan permohonan pindah ke instansi lain yang kebetulan mau menerima saya.Â
Namun diluar dugaan, surat pindah saya ditolak dan justru beliau lah yang dipindahkan ke sekolah di lokasi yang lebih terpencil lagi. Saya masih dipertahankan di tempat kerja saya dan terlebih lagi beliau akhirnya diketahui banyak bermasalah dalam keuangan.
Setelah beliau pindah, suasana di kantor lebih tenang, damai bahkan saya pun tidak ada keinginan untuk pindah. Apalagi setelah kehadiran dua ASN baru yang ternyata sangat baik dan punya kinerja bagus di pekerjaan. Kami bertiga pun berprinsip tidak akan melakukan hal yang dilakukan oleh beliau yang telah dipindah tugas.Â
Di mata saya dan rekan-rekan ASN yang lain, pegawai honorer adalah kawan kami di pekerjaan yang sama derajatnya. Ketika ada rejeki lebih, saya dan kawan ASN sering mengajak makan teman-teman honorer. Kami pun sering pergi keluar bersama-sama walaupun sekedar makan bakso ataupun piknik ke villa salah satu rekan ASN.Â
Saya pun jadi tidak pernah sakit-sakitan lagi. Bisa dibilang setelah beliau pindah, di pekerjaan saya lebih nyaman, lebih tenang dan bisa lebih fokus dalam bekerja. Selain itu saya juga bisa menyalurkan hobi menulis dan foto saya di tugas tambahan yang diamanatkan ke saya sebagai penanggung jawab media sosial maupun website sekolah tempat saya bekerja.
Di tempat kerja manapun suasana lingkungan pekerjaan yang toksik akan selalu didapat. Akan ada yang sirik, iri ataupun tidak suka dengan pekerjaan kita atau pribadi kita. Tapi kita bagaimanapun harus tetap professional dalam bekerja. Tetaplah sabar jika mengalami toksik di pekerjaan. Yakinkan pada diri, derita yang didapat akan indah pada waktunya. Akan terlihat mana yang dipertahankan mana yang dilepas. Tunjukkan dengan kemampuan dan dedikasi kita pada pekerjaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H