Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Awaludien
Muhammad Iqbal Awaludien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis konten suka-suka!

Berbagi informasi dan gagasan. Tergila-gila pada sastra, bola, dan sinema. Email: iqbalawalproject@gmail.com Blog: https://penyisirkata.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Perkembangan Tiket dari Zaman Kuno sampai Modern

18 Januari 2024   15:11 Diperbarui: 18 Januari 2024   18:40 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tiket Kereta Zaman Belanda. Sumber gambar: Merdeka.com

Tiket bukan sesuatu yang asing dalam kehidupan kita. Istilah ini dipahami sebagai "tanda" buat ongkos atau biaya naik bus, kereta, pesawat nonton bioskop, nonton konser, masuk ke tempat rekreasi, dan lain-lain. 

Bentuk tiket yang juga bersinonim dengan karcis ini umumnya berupa secarik kertas. Di dalamnya tertera harga, informasi layanan yang ditawarkan, dan masa berlaku tiket. Namun, setelah era digital berkembang bentuk tiket lebih variatif. Selain berbentuk fisik, kini tiket juga banyak yang berbentuk digital dalam format file.

Sejarah Singkat Tiket

Konon tiket sudah ada sejak zaman kuno. Peradaban Yunani Kuno sudah melangsungkan Olimpiade pada tahun 776 SM. Namun pada masa ini tiket belum dijual karena stadion olahraga belum memiliki tempat duduk. Pada peradaban Romawi lah "tiket masuk" mulai diberlakukan. 

Dalam artikel berjudul "Ticket Operations History and Background" karya James T. Reese, Jr. and Derek Thomas, menyebutkan berbagai macam benda seperti pecahan tembikar atau batu, digunakan sebagai tiket masuk Coloseum dan Amphitheater di Roma pada abad pertama masehi. Tiket tersebut diberi label dengan rincian seperti nomor lengkungan dan lokasi tempat duduk dan biasa disebut tessera. Mengingat tempat duduk Colosseum yang bisa menampung 50.000 hingga 87.000 penonton, tiket kuno ini difungsikan untuk mengelola kerumunan dan mengatur lalu lintas keluar masuknya penduduk Roma yang ingin menonton pertunjukan Gladiator, acara keagamaan, dan teater.

Tiket kuno untuk nonton teater di zaman Romawi. Sumber gambar: vroma.org
Tiket kuno untuk nonton teater di zaman Romawi. Sumber gambar: vroma.org

Beralih ke Indonesia, sejarah tiket tidak bisa dilepaskan dari perkembangan transportasi kereta api dan dunia hiburan pada era kolonial. Dilansir dari Kompas.com, tiket kereta api saat itu menggunakan Tiket Edmondson yang pertama kali diperkenalkan pada 1840 di Inggris.  

Jenis tiket ini mulai digunakan di Indonesia pada era Hindia-Belanda oleh Nederlands-Indische Spoorweg Maatshappij (NIS) pada 1897 untuk rute Semarang-Solo-Yogyakarta. Tiketnya sendiri terbuat dari kertas karton berukuran 6x3 cm dan menggantikan keberadaan tiket sebelumnya yang ditulis menggunakan tangan.

Tiket Kereta Zaman Belanda. Sumber gambar: Merdeka.com
Tiket Kereta Zaman Belanda. Sumber gambar: Merdeka.com

Sementara tiket bioskop dari zaman Belanda sampai sekarang masih menggunakan kertas kecil. Cara mendapatkannya pun sama, yaitu kita langsung membelinya di bioskop tempat film diputar. Hanya saja, perbedaannya kini tiket bioskop bisa juga dipesan secara daring. Satu hal yang tak dapat dilakukan pada masa lalu. 

Tiket di Zaman Modern

Era teknologi informasi membuat segalanya serba mudah. Apa pun yang kita perlukan bisa diperoleh secara daring. Mau belanja bahan-bahan makanan, sekarang tidak selalu harus pergi ke pasar tradisional. Cukup buka aplikasi di ponsel pintar dalam genggaman, klik beberapa kali sampai pembayaran. Pesanan pun akan sampai di pintu depan. 

Setali tiga uang dengan cara membeli tiket. Bagi kita yang kerap naik bus antar kota antar provinsi (AKAP) pada dasawarsa 2000-an, tiket harus didapatkan langsung ke pool bus yang bersangkutan. Selain itu, pemesanan bisa juga melalui telepon. 

Begitu pula bagi para pecinta musik dan pemburu konser musisi favorit. Dulu, sebelum tiket konser bisa dibeli secara daring, jika tidak on the spot, tiket konser harus dibeli di toko kaset, toko merchandise, distro, atau agen resmi yang ditunjuk promotor atau EO (event organizer). 

Legenda toko penjualan tiket-tiket konser di Indonesia, Ibu Dibjo. Sumber gambar: Ibudibjo.com
Legenda toko penjualan tiket-tiket konser di Indonesia, Ibu Dibjo. Sumber gambar: Ibudibjo.com

Pola seperti ini berlaku pula untuk pembelian tiket kereta api, masuk tempat rekreasi, dan event-event hiburan lainnya. Ketika medium yang mampu memudahkan pelanggan dalam memperoleh tiket belum ada, tiket mau tak mau harus dibeli langsung di tempat. 

Layanan Tiket Online

Kita boleh berandai-andai. Bisa jadi konser Coldplay di Gelora Bung Karno (GBK) November 2023 lalu tidak akan mencapai 80.000 penonton, jika saja penjualan tiket konser dari band asal Inggris itu tidak didukung platform atau layanan tiket online. Ya, mungkin akan tetap penuh,  tapi bayangkan, bagaimana sesaknya loket tiket bila semua penonton membeli langsung di pintu gerbang acara. 

Untungnya, teknologi digital yang berkembang pesat memungkinkan 'journey' kita untuk memperoleh tiket menjadi lebih pendek. Tidak harus selalu datang ke loket pembelian, toko, dan agen resmi penjualan, sekarang tiket dapat diperoleh melalui layanan tiket online.

Bahkan, tiket pun kini tidak harus selalu kertas, namun berbentuk gelang yang dilengkapi barcode. Bahkan tak sedikit pula yang berformat digital (e-tiket). Tiket yang terakhir disebut dianggap lebih praktis karena bisa tersimpan-aman di ponsel pintar, dan untuk menggunakannya, pemilik tiket cukup memperlihatkannya ke ticket officer. 

Scan e-tiket untuk masuk ke acara. Sumber gambar: Istimewa
Scan e-tiket untuk masuk ke acara. Sumber gambar: Istimewa

Kemudahan memperoleh tiket di era digital ini tak bisa terlepas dari keberadaan Ticketing Management Service (TMS).  Entitas perusahaan yang menyediakan berbagai layanan mulai dari secure gate-system, penjualan tiket daring ataupun on-the-spot, hingga layanan cashless payment system dengan cepat, mudah, dan aman.  

Di Indonesia, kamu tentu sudah tidak asing dengan nama-nama Loket, Yesplis, Kiostix, Eventbrite, BookMyShow, Goers, dan yang paling baru TiketBersama. Ya benar, itu dia beberapa perusahaan TMS yang bikin industri hiburan dan pengelolaan event semakin menggeliat. 

TMS di Indonesia

Tak kenal maka tak sayang, mari kita bahas beberapa TMS tersebut untuk menambah pengetahuan.  

TiketBersama

Platform TMS yang satu ini terbilang baru. Namun jangan salah! Layanan manajemen dan penjualan tiket ini sudah berpengalaman memegang event-event besar, antara lain penjualan tiket untuk Gresik United di Pegadaian Liga 2 Indonesia, mengelola event on ground beberapa tim Liga 1, yaitu Persebaya, PSIS, dan Bhayangkara dan on ground the Great Journey Noah (meliputi  scanner, ticket redemption, manpower, security check, dan report), pertunjukan Stand Up Comedy "Kena Mental", Black Box: Holiday Multiverse, dan event konser terbaru FUN FEST One Day With NDX AXA yang akan berlangsung pada 28 Januari 2024.

Pemandangan di lokasi Redemption Ticket konser Noah. Sumber gambar: Istimewa
Pemandangan di lokasi Redemption Ticket konser Noah. Sumber gambar: Istimewa
Loket

Sudah berdiri sejak 2013, Loket adalah salah satu platform layanan tiket yang mendukung seluruh penyelenggara event dengan layanan distribusi dan manajemen tiket, sampai menyediakan laporan analisis acara di akhir acara. Kalau tidak salah, konser-konser pada tahun 2023 sebagian besar tiketnya dijual via Loket. 

Kiostix

Dilansir dari situs resminya, Kiostix merupakan platform berbasis web yang menyediakan ribuan pengalaman hiburan di berbagai belahan dunia. Sama seperti TiketBersama dan Loket, Kiostix menyediakan beragam metode pembayaran mulai dari kartu kredit, transfer bank, tunai, hingga pembayaran online lainnya untuk mendapatkan tiket event yang diinginkan. 

Kesimpulannya, keberadaan platform TMS, salah satunya TiketBersama ini layak disyukuri. Tidak hanya dari sisi konsumen, penonton, atau user yang mencari hiburan dalam kehidupan sehari-hari. Lebih dari itu, dari sisi bisnis dan pelaku industri hiburan untuk distribusi dan pemasaran tiket dalam skala yang lebih luas. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun