Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Awaludien
Muhammad Iqbal Awaludien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis konten suka-suka!

Berbagi informasi dan gagasan. Tergila-gila pada sastra, bola, dan sinema. Email: iqbalawalproject@gmail.com Blog: https://penyisirkata.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mei, antara Tragedi dan Reformasi

23 Mei 2016   15:27 Diperbarui: 24 Mei 2016   14:33 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam konsep waktu, entah itu detik, menit, jam, hari ataupun bulan, selalu ada peristiwa atau event yang terjadi. Kata “selalu” harus disematkan di sini karena apakah kita bisa terlepas dari sebuah peristiwa, minimal secara personal sebagai individu?

Jawabannya jelas, tidak!

Selalu ada peristiswa, baik yang remeh temeh sehingga biasanya yang seperti ini luput dari perhatian, maupun yang “berpengaruh”, bombastis, sehingga ada peraturan tak tertulis bahwa masyarakat luas harus tahu karena sekala keberpengaruhannya yang tinggi, atau juga, peristiwa tersebut mengadung kegetiran, di luar nalar, dan mengingkari nilai-nilai kemanusiaan.

Seperti di negara kita, Mei tahun 2016 ini. Kita bisa menyaksikan terjerembabnya moral dan spiritual generasi muda Indonesia, ke jurang tak berdasar, dalam hubungannya dengan seksualitas serta penghargaannya terhadap manusia lain.  

Ya, setelah kasus Yuyun yang diperkosa dan dibunuh oleh 14 pemuda, menyusul kejadian lain yang tak kalah mengerikan. Balita 2,5 tahun diperkosa oleh orang dewasa, seorang remaja perempuan ditemukan tewas dengan vagina ditusuk cangkul, hingga siswi SMP dicabuli bergiliran oleh siswa-siswa SD.

Belum lagi sederet cerita “horor” lain yang dengan mudah kita temukan di headline-headline berita televisi, cetak, dan daring: pembununan bayi, mutilasi, tak usah diteruskan ……………..!

Tragis dan menakutkan?  Sangat!

Sampai-sampai seorang teman mengeluarkan joke satir, “Tak perlu nonton film horor atau thriller pembunuhan beranta, tonton saja berita televisi, lebih serem

Entah ada hubungannya atau tidak, Mei pada tahun-tahun sebelumnya,  tepatnya 18 tahun lalu (1998), peristiwa yang mengingkari nilai-nilai kehidupan dan kemanusiaan juga terjadi. Pada waktu itu, di satu sisi manusia Indonesia sedang mengalami hingar bingar, euforia, untuk merayakan lengsernya Pak Harto yang telah berkuasa 32 tahun. Orde Baru yang lalim diganti Orde Reformasi, harapan membumbung, untuk Indonesia yang lebih baik,

Tapi di sisi lain mereka yang merayakan hingar bingar itu seakan alpa, menutup mata dan telinganya, pada sebuah tragedi sebelum Reformasi Mei:

Pada tanggal 4-5 kemudian 12-15 Mei 1998 di kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, dan Surakarta toko-toko dijarah, dirampok, pemiliknya dianiaya, perempuan dilecehkan, diperkosa, dibakar, dibunuh, diusir,  dan dikucilkan. Beberapa mahasiswa pun diberondong peluru aparat. Dan ironisnya, semua itu seakan dilupakan, dan dibiarkan menjadi tabir gelap sejarah bangsa, yang katanya menjunjung tinggi konstitusi dan menjadikan hukum sebagai dasar keadilan bagi seluruh rakyatnya.  

Padahal, mungkin saja mereka, tokoh-tokoh Reformasi Mei itu saat ini sudah menjadi pejabat eselon, dan staff kepercayaan pemerintah, dengan segala fasilitas mewah nomor wahid, duduk nyaman di ruangan ber-AC, dan saban minggu bermain golf sambil berdiskusi permasalahan rakyat.  

Lalu apa arti Reformasi Mei sebenarnya? Mungkin tak lebih sebagai slogan dan terminologi berbunga-bunga nir aplikasi.

Apakah Anda setuju, kalau negara dan bangsa tercinta ini sudah pantas di sebut negara reformis, dengan penegakan hukum yang adil, dan bermasa depan cerah saat generasi mudanya gemar memerkosa dan menggagahi temannya sendiri? juga di saat bersmaan, membiarkan para koruptor, bajingan tengik, yang menyebabkan negeri ini terus menerus jongkok di bumi saat negeri lain sudah mencapai langit, masih bisa senyum-senyum dan melambai ke kamera bak seorang artis hollywood melewati karpet merah?

Itu hanya contoh kecil saja, kecil sekali mungkin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun