Malaysia adalah negara pertama yang ingin saya singgahi jika liburan ke luar negeri. Negara tetangga kita yang luasnya 329.847 km persegi.(Wikipedia) ini membuat saya penasaran karena mendengar cerita teman-teman yang sering liburan ke sana yang katanya negara yang cocok untuk pecinta liburan ala backpacker seperti saya.
Tiga tahun lalu rencana itu hampir terwujud ketika saya akan backpackeran sendirian ke Malaysia namun rencana tinggal rencana, saya mengalami sakit dan selama beberapa waktu saya bolak-balik masuk rumah sakit.Malaysia pada saat itu akhirnya seperti impian belaka buat saya.
Namun April lalu, kakak saya mengajak saya untuk ikut trip ke Malaysia. Kebetulan sepupu saya mendapat tiket promo murah dari salah satu maskapai penerbangan Belanda untuk keberangkatan pertengahan bulan juli.Â
Dengan 1,6 juta saya bisa pergi ke Malaysia karena sudah termasuk tiket pesawat dan hotel selama 4 hari. Tawaran yang sulit untuk ditolak apalagi liburannya bareng dengan keluarga, moment langka untuk saya yang tinggal jauh dari keluarga.
Dan tanggal 18 s.d. 21 Juli saya berdua belas beserta kakak-kakak, keponakan, sepupu, tante dan teman-teman pengajian kakak kemudian berlibur ke Malaysia.
Dan liburan kemarin tak sekedar bersenang-senang belaka.
Liburan kemarin Justru jadi moment saya untuk lebih mengenal keluarga saya. Saya yang tinggal terpisah dan jarang sekali bertemu dengan kakak-kakak saya, menjadi punya waktu banyak dengan mereka bahkan ada satu malam dimana kami bertiga berkumpul dan mengeluarkan isi hati masing-masing dan membuat saya lebih memahami dan mengetahui mereka yang selama ini terpisah jauh dari saya. Â
Liburan dengan keluarga membuat saya merasa dijagai oleh mereka tanpa takut penyakit maag kronis saya kambuh. Saya selalu diingatkan untuk jangan sampai telat makan. Saya makan berkali-kali pun mereka mengerti. Saya tidak pernah merasa  khawatir sakit karena bersama orang-orang yang menyayangi dan tahu kondisi saya justru membuat saya sehat dan tak merasakan sakit apapun. Rasa yang belum tentu bisa saya alami jika saya liburan dengan orang lain.Â
Ketika bawaan pulang saya banyak, mereka keluarga saya berkenan untuk membawa bawaan saya. Jalan-jalan dengan mereka juga menyenangkan karena meski ibu-ibu tapi jiwa mereka seperti anak muda.
Liburan di Malaysia menjadi ajang silaturahmi saya dengan teman saya yang kebetulan orang Malaysia. Pak Haji Abdul Kareem, seorang pesepeda senior Malaysia sekaligus penerjung payung senior Malaysia yang saya temui tiga tahun lalu ketika beliau bersepeda keliling pulau Jawa dan sempat singgah untuk istirahat di rumah saya. Ketika saya di Malaysia, beliau menjamu saya dan keluarga selama disana.Â
Kami disambut  dengan baik. diajak jalan-jalan dan diperkenalkan dengan makanan Malaysia. Keramahan dan kebaikan dari penduduk Malaysia salah satunya saya temui pada sosok beliau. Pertemuan ini menjadi ajang silaturahmi yang baik antar penduduk dua negara. Bahwa di manapun berada kita pasti akan selalu bertemu dengan orang baik asal kita juga baik.
Liburan di Malaysia menjadi ajang saya untuk belajar lagi tentang banyak hal. Di Malaysia ada etika tidak boleh makan di mobil apalagi di angkutan umum. Alasannya agar tidak ada sampah di mobil. Di mobil saja mereka menjaga kebersihan apalagi di tempat umum. Jarang sekali saya menemukan sampah yang dibuang sembarangan. Saya juga takjub akan pembangunan di negara Malaysia.Â
Hotel saya menginap pun terletak di depan jalan utama Bukit Bintang. Dari kamar hotel saya bisa melihat suasana lalu lintas jalanan dan saya jarang melihat motor berlalu lalang. Â Tak ada kebisingan dari knalpot motor maupun kendaraan yang selalu menerobos lampu merah meski lampu merah menyala. Jalanan begitu tertib.Â
Begitu juga tidak ada tukang parkir atau pengamen yang ditemui ketika makan di restoran ataupun berada di tempat umum. Barang-barang di Malaysia termasuk lebih murah dari negeri kita (saya sempet kalap beli cokelat disana) dan itu akibat dari pajak barang di Malaysia yang sudah dihapuskan semenjak kepemimpinan Mahatir Muhamad.
Liburan di Malaysia menjadi pelajaran untuk saya betapa liburan itu tak selamanya senang-senang terus pulang membawa oleh-oleh barang. Proses di Imigrasi yang begitu sulit dan menghabiskan waktu lama membuat saya sadar selama ini kita lihat enaknya orang berpergian ke luar negeri sementara kita sering meminta oleh-oleh dari mereka. Padahal untuk masuk ke negara orang ada proses sulit dan lumayan lama untuk bisa masuk ke negara orang.Â
Seperti kita tidak boleh membawa minuman melebihi 100 ml sementara setelah proses pemeriksaan barang, ada antrian imigrasi yang begitu panjang dan bahkan memakan waktu lebih dari satu jam. Melelahkan tanpa ada minuman. Â Belum lagi harus mengurus visa dan perizinan lain.Â
Semua itu menjadi pelajaran berharga dan lebih menghargai lagi teman yang ke luar negeri untuk tidak meminta oleh-oleh dari mereka. Wajar kalau teman yang berpergian ke luar negeri sering membuka jastip (jasa titipan) karena biaya nya tidak murah apalagi kalau kelebihan bagasi, Â kita harus membayar lebih lagi dari ketentuan bagasi yang diterapkan oleh maskapai penerbangan.
Banyak yang bisa kita ambil selama liburan. Bahwa liburan tak selamanya senang-senang belaka lalu pulang membawa oleh-oleh barang untuk dibagikan tapi banyak yang kita bisa pelajari dan ambil hikmahnya entah itu disaat moment bareng partner liburan kita, belajar budaya maupun adat istiadat daerah yang kita kunjungi dan pastinya lebih menghargai dan bisa melihat ciptaan Tuhan yang maha luar biasa.
Selamat berlibur semuanya...
PS : Buat The Chacom Family, terima kasih untuk liburan serunya yang luar biasa. Semoga bisa liburan  bareng lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H