Mohon tunggu...
Mira Sri Nuraini
Mira Sri Nuraini Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Majalengka

Writing is a long process

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

"Jalan Bandungan" Novel Sastra Inspirasi Bagi Kaum Wanita

20 April 2019   14:25 Diperbarui: 23 Agustus 2022   07:25 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Novel Jalan Bandungan merupakan sebuah novel karya Nh. Dini, yang ditulis tahun 1989. Novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang wanita bernama Muryati melawan masa-masa sulitnya. Kisahnya bermula saat ia bertemu dengan seorang pemuda bawahan ayahnya yang merupakan seorang jendral perang. Pemuda tersebut bernama Widodo. Widodo kemudian melamar Muryati melalui ayahnya.

Sebagai seorang anak yang patuh, Muryati selalu memenuhi perintah ayahnya termasuk saat ia diminta ayahnya untuk menerima lamaran Widodo. Akan tetapi, setelah mereka bertunangan, ternyata Muryati mulai menemukan berbagai ketidakcocokan diantara mereka berdua. Widodo adalah seorang lelaki yang egois, yang selalu ingin terpenuhi keinginannya. Hal itu tentunya membuat Muryati kewalahan dalam menghadapi sikap Widodo. Meski begitu, Muryati tetap sabar hingga akhirnya mereka melangkah ke jenjang pernikahan.

Muryati awalnya bekerja sebagai seorang guru, namun karena keinginan suaminya ia terpaksa berhenti dan hanya menjadi ibu rumah tangga saja. Alasan Widodo menyuruh Muryati berhenti menjadi seorang guru ialah karena Widodo merasa tersaingi dalam segi penghasilan, juga Widodo merasa  dengan penghasilannya pun ia bisa menghidupi keluarga. Dalam hal ini Widodo sungguh tidak berpikiran terbuka, itulah yang tidak disukai Muryati darinya. Tak hanya sampai disitu, masalah demi masalah terus muncul dalam rumah tangga Muryati dan Widodo.

Semakin lama, sikap Widodo semakin tertutup apabila Muryati bertanya tentang pekerjaannya. Widodo selalu pulang tanpa memberitahu terlebih dahulu akan pulang jam berapa, bahkan kadang tidak pulang berhari-hari. Sebagai seorang istri, tentu saja Muryati menginginkan keterbukaan dalam hubungan, namun Widodo tetap menjadi seorang Widodo yang tertutup.

Hingga suatu hari, Muryati harus mengetahui sebuah fakta mengejutkan tentang Widodo, suaminya. Widodo ditangkap oleh polisi karena terlibat dalam PKI (Partai Komunis Indonesia). Muryati sama sekali tak menyangka suaminya terlibat sebagai anggota aktif PKI. Setelah Widodo dipenjara, Muryati pun harus menghidupi ketiga anaknya sendirian.

Muryati yang hanya seorang ibu rumah tangga itu mulai mencari cara agar bisa menghidupi anak-anaknya. Lewat dukungan orangtua dan sahabat-sahabat baiknya saat SMA, Muryati bisa melalui masa-masa yang menyedihkan itu. Muryati kembali melamar ke beberapa sekolah untuk menjadi guru. Awalnya banyak sekolah yang menolak Muryati karena ia adalah seorang istri anggota PKI. Namun, berkat kegigihannya, akhirnya Muryati diterima untuk mengajar di sebuah sekolah.

Muryati mencoba bangkit dari keterpurukannya demi ketiga anaknya. Sesekali Muryati mengajak anaknya untuk berkunjung ke sel, menemui ayahnya. Meski ia merasa kesal terhadap Widodo, ia tak pernah megajarkan anak-anak untuk membenci ayahnya. Suatu hari, ketika Muryati berkunjung ke sel, ia mengajukan gugatan cerai pada Widodo. Hal itu merupakan keinginannya sejak dulu. Meski mereka sudah resmi bercerai, Muryati selalu menyuruh anak-anaknya untuk sering berkunjung menemui ayahnya di sel.

Singkat cerita, karir Muryati mulai membaik. Ia juga terpilih mengikuti program beasiswa S2 di Belanda. Ketika di Belanda, ia bertemu dengan adik iparnya yang bernama Handoko. Handoko adalah seorang arsitek yang kala itu ditugaskan di Belanda untuk menyelesaikan suatu proyek. Muryati dan Handoko kemudian saling jatuh cinta dan mereka memutuskan untuk menikah di Indonesia. Setelah mendengar kabar pernikahan Muryati, Widodo tidak terima.

Setahun setelah pernikahan Muryati dan Handoko, Widodo dibebaskan dari penjara. Ia terus mengunjungi Muryati, berharap bisa mengambil kembali hati Muryati. Akan tetapi, Muryati sudah bahagia dengan Handoko. Mereka berdua memiliki kecocokan yang tinggi. Handoko yang memiliki pemikiran terbuka menerima Muryati apa adanya. Mereka kemudian tinggal bersama di sebuah rumah peninggalan sahabat Muryati, di Jalan Bandungan. Jalan Bandungan menjadi saksi kehidupan Muryati yang baru, yang terus membaik.

Novel "Jalan Bandungan" ini memiliki banyak amanat yang dapat kita ambil diantaranya yaitu kita harus menjalani takdir Allah SWT dengan penuh keikhlasan. Selain itu, kita harus yakin bahwa setelah hujan akan datang pelangi, artinya setiap masalah pasti ada jalan keluarnya dan setiap cobaan pasti ada hikmahnya.

Lewat novel ini pula saya belajar bahwa sebagai seorang wanita, kita tidak boleh terlalu bergantung pada laki-laki. Kita harus mampu membuktikan pada dunia bahwa wanita bukan makhluk lemah, wanita juga harus mampu menopang diri sendiri dan keluarga.

Adapun kekurangan dari novel yang berjudul "Jalan Bandungan" ini antara lain yaitu; desain cover buku terlalu sederhana sehingga kurang bisa menarik perhatian pembaca dan ceritanya terlalu berat karena memasukkan konflik rumah tangga. Meskipun demikian, novel ini patut dibaca oleh kalangan remaja maupun dewasa, karena banyak sekali motivasi di dalamnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun