Kartini memberikan pesan bahwa belajar tak harus selalu di dalam institusi formal, tapi belajar adalah aktivitas sepanjang hayat, kapan pun di mana pun. Semangat Kartini ini diwujudkan dengan semangatnya yang tak pernah luntur untuk belajar, meski sudah keluar sekolah dan harus terus berada di rumah karena “dipingit”. Hendaknya semangat tersebut terus dipelihara oleh semua generasi, tak terkecuali oleh para ibu masa kini.
3. Peduli terhadap masalah sosial
Kartini bukan berbicara mengenai dirinya sendiri, melainkan berbicara sebagai juru bicara kaum peremuan pada masa itu. Jelas ini merupakan sikap luhur yang lahir dari kepeduliannya terhadap ketimpangan sosial yang dialami kaumnya. Semangat ini bisa diwujudkan dengan selalu peduli dan berempati terhadap kondisi orang-orang yang kurang beruntung.
4. Kreatif
Menulis merupakan hal yang tak lazim dilakukan oleh perempuan pada masa itu. Namun ia melawan batasan tersebut dengan menulis surat berbahasa Belanda, untuk menuangkan gagasan atau ide-idenya agar bisa diketahui secara luas. Jelas ini merupakan sikap kreatif yang relevan dilakukan kapan pun. Sebagai contoh, selalu berinovasi untuk menciptakan hal-hal baru atau keluar dari “batasan” dalam arti positif, dan menciptakan inovasi-inivasi.
Sebelum mengakhiri tulisan ini, izinkan kami mengutip kata-kata Kartini yang begitu inspiratif dari buku Habis Gelap Terbitlah Terang:
“Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.” [Surat Kartini kepada Prof. Anton dan Nyonya, 4 Oktober 1902].
Selamat Hari Kartini para perempuan Indonesia, juga Kompasianers……