Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Awaludien
Muhammad Iqbal Awaludien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis konten suka-suka!

Berbagi informasi dan gagasan. Tergila-gila pada sastra, bola, dan sinema. Email: iqbalawalproject@gmail.com Blog: https://penyisirkata.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Warisan Kartini untuk Perempuan Masa Kini

21 April 2016   10:25 Diperbarui: 21 April 2016   10:32 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber gambar=mitrawacana.or.id"]
[/caption]Mengenang jasa-jasa para pahlawan Indonesia sangatlah menarik. Di dalamnya, selain terkandung nostalgia masa lalu yang memanjakan imajinasi, juga menyimpan warisan berharga berupa pesan moral yang masih relevan diaplikasikan pada masa kini. 

Sama halnya jika membahas pahlawan berikut, sosok pahlawan yang dikenal secara luas sebagai pejuang emansipasi dan pendidikan untuk kaum perempuan. Dan karena jasa-jasanya tersebut, hari lahirnya yang jatuh pada tanggal 21 April selalu diperingati setiap tahun.     

Ya, dialah R.A. Kartini. Bagi Anda yang mungkin lupa mengenai riwayat hidupnya, mari kita kilas balik sejenak.

Kartini merupakan putri seorang bangsawan. Ayahnya bernama Raden Mas Sosroningrat, seorang Bupati Jepara. Karena posisi sosialnya yang cukup tinggi, Kartini mendapatkan pendidikan sampai usia 12 tahun. Hal ini sebetulnya tak lazim sebab pada masa lalu, anak gadis tidak diperbolehkan sekolah.

Namun setelah itu, seperti kebanyakan wanita yang berasal dari keluarga priyayi, dia harus ‘dipingit’, yaitu tidak boleh keluar rumah dan harus mempersiapkan diri untuk menikah. Karena semangat belajarnya yang tinggi, ia belajar secara autodidak di rumah dan mulai menulis surat kepada teman-temannya di Belanda.

Isi surat ini sendiri adalah harapan-harapan dan pembelaan-pembelaannya terhadap diskriminasi kaum perempuan dalam pendidikan pada masa itu. Kelak, surat-surat Kartini tersebut  dikumpulkan oleh J.H. Abendanon dengan judul  Door Duisternis Tot Licht dan diterjemahkan oleh sastrawan Armijn Pane dalam bahasa Indonesia sebagai Habis Gelap Terbitlah Terang.

[caption caption="Sumber gambar: covers.openlibrary.org"]

[/caption]Hingga masa “pingitan” itupun selesai. Tepatnya ketika Kartini berusia 24 tahun, ia menikah sesuai keinginan orangtuanya dengan Bupati Rembang, Adipati Ario Singgih Djojo Adhiningrat. Pernikahan tak menyurutkan semangatnya untuk memajukan pendidikan kaum perempuan. Karena itu, ia kemudian membuka sekolah khusus wanita di depan kantor sang suami. Sayang, setahun kemudian, Kartini menutup usia tepat empat hari setelah melahirkan anak pertama dan terakhirnya, Soesalit Djojo Adhiningrat. Meski demikian, warisannya tetap hidup hingga sekarang.

Berikut ini adalah warisan-warisan Kartini yang sangat relevan, terutama untuk para perempuan tak terkecuali para ibu di masa kini.  

1. Pantang menyerah dalam berjuang

Semangat pantang menyerah Kartini diwujudkan dengan terus maju untuk mewujudkan cita-citanya mendirikan sekolah, meski telah menikah dan menghadapi kondisi kurang menguntungkan. Sikap seperti ini adalah sikap abadi yang dapat diaplikasikan sepanjang zaman.

2. Semangat belajar tanpa henti

Kartini memberikan pesan bahwa belajar tak harus selalu di dalam institusi formal, tapi belajar adalah aktivitas sepanjang hayat, kapan pun di mana pun. Semangat Kartini ini diwujudkan dengan semangatnya yang tak pernah luntur untuk belajar, meski sudah keluar sekolah dan harus terus berada di rumah karena “dipingit”. Hendaknya semangat tersebut terus dipelihara oleh semua generasi, tak terkecuali oleh para ibu masa kini.

3. Peduli terhadap masalah sosial

Kartini bukan berbicara mengenai dirinya sendiri, melainkan berbicara sebagai juru bicara kaum peremuan pada masa itu. Jelas ini merupakan sikap luhur yang lahir dari kepeduliannya terhadap ketimpangan sosial yang dialami kaumnya. Semangat ini bisa diwujudkan dengan selalu peduli dan berempati terhadap kondisi orang-orang yang kurang beruntung. 

4. Kreatif

Menulis merupakan hal yang tak lazim dilakukan oleh perempuan pada masa itu. Namun ia melawan batasan tersebut dengan menulis surat berbahasa Belanda, untuk menuangkan gagasan atau ide-idenya agar bisa diketahui secara luas. Jelas ini merupakan sikap kreatif yang relevan dilakukan kapan pun. Sebagai contoh, selalu berinovasi untuk menciptakan hal-hal baru atau keluar dari “batasan” dalam arti positif, dan menciptakan inovasi-inivasi.

Sebelum mengakhiri tulisan ini, izinkan kami mengutip kata-kata Kartini yang begitu inspiratif dari buku Habis Gelap Terbitlah Terang:

Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].

Selamat Hari Kartini para perempuan Indonesia, juga Kompasianers……

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun