Dua hari yang lalu saya terjatuh dari motor. Berempat dengan istri dan dua anak saya yang masih kecil.
Meski tidak ada luka yang serius, kejadian tersebut membuat saya menangis setelahnya.
Bukan hanya karena sedih melihat istri dan kedua buah hati yang histeris. Bukan! Melainkan dari arah yang tak terduga, tiba-tiba seorang pengendara mengangkat motor yang ketika itu menindih kaki kanan saya.
Belum selesai, ia kemudian membobong saya yang terpincang-pincang. Mengamankan motor ke tepi bahkan memijat kaki saya sambil bertanya, "Mana yang sakit, kang?," pertayaan yang langsung saya jawab, "Hatur nuhun, cuma bared sama keseleo dikit"
Ia pun berlalu setelah memastikan kami baik-baik saja. Pamit kepada keluarga saya yang terlihat masih cemas dan melanjutkan perjalanan ke mana entah.
Kejadian ini membuat saya tersadar. Ternyata masih ada orang baik. Setidaknya orang baik yang belum tercemar oleh dorongan ingin dilihat, ditonton, dan disaksikan, dengan dalih untuk menginspirasi banyak orang, sehingga harus direkam atau dibuat konten digital.
Atau sayanya saja yang "kurang main" atau memandang dunia terlalu busuk, padahal masih banyak orang baik (baca: tanpa pamrih) di luar sana. Ya, bisa jadi benar.
Bekerja di Jakarta mungkin telah membentuk saya menjadi pribadi yang abai. Saya hanya peduli bagaimana caranya agar kerjaan selesai, atasan puas dengan kinerja saya, gaji dibayar tepat waktu, dan mencari tambahan pendapatan untuk senang-senang.
Saya tidak peduli dengan sekeliling. Hidup adalah bangun pagi. Hidup adalah makan, minum, ngerumpi, boker, mandi. Hidup adalah cari selamat untuk diri sendiri. Tidak ada ruang untuk orang lain.
Sering kali saya ingin menolong orang yang terlihat butuh bantuan. Misalnya pengendara yang sedang mogok dan mendorong motor di jalan. Namun, saya memilih tidak melakukannya lantaran ingat bahwa waktu itu saya sudah mau terlambat ke kantor.
Atau saya sedang terburu-buru untuk meliput sebuah acara launching. Edan. Saya telah menjelma seseorang yang selama ini saya pikirkan: Â
Dunia yang begitu busuk seolah-olah tidak ada lagi orang yang baikÂ
Semoga hanya saya yang seperti ini. Â Dada saya masih sesak.
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H