Mohon tunggu...
Mira Miew
Mira Miew Mohon Tunggu... Administrasi - ASN di Purwakarta yang jatuh hati dengan dunia kepenulisan dan jalan-jalan

Menulis adalah panggilan hati yang Tuhan berikan. Caraku bermanfaat untuk orang banyak adalah melalui Tulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Perjodohan Identik dengan Keterpaksaan dan Tanpa Cinta

23 Mei 2021   11:18 Diperbarui: 23 Mei 2021   12:21 2589
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi foto: Shutterstock/Andrey Bayda

"Dulu saya pernah dijodohkan kemudian gagal dan kemudian saya kapok dijodohkan lagi"

Kira-kira seperti itulah kata yang keluar ketika kita pernah mengalami perjodohan namun pada akhirnya perjodohan itu gagal atau tidak langgeng. Jika Dilan berkata bahwa Rindu itu Berat, maka orang yang mengalami perjodohan akan berkata bahwa dijodohkan itu berat.

Berat dalam arti karena membawa tidak hanya nama baik kita namun nama baik keluarga. Bahwa butuh proses cukup Panjang untuk bisa menyakinkan hati apakah menerima perjodohan itu atau bukan apalagi ini urusannya dengan masa depan dan untuk selamanya.

Dijodohkan akan berhasil ketika pasangan yang dijodohkan itu pas dengan kriteria pasangan yang kita mau. Namun jika bertolak belakang apalagi didasari tanpa adanya cinta perjodohan itu tentu tidak akan bahagia bahkan kemungkinan besar akan berpisah. 

Saya sendiri termasuk bagian dari yang dijodohkan namun kemudian gagal. Saya dijodohkan oleh kawan saya kepada adiknya yang di usia 45 tahun belum pernah menikah. Karena tidak ada perempuan yang dikenal oleh teman saya, maka saya dijodohkan dengan adiknya. Namun dalam perjalanan harus berakhir karena berbagai faktor. 

Sebelum kita melangkah jauh dari perjodohan ke pernikahan alangkah baiknya kita memperhatikan terlebih dahulu beberapa hal :

Jangan cepat-cepat memutuskan menikah

Salah satu faktor kegagalan saya kemarin adalah saya di suruh buru-buru untuk menikah hanya karena faktor usia pasangannya dan karena dalam agama yang dianut tidak boleh pacaran lama-lama. Akhirnya dalam waktu satu bulan perjodohan dengan tujuh kali pertemuan, kami disuruh menikah oleh pihak keluarganya. Padahal belum saling mengenal betul karakter dan sifat masing-masing.

Meskipun kita dijodohkan dan sudah mengenal orang yang menjodohkan kita namun kita janganlah mau ketika harus diburu-buru untuk ke tahap yang lebih serius apalagi kita hanya baru beberapa kali bertemu. Banyak hal yang harus kita pertimbangkan sebelum menerima keputusan untuk dinikahkan.

Kenali lebih dalam sifat pasangan yang dijodohkan

Salah satu pertimbangan saya menerima perjodohan itu karena melihat bibit keluarganya yang agamis dan dari kaum intelektual. Namun kenyataannya sifat pasangan saya berbeda sangat jauh dengan keluarganya dan saya baru mengetahui itu setelah menikah.

Ternyata meskipun berasal dari "bibit" yang bagus namun belum tentu kok bibit itu membuahkan hasil yang sama. Karena itulah sebelum memutuskan ke jenjang yang lebih serius sebaiknya kita harus mengenal sifat pasangan kita apakah sama dengan keluarganya atau berbeda. Bagaimana kesehariannya di rumah ataupun di pekerjaan. Apakah dia pekerja keras ataupun tipe pemalas dan lebih sering mengadahkan tangan ke keluarganya.

Masa pengenalan dalam jangka waktu yang lama itu penting agar kita tidak kaget ketika menjalani hidup dengan pasangan kita sampai akhirnya kita menemukan titik dimana kita siap menerima kekurangan pasangan kita.

Keluarga Akan Ikut Campur

Yang paling berat adalah ketika kita dijodohkan oleh salah satu keluarganya yang kita kenal dan terlalu berharap lebih pada kita. Lalu saking merasa dekatnya dengan kita dan juga dengan keluarga yang akan dijodohkan maka dalam hal apapun keluarga akan ikut campur terlebih lagi pasangan yang kita jodohkan sangat dekat dengan keluarganya dan selalu melibatkan keluarga dalam setiap langkahnya. Kita akan dicap tidak baik jika mengecewakan bagian dari keluarganya yang mereka jodohkan meskipun keluarganya hanya mendengar cerita dari keluarganya yang mereka jodohkan pada kita.

Inilah kenapa dijodohkan itu berat karena kita tidak akan bisa lepas dari campur tangan yang menjodohkan dalam hal ini keluarganya.

Dijodohkan = keterpaksaan

"Saya menikah dengan kamu bukan karena saya cinta kamu tapi terpaksa karena dijodohkan oleh keluarga saya"

Biasanya seiring berjalannya waktu dan yang dijodohkan tidak sesuai harapan kita, kalimat itu pasti keluar dari mulut pasangan yang merasa tidak puas dengan pasangan yang dijodohkan. Sehingga kemudian yang terjadi hubungan diantara keduanya berjalan karena keterpaksaan yang kemudian berujung pada seringnya mengalami konflik hingga memilih berpisah.

Perjodohan memang sering kali di identikan dengan keterpaksaan dan tanpa cinta. Terpaksa menerima perjodohan karena tidak enak dengan orang yang menjodohkan kita. Terpaksa menikah dengan orang yang dijodohkan dengan kita karena faktor usia dan malu jika dikatakan belum menikah meski usia sudah tua. Terpaksa menerima perjodohan karena demi membantu ekonomi keluarga dan masih banyak lagi. 

Sebetulnya menikah tanpa saling cinta dan keterpaksaan bisa bahagia asalkan kita ikhlas dengan niatkan untuk beribadah dan mau menerima kekurangan masing-masing. Jika kita memperlakukan pasangan kita dengan baik dan membuatnya nyaman, meskipun dalam keadaan menikah karena dijodohkan namun seiring berjalannya waktu keterpaksaan itu bisa hilang dan berganti dengan rasa sayang dan cinta pada pasangan.

Namun jika terus ditanamkan rasa keterpaksaan tersebut pastinya pernikahan itu tidak akan pernah berjalan dengan bahagia. Apalagi hingga hak dan kewajiban yang harusnya dilakukan namun karena keterpaksaan,  akhirnya hak dan kewajiban itu diabaikan. Pasangan kita jarang ada di rumah dan lebih sering meninggalkan kita dengan alasan tidak ada rasa cinta untuk kita. Ujungnya pasti akan terus ada konflik mengingat kita tidak mendapatkan hak dan kewajiban dari orang yang telah menikahi kita hanya karena pasangan kita terpaksa menikah dengan kita.

Efek kegagalan perjodohan bagi perempuan bisa menimbulkan trauma luar biasa. Ada penyesalan kenapa menerima perjodohan tersebut jika akhirnya berakhir tidak baik sehingga timbul kepercayaan untuk tidak ingin dijodohkan kembali.

Dijodohkan bisa berhasil jika masing-masing pasangan yang dijodohkan siap menerima kekurangan pasangan masing-masing karena niatan ibadah saja tidak cukup jika tidak diimbangi oleh kesiapan keduanya dalam menerima baik buruk pasangannya. Meskipun perjodohan itu tidak didasari cinta, seiring berjalannya waktu jika sama-sama saling menghargai satu sama lain, masing-masing melakukan hak dan kewajibannya ada kemungkinan perjodohan itu akan berhasil.  Banyak juga kok pasangan yang dijodohkan kemudian menikah dan awet sampai akhir hayatnya.

Selamat menunggu jodoh bagi yang belum mendapatkan pasangan dan selamat menikmati kebersamaan dengan kalian yang sudah mendapat jodoh terbaik yang dipilih Tuhan. Bahagia selalu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun