Mohon tunggu...
Muhammad Iqbal Awaludien
Muhammad Iqbal Awaludien Mohon Tunggu... Penulis - Penulis konten suka-suka!

Berbagi informasi dan gagasan. Tergila-gila pada sastra, bola, dan sinema. Email: iqbalawalproject@gmail.com Blog: https://penyisirkata.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Ke Mana Perginya Para Pelatih (Berkebangsaan) Inggris di Era Premier League?

9 Februari 2016   15:29 Diperbarui: 17 Februari 2016   10:36 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Brian Clough dan Trofi Liga Champion yang dimenangkannya bersama Nottingham Forest."

Sumber gambar

Agar miris sebetulnya menjawab pertanyaan di atas. Betapa tidak, di sebuah liga yang diklaim terbaik, terketat, dan merupakan liga dari sebuah negeri dimana sepakbola berawal, tapi sudah tak menyisakan tempat lagi bagi pelatih yang berasal dari bangsanya sendiri. Ya, Barclays Premier League menjadi tempat tak ramah untuk pelatih berkebangsaan Inggris.

Fakta terbaru, dari 10 besar klasemen hingga minggu ke-25 Premier League musim 2015/2016, tak ada satupun klub yang dilatih pelatih “asli” Inggris. Tak percaya? Kita buktikan sekarang!    

Di peringkat pertama ada Leicester City yang ditangani manager asal negeri Pizza, Claudio Ranieri. Di peringkat kedua ada Tottenham Hotspurs dengan Mauricio Pochettino yang berasal dari Argentina. Peringkat ketiga Arsenal dilatih Arsene Wenger (Prancis), keempat Manchester City oleh Manuel Pellegrini (Cile), kelima Manchester United oleh Louis van Gaal (Belanda) dan keenam West Ham dengan pelatih Slaven Bilic asal Kroasia.

Berturut turut kemudian Southampton #7 oleh meneer Ronald Koeman, Everton #8 oleh Roberto Martinez (Spanyol), Liverpool #9 oleh Jurgen Klopp (Jerman), dan Watford #10 dilatih Quique Sanchez Flores yang sama dengan Martinez, dari Spanyol.

Lalu di mana pelatih asal Inggris? Jawabannya sudah pasti, mereka terlempar dari 10 besar teratas: Alan Pardew (Crystal Palace #12) dan Eddie Howe (Bournemouth #15) bahkan dua di antaranya ada di papan bawah yakni Steve McLaren (Newcastle United #17) serta Sam Allardyce (Sunderland #19).

"Alan Pardew, satu dari sedikit pelatih berkebangsaan Inggris yang masih bertahan di BPL".

Sumber gambar

Kenyataan ini sungguh ironis, mengingat betapa gegap gempitanya liga asal negeri Ratu Elizabeth ini. Perkembangannya selalu dinanti, setiap pertandingan ditayangkan secara luas di seluruh dunia, diliput secara massif dengan sponsor di sana-sini, rumor transfer pemain sering kali menjadi headline bahkan pemecatan dan perpindahan pelatih pun mendapat porsi besar dalam pemberitaan.

Dimulai Sejak Era Premier League?

Di Inggris, sejak era Premier League bergulir memang nyaris tak ada pelatih Inggris yang berhasil membawa klubnya berjaya. Hanya Kevin Keegan yang tercatat namanya, itupun sebatas dua kali runner up untuk Newcastle United pada musim 1995–96 dan 1996–97. Selain itu, nol besar. Kejayaan klub Premier League bergantung ke pelatih-pelatih asing semacam Sir Alex Ferguson, Arsene Wenger, Jose Mourinho, Carlo Ancelotti, Roberto Manchini, dan Manuel Pellegrini.

Kenyataan ini sungguh berbanding terbalik dengan liga-liga Eropa lain yang selalu memunculkan pelatih jenuis dari negeri sendiri. Sebut saja Italia yang melahirkah Ancelotti, Conte, hingga Allegri, kemudian Spanyol yang memiliki Guardiola dan Enrique, juga generasi “sukses” terdahulu seperti Aragones dan del Bosque. Setali tiga uang dengan Jerman yang memiliki pelatih juara Jupp Heynckens, Ottmar Hitzfeld dan Jurgen Klopp untuk menyebut sejumlah nama.

Padahal saat Premier League masih berformat football league first division, nama-nama peramu taktik asal Inggris sangat disegani di Eropa. Masa tersebut ada Bob Paisley yang berjaya dengan Liverpool, Sir Bobby Robson yang membuat Ipswich menjadi tim menakutkan dan mengukir prestasi di level Eropa, dan jangan lupakan yang paling fenomenal: Brian Clough yang berhasil membawa Nottingham Forest, sebuah tim kecil menjuarai liga dan menguasai Eropa dekade 70-an akhir.

"Nottingham Forest saat menjuarai Liga Champion Eropa tahun 1980 di bawah asuhan pelatih legendaris Inggris Brian Clough"

Sumber gambar

Tapi sekarang, pelatih Inggris bisa dikatakan sebagai “mereka yang kurang diperhitungkan”. Mereka tenggelam, lebur oleh kecenderungan kompetisi Premier League yang mengharapkan kesuksesan instan. Sepertinya mereka tak mampu beradaptasi dengan tren tersebut, sebuah kebijakan yang dipelopori manajemen Chelsea setelah kedatangan Roman Abramovich. Yaitu membeli pemain berlabel bintang sekaligus juru taktik bereputasi terbaik demi mendongkrak kejayaan klub, secepat mungkin berapapun harga yang harus dibayar.

Hal ini sebetulnya wajar, mengingat, di tengah sepakbola yang semakin komersial sehingga pantas disematkan padanya kata “industri”; industri sepakbola, kuasa modal adalah segalanya. Orientasinya apalagi kalau bukan keuntungan. Jadi, titel itu bukan lagi diposisikan sebagai tujuan akhir yang agung, pencapaian kreativitas tertinggi manusia (pemain, pelatih, staff, manajemen, dan suporter) tapi titel lebih sebagai sebuah alat untuk mendongkrak laba.

Apakah jika demikian adanya, haruskah mengambinghitamkan Barclays Premier League sebagai biang keladi dari turunnya pamor para pelatih berkebangsaaan Inggris? Pertanyaan yang sangat sulit dijawab, dan memiliki dimensi yang luas karena mencakup aspek kepentingan, institusi kepelatihan, manajemen klub, sponsor, hingga sumber daya.

Yang jelas siapapun pasti merasa rindu, terutama semua publik Inggris dan para pecinta liga Inggris dengan gaya bermain kick n rush saat berjaya di era sebelum Premier League. Ataukah memang kick n rush sudah tidak relevan lagi diterapkan dalam sepakbola modern sehingga para pelatih Inggris yang notabene adalah pewaris sahnya sulit berprestasi? Entahlah, siapa yang tahu ........................... 

Salam Kompasiana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun