Beberapa jam yang lalu, para pecinta Moto GP tentu sudah menyaksikan. Juara dunia musim 2016 lalu, Marc Marquez terjatuh pada lap kedua pada Grand Prix yang berlangsung di sirkuit Autódromo Termas de RÃo Hondo, Argentina. Tapi yang lebih menarik untuk disorot tentu saja kiprah Jorge Lorenzo.
Pasalnya, untuk kedua kalinya the Spaniard tidak bisa menyelesaikan balapan secara maksimal. Lebih parah lagi, Lorenzo yang start dari posisi ke 16 bahkan harus mengakhiri balapan lebih cepat; terjatuh saat balapan baru berlangsung akibat menyenggol Andrea Iannone.
Kesialan dan performa jelek Lorenzo ini mengingatkan kita pada yang dialami Valentino Rossi di musim 2011 dan 2012. Di dua musim tersebut, The Doctor datang dengan kepercayaan diri tinggi untuk menunggangi Desmosedici, setelah pindah dari Yamaha ke Ducati. Kenyataan berkata lain, Rossi seakan kehilangan tajinya, menempati posisi ke-6 (2011) dan ke-7 (2012) di akhir klasemen pebalap, dengan hanya meraih 3 podium.
Kejeniusan dan keberanian, dengan manuver berani tanpa tedeng aling-aling menyalip lawan dari dalam Rossi hilang, tenggelam oleh berat dan liarnya Desmosedici. Tahun 2011 dan 2012 ini bisa dianggap musim terkelam dalam kariernya. Tak sedikit yang memprediksi Rossi telah habis.
Akankah hal ini terjadi juga terhadap Lorenzo musim 2017 ini? Pertanyaan ini cukup yang urgen untuk dijawab, mengingat, Lorenzo saat ini berada di tim dengan tunggangan kuda besi yang sama dengan Rossi di musim 2011 dan 2012: DucatiTeam dan Ducati Desmosedici.
Sebuah Pembuktian
Pindahnya Lorenzo ke Ducati dari Yamaha setelah meraih gelar cukup membuat syok. Pasalnya seluruh gelarnya, 3 kali, di Moto GP kelas tertinggi didapatkan bersama tim pabrikan asal Jepang tersebut; 2010, 2012, dan 2015.
Tak pelak banyak spekulasi dan prediksi yang muncul. Mulai dari beredar bahwa kepindahannya ini akibat terlalu banyak ‘drama’ yang terjadi antara dirinya dengan rekan sekaligus rival terberatnya di dalam tim, Valentino Rossi. Hingga, tawaran kontrak yang lebih besar dari Ducati. Faktor yang disebut belakangan disebut mungkin lebih masuk akal, pasalnya siapa sih yang rela mengambil risiko besar, mengalami kemunduran, dengan bergabung bersama tim yang jarang juara?
[Fakta Ducati Jarang Juara: Dalam sejarah keikutsertaan Ducati di Moto GP, pabrikan asal Italia ini baru berjaya sekali di musim 2007. Pebalapnya saat itu, Casey Stoner berhasil mengatasi Desmosedici yang konon sulit ditaklukkkan. Bandingkan dengan Honda yang sudah juara sebanyak 22 kali, Yamaha 17, dan Suzuki 6 kali]