Mohon tunggu...
M Iqbal Arrasyid
M Iqbal Arrasyid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penggemar isu sosial budaya, Mahasiswa Antropologi

Saya memiliki kecenderungan mengikuti isu-isu sosial dan budaya di masyarakat, terutama yang sedang hangat. Menulis juga salah satu kegiatan mengisi kekosongan waktu.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Benarkah Kita Takluk pada Parkir Liar?

5 Januari 2025   08:30 Diperbarui: 5 Januari 2025   17:10 385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampakan petugas Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan saat melakukan penertiban terhadap kendaraan yang parkir liar di Jalan Senopati, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Dokumentasi Suku Dinas Perhubungan Jakarta Selatan via  Kompas.com)

Tumpukan kendaraan liar bertebaran di tengah gemerlap jalan kota, menyemut seperti parasit yang memakan ruang publik. Parkir liar adalah aspek budaya yang melekat dengan ketidakdisiplinan di kota-kota, bukan sekadar masalah teknis yang diselesaikan dengan penegakan hukum. 

Kendaraan yang terparkir sembarangan merusak tatanan jalan di setiap sudut kota. Ini bukan sekadar aturan yang diabaikan, tetapi sebuah 'tradisi' buruk yang tumbuh subur di tengah keramaian kota. Akankah kita membiarkan ketidakpedulian ini merusak masa depan yang lebih tertib dan teratur dalam kota yang selalu bertransformasi?

Baru-baru ini, media massa ramai dengan aksi petugas Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta. Mereka menggembosi ban mobil yang terparkir di area terlarang, kawasan Monas. Peristiwa itu terjadi pada Minggu, 29 Desember 2024, hampir 100 kendaraan mendapat sanksi tersebut.

Hal itu dilakukan untuk memberi efek jera pada pemilik kendaraan. Di sisi lain pemilik kendaraan ditarif Rp30.000 oleh jukir liar, tetapi ketika petugas datang jukir tersebut malah melarikan diri (Kompas, 30/12/24).

Ketika suatu tempat ikonik, seperti Monas, yang seharusnya menjadi oasis bagi warga kota maupun wisatawan, malah dipenuhi parkir liar. Begitu juga dengan rumah makan dan kawasan komersial yang seringkali kendaraan terparkir sembarangan di depan toko atau restoran. Tanpa pengawasan dan penegakan hukum yang jelas, area ini menjadi lahan basah bagi parkir liar.

Tata Ruang yang Kurang

Fenomena parkir liar di berbagai kota, tidak bisa menyangkal, berawal dari cerminan tata ruang yang buruk. Alih-alih menyediakan kantong parkir yang memadai, pembangunan gedung-gedung pencakar langit dan pusat komersial seringkali meninggalkan kebutuhan dasar ini. Akibatnya, bahu jalan, trotoar, bahkan jalur hijau disulap menjadi lahan parkir dadakan. 

Pengawasan dari pihak berwenang pun juga minim dilakukan, yang hal ini memperparah kondisi tersebut, sungguh ironi. Seolah ada pembiaran yang membuat parkir liar semakin merajalela, merusak ruang publik yang menjadi milik bersama.

Dampak yang ditimbulkan sangat meresahkan. Orang-orang yang terjebak dalam kesemrawutan sehari-hari menghadapi kemacetan lalu lintas, yang menghabiskan waktu dan tenaga hanya untuk di jalan. 

Trotoar yang menjadi hak pejalan kaki, justru dimanfaatkan oleh kendaraan yang parkir sembarangan. Pejalan kaki harus rela berjalan di badan jalan yang mengancam keselamatan mereka. Selain itu, deretan kendaraan yang berjejal tidak teratur merusak keindahan kota.

Parkir liar akan menjadi bom waktu yang siap meledak, jika tidak diatasi. Kemacetan yang semakin parah, polusi yang meningkat, dan perebutan lahan parkir adalah sebagian kecil dampak yang harus ditanggung. Pemerintah dan masyarakat harus bersinergi mencari solusi. 

Kota yang nyaman, aman, dan tertib dapat dicapai melalui penataan ruang kota yang lebih bijak, pembangunan fasilitas parkir yang memadai, dan penerapan hukum yang tegas terhadap pelanggar parkir liar.

Kesempatan yang Penuh Umpatan      

Terselip ironi dari kesemrawutan parkir liar. Bukan sekadar kendaraan yang berjajal serampangan, melainkan ada segelintir orang yang "bermain" demi keuntungan semata. Mereka adalah "penjaga lahan" dadakan yang mengklaim ruang publik sebagai lahan bisnis pribadi. 

Bayangkan, trotoar yang selayaknya menjadi hak pejalan kaki, oleh mereka digunakan sebagai lahan parkir berbayar yang dikelola secara ilegal.

Mereka beroperasi layaknya mafia, menguasai titik-titik strategis dengan tarif yang sering menguras dompet. Mereka juga tak segan mengintimidasi pemilik kendaraan yang enggan  membayar, bahkan sampai terjadi gesekan dan adu mulut yang mengganggu ketertiban umum. 

Mirisnya, praktik ilegal ini seolah dibiarkan dan kebal hukum. Bahkan ada kabar burung bahwa pihak berwenang turut andil dalam praktik ini.

Refleksi terhadap Parkir Liar

Judul artikel ini timbul dari pikiran yang jengah dengan fenomena parkir liar. Penyuguhan pemandangan yang kacau, seakan semuanya telah takluk pada kekuasaan para pelanggar. 

Refleksi ini menunjukkan keprihatinan dan frustrasi yang mendalam. Bagaimana mungkin ruang publik dirampas dan dieksploitasi oleh sekelompok orang tertentu?  Ke mana aparat yang seharusnya menjamin ketertiban dan keadilan?  

Apakah kita benar-benar telah kehilangan kemampuan untuk mengontrol keadaan, membiarkan parkir liar mendominasi kota dan menghancurkan tatanan kehidupan?

Pada akhirnya hal itu membawa kita untuk memerangi praktik ilegal tersebut dan menjadi cambuk dalam mengubah situasi. Pemerintah harus lebih tegas dalam mengelola kota dan menyediakan tempat parkir yang memadai.  

Aparat penegak hukum harus melakukan tindakan tegas terhadap individu yang melanggar hukum tanpa pandang bulu. 

Komponen tak kalah penting, masyarakat harus lebih sadar dan disiplin dalam berlalu lintas.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun