Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Awaludien
Muhammad Iqbal Awaludien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis konten suka-suka!

Berbagi informasi dan gagasan. Tergila-gila pada sastra, bola, dan sinema. Email: iqbalawalproject@gmail.com Blog: https://penyisirkata.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Setiap Profesi Punya Risiko dan Konsekuensi, Begitu Pesan Film "In Bruges"

10 Desember 2020   10:24 Diperbarui: 10 Desember 2020   10:37 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan layar pribadi

Setiap profesi memiliki risiko, apa pun itu. Besar dan kecilnya risiko bergantung pada sudut pandang. Seorang pekerja kilang minyak lepas pantai yang dilihat dari perspektif seorang back office bank merupakan profesi berbahaya, belum tentu seperti itu menurut dirinya.

Begitu juga seorang account executive (AE) ahensi yang melulu berkutat  menyelaraskan statement of work (SOW), menghitung billing, dan menjadi client service, medannya belum tentu tidak lebih berbahaya dibandingkan profesi sky service, misalnya. Lha, siapa yang tahu, kalau tiba-tiba AC jatuh saat si AE lagi merekap revisi untuk divisi kreatif dari klien kemudian tersengat listrik. Amit-amit.

Yang jelas intinya begini. Ketika kita memutuskan untuk memilih sebuah profesi, kita harus siap dengan segala risikonya. Jangan seperti Ray (Colin Farrel) dalam film In Bruges (2008) arahan sutradara Martin McDonagh. Baru saja mendapat tugas menjadi pembunuh bayaran, ia tak sengaja membunuh. Pembunuh bayaran tak sengaja membunuh?

Membunuh anak kecil maksudnya.

Twitter/@lemonwatkins
Twitter/@lemonwatkins
Inilah plot yang menggerakkan In Bruges, karya sinematik tentang pembunuh bayaran yang bisa dianggap "berbeda". Jangan berharap ada adegan-adegan aksi jumpalitan dengan intensitas tinggi seperti trilogi John Wick ataupun film hitman senada kayak Wanted (2008) dan Kill Bill (2004), In Bruges adalah melankolia pembunuh bayaran yang sedang menyesali perbuatannya.

Tidak menarik dong? Justru menarik saya pikir. Di sini, sisi humanis seorang pembunuh bayaran dieksplorasi. Mulai dari kode etik tak tertulis pembunuh bayaran yang dilarang membunuh anak kecil, kecintaan Ken (rekan Ray yang diperankan oleh Brendan Glesson) pada membaca dan sejarah, atau Harry (Ralph Fiennes), bos Ray dan Ken yang kejam tapi sangat mencintai anak kecil.

Di bagian akhir sebetulnya ada adegan aksi yang menjurus ke adegan gore. Namun tidak terasa mengganggu, justru artistik, karena merupakan kulminasi dari sebuah konflik yang sudah dibangun sejak awal film. Dan di bagian ending, kita bakal dibuat setuju bahwa In Bruges layak disebut sebagai cult movies.

Setiap Prinsip dan Perbuatan Punya Konsekuensi

Secara eksplisit film ini berpesan bahwa setiap orang layak mendapat kesempatan kedua untuk memperbaiki kesalahan, sebesar apa pun itu. Seperti diutarakan Ken di sebuah taman kepada Ray.

"Pergilah ke suatu tempat. Berhenti membunuh dan lakukan hal baik. Kau takkan membantu siapa pun jika mati. Anak itu takkan hidup kembali. Tapi kau bisa selamatkan anak lain"

Adegan ini saya pikir begitu emosional. Awalnya, Ken ditugaskan untuk membunuh Ray oleh Harry di Bruges, tapi saat kesempatan itu sudah ada di depan mata, ia melihat Ray sedang menodongkan pistol ke kepala.. Apa yang kemudian terjadi? Ia malah mencegah Ray bunuh diri.

Dari sinilah Ken mengkhianati etos profesionalnya, yaitu menjalankan semua tugas membunuh tanpa pertanyaan dan keraguan. Karena buat apa membunuh orang yang sudah ingin mati? Di mana letak keseruannya? Lagipula, Ken rekannya sendiri. Bukan orang-orang jahat yang selama ini jadi targetnya.

Tangkapan layar pribadi
Tangkapan layar pribadi
Konsekuensi dari "pengkhianatan" Ken ini tentu harus dibayar, dan ia sudah siap. Ken menelpon Harry, menantangnya datang ke Bruges. Di lain sisi Harry memiliki prinsip yang sangat teguh. Di perusahaan pembunuh bayaran miliknya,  membunuh anak kecil itu sangat haram. Sehingga jika itu terjadi, siapapun harus mati. Ujarnya menjelang duel dengan Ken.

"Jika aku membunuh anak kecil, sengaja atau tidak, aku takkan berpikir dua kali, aku akan bunuh diri di tempat."

Benturan kedua prinsip ini kemudian mengantarkan film pada sisi paling menariknya sampai selesai. Setiap perbuatan juga prinsip yang goyah ataupun teguh, memiliki konsekuensinya sendiri-sendiri.  Lebih menarik lagi, Ray yang sudah mau meninggalkan Bruges untuk memulai hidup baru, tiba-tiba harus kembali lagi karena sebuah momen konyol yang bisa bikin kita tersenyum kecil.

Setelah ini, baik Ray, Ken, maupun Harry pada akhirnya harus menangung konsekuensi dari semua perbuatannya dengan cara tak terduga.

Latar film berupa kota Bruges, di negara Belgia, bukan sekadar untuk memperindah film. Lebih dari itu, kota kuno nan sunyi yang dikelilingi oleh bangunan eksotis peninggalan Abad Pertengahan inilah yang menggerakkan nafas film. 

Guyonan terkait hari pembalasan di sebuah museum tua, Ken yang melulu mengajak Ray ke gereja dan bangunan bersejarah, dan matafora angsa di sungai yang konon bisa membersihkan dosa, Bruges sepertinya memang dipersiapkan sebagai kuburan Ray sebelum masuk neraka. Atau mungkin juga alam baka untuk untuk Ken dan Harry? Siapa yang tahu.

Tonton deh In Bruges, nggak bakal rugi. Akting Colin Farrel, Brendan Glesson, dan Ralph Fiennes pun sangat memuaskan. Humor dark-comedy-nya pun segar. Sebagian besar terbilang kasar namun pas untuk membuat tertawa atau sekadar menyeringai.  Kredit patut diberikan ke Colin Farrel yang menjiwai peran seorang hitman newbie yang rapuh, depresi, dan cengeng. Setelah melihat aktingnya di film ini, hancur deh reputasinya sebagai bad boy Hollywood, haha.

Gambar cover: empireonline.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun